Fenomena “FOMO Fans” Pada Band Coldplay dalam Era Digital

Fenomena “FOMO Fans” Pada Band Coldplay dalam Era Digital
info gambar utama

Baru-baru ini, Indonesia digemparkan dengan adanya berita terikait grup band Coldplay asal Inggris ini yang hendak mengadakan konser di GBK Jakarta. Coldplay sendiri membawa visual yang memikat serta kombinasi penampilan yang memukau melalui lagu-lagunya, dengan demikian grup band tersebut berhasil membawa rasa euforia tersendiri bagi para penggemarnya.

Tentunya, hal ini berkaitan dengan obsesi terhadap keinginan serta pengalaman khususnya pada kalangan anak muda. Dalam era globalisasi dan penuh dengan teknologi ini, terdapat fenomena “FOMO” atau Fear of Missing Out. Fomo sendiri merupakan perasaan cemas dan takut jika melewatkan sebuah momen yang dianggap istimewa oleh banyak kalangan dan berkaitan dengan hal yang sedang booming dalam publik.

FOMO di Kalangan Masa Kini

Pada zaman yang serba canggih seperti sekarang, “FOMO” menjadi hal yang lumrah di kalangan masyarakat terlebih pada penampilan musik oleh artis yang sudah memiliki nama yang besar. Bahkan, terdapat julukan “FOMO Fans” terhadap sekelompok orang yang bukan penggemar sejati yang mana hanya ingin ikut-ikutan supaya tidak ketinggalan tren yang sedang berlaku.

Hal tersebut tentunya menimbulkan dua pendapat yang bertentangan seperti ada yang menganggap “FOMO Fans” adalah hal yang biasa selagi mereka memiliki cukup uang dan tidak merugikan orang lain serta diri sendiri. Namun, pendapat tersebut bertentangan dengan pendapat yang menyatakan bahwa “FOMO Fans” menghalangi penggemar sejati Coldplay untuk mendapatkan tiket dengan akses yang lebih mudah karena semakin sedikit/eksklusif orang yang menonton, akan lebih mudah mengakses pembelian tiket atau di era sekarang disebut “war ticket”.

Potensi Industri Pulp dan Kertas Berkelanjutan

Adanya perbedaan diantara kedua kelopok penggemar trsebut tentunya menimbulkan kontroversi yang melatarbelakangi dari “FOMO Fans” maupun penggemar sejati yakni dimana penggemar sejati menganggap bahwa kelompok “FOMO” lebih tertarik pada popularitas dan juga suatu hal yang menjadi tren khususnya dalam media sosial daripada tertarik pada karya-karya Coldplay.

Selain pada masa konser Coldplay, “FOMO Fans” juga beberapa kali ini menjadi tren di platform TikTok seperti konsep Blackpink yang mana banyak konten creator yang memparodikan “FOMO Fans” seperti tidak hafal dalam bernyanyi dan hanya sibuk mengangkat kamera. Penggemar fomo juga tentunya merasa terintimidasi oleh penggemar sejati oleh karena standar yang diberlakukan oleh kelompok penggemar sejati.

Fenomena “FOMO Fans” yang terjadi akhir-akhir ini tentunya berkaitan dengan sosial media yang mana menjadi platform yang kerap digunakan untuk menyebarkan berbagai jenis informasi. Sosial media seperti Instagram, Tiktok, Twitter kerap menunjukkan hal-hal yang sedang naik daun atau menjadi trending topic di kalangan publik seperti pada laman Tiktok banyak bermunculan video tentang Coldplay, bdari segi penampilan-penampilan sebelumnya bahkan hingga biodata dan kisah perjalanan setiap personil.

Hal tersebut tentunya memberikan motivasi kepada kelompok “FOMO Fans” untuk ikut serta meramaikan konser yang akan berlangsung. Kemudian adanya penyebaran informasi terkait acara secara langsung disampaikan oleh pihak yang berkaitan misalnya vokalis Coldplay yakni Chris Martin mengunggah video dalam akun sosial medianya yang berisikan ajakan bagi pengikutnya untuk memeriahkan konser bandnya.

Hal tersebut juga membentuk motivasi bagi kelompok “FOMO Fans” untuk belomba-lomba mendapatkan tiket Coldplay. Selain itu, sosial media juga menjadi fasilitator dalam pembentukan sebuah komunitas yang mana dapat mendorong kelompok “FOMO Fans” untuk memiliki rasa ingin bergabung, terhubung, dan sama dengan orang lain.

Pemberdayaan SDM di Desa Wisata Toyomarto, Dalam Pelatihan Mini Course Oleh Elice Creative

Berdasarkan survey yang telah dilakukan oleh penulis, terdapat sekitar 54.5% orang yang merlakan belasan juta uang untuk mengikuti war ticket Coldplay dengan alasan agar tidak ketinggalan tren yang ada atau “FOMO” dan artinya hanya sekitar 45.5% yang benar-benar menggemari band tersebut.

Banyak dari mereka yang mengisi survey tersebut merasa cukup kesulitan dalam memenuhi jumlah uang yang harus dibayarkan yang mana telah ditentukan oleh pihak panitia, belum lagi jika dari mereka yang terpaksa menggunakan jasa titip yang tentunya akan menambah jumlah pengeluaran dan tak jarang pula harga dari jasa tersebut bisa mencapai Rp500.000.

Teori Komunikasi untuk FOMO Fans

Berdasarkan data juga dipaparkan lebih dari 40% dari mereka meminta dana kepada orang tua secara cuma-cuma bahkan tak sedikit yang mengikuti pinjaman online. Rasa “FOMO” yang ada dalam tiap individu ternyata juga dapat merugikan diri sendiri dan terkadang rasa “FOMO” membuat individu tidak berpikir panjang, hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa kalangan yang rela melakukan pinjaman online atau pinjol dengan bunga yang sangat besar.

Dalam konteks “FOMO Fans” terdapat beberapa teori yang relevan, yakni:

  1. Teori Pemenuhan Kebutuhan
  2. teori Identitas Sosial

Setiap individu bisa mengidentifikasi diri terkait kelompok sosial, serta pengaruh sosial baik dalam dunia nyata maupun maya. Dalam hal ini, individu mendapat pengaruh di sekitarnya seperti banyak kelompok di sebuah tempat yang sedang memandangi laptop untuk membeli tiket atau biasa disebut dengan war ticket atau dengan hal kecil. Misalnya ada dua hingga tiga orang yang sedang membahas tentang band Coldplay.

Mengenal Rumah Adat Kasepuhan: Desain yang Unik Khas Jawa di Cirebon

Dengan demikian, terkait hal ke-“FOMO”an tersebut perlu ditinjau ulang apakah sesuai dengan kebutuhan atau hanya keinginan semata dan apakah kalian menjadi kelompok “FOMO Fans” atau benar sebagai penggemar sejati Coldplay?

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RC
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini