Urgensi RUU Keadilan Iklim sebagai Payung Hukum untuk Generasi Milenial

Urgensi RUU Keadilan Iklim sebagai Payung Hukum untuk Generasi Milenial
info gambar utama

Kegiatan pengelolaan SDA dapat berdampak pada kondisi lingkungan yang menjadi korban akan kegiatan ini, salah satunya yaitu terjadinya perubahan iklim atau yang lebih dikenal dengan sebutan climate change. Padahal sejak tahun 60an, setiap manusia di belahan dunia sudah mulai melakukan gerakan perbaikan lingkungan.

Pada tahun 60an, dimulai oleh Rachel Carson yang menulis buku Silent Spring pada tahun 62 yang menggemparkan dan disambut baik oleh dunia, yang mana buku ini membahas isu lingkungan sudah harus dapat dimasukkan ke dalam agenda tetap nasional di Amerika.

Gerakan isu lingkungan terus berproses dari tahun-ketahun, sehingga PBB pada 5 Juni 1972 (hari lingkungan hidup sedunia) yang bertepatan dengan hari pertama kegiatan Konferensi Stockholm tentang lingkungan hidup melalui United Nations Environment Programme (UNEP).

Gejala-gejala lingkungan hidup lain terus bermunculan sehingga PBB mengumpulkan lagi para pemimpin negara untuk memperkuat kembali komitmen mereka akan pentingnya perlindungan pelestarian lingkungan. Kulminasinya, terjadi Sepuluh tahun Rio Declaration, Majelis Umum PBB mengadakan lagi World Summit on Sustainable Development (WSSD) di Johannesburg, Afrika Selatan pada tahun 2002.

Konferensi yang di Rio de Janeiro, Brasil, Juni 1992 yang disebut sebagai konferensi Earth Summit. Terjadi kesepakatan oleh anggota PBB untuk menandatangani Konvensi tentang Perubahan Iklim United Nations Framework Convention on Climate Change, (UNFCCC).

Conference of the Parties (CoP) merupakan tindak lanjut dari kesepakatan ini yaitu, menyepakati Protokol Kyoto pada 11 Desember 1997 di Kyoto. Protokol ini pada intinya sepakat agar emisi gas-gas rumah kaca secara keseluruhan diturunkan 5% dibawah tingkat emisi tahun 1990 untuk dicapai dalam masa tahun 2000 – 2012.

Peran JCI Indonesia Dukung SDGs Zero Waste Zero Burning Guna Hadapi Perubahan Iklim

Pembahasan akan climate change yang terbaru terjadi di tahun 2022 di Mesir yaitu KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) COP 27 yang intinya negara-negara sepakat untuk mempersiapkan dana untuk kerusakan dan dan kerugian (loss and damage) untuk negara berkembang yang dilanda bencana perubahan iklim. Sehingga akibat dari hal ini, timbul persepsi dari kita bahwa selama ini kesepakatan CoP tidak cukup berhasil untuk mengurangi perubahan iklim yang terjadi di setiap negara.

Waktu yang ada sudah semakin menipis, ditambah dari laporan IPCC-6 yang dirilis tahun 2022 mengatakan dampak dari perubahan iklim akan semakin parah di tahun 2030 yang akan berdampak bagi kehidupan yang akan datang. Keseriusan dari pemerintah diberbagai negara seperti di Indonesia diharapkan membuat suatu aturan yang secara khusus mengatur akan keadilan iklim yang mana diharapkan mampu memasukkan prinsip-prinsip hukum lingkungan di dalamnya.

Prinsip Keadilan Antargenerasi

Salah satu prinsip yang sangat relevan dengan perkembangan hukum lingkungan internasional dan nasional yaitu Prinsip Keadilan Antargenerasi (The Principle of Intergenerational Equity) negara dalam hal ini harus melestarikan dan menggunakan lingkungan serta sumber daya alam bagi kemanfaatan generasi sekarang dan mendatang.

Tertuang dalam Prinsip 3 yang menyatakan bahwa pembangunan dilakukan dengan tetap memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa harus mengurangi atau bahkan menghilangkan kemampuan generasi mendatang.

Beberapa elemen kunci dari prinsip ini. pertama, Setiap masyarakat di dunia ini antara satu generasi dengan generasi lainnya berada dalam kemitraan (global partnership). kedua, Generasi kini tidak semestinya memberikan beban eksternalitas pembangunan bagi generasi berikutnya.

Ketiga, Setiap generasi mewarisi sumber-sumber alam dan habitat yang berkualitas dan mewariskannya pula pada generasi selanjutnya dengan mana generasi ini memiliki kesempatan yang setara dalam kualitas fisik, ekologi, ekonomi, dan sosial. Keempat, Generasi kini tidak boleh mewariskan generasi selanjutnya sumber-sumber alam yang tidak dapat dibarui secara pasti (eksak).

Indonesia Memimpin Pertemuan Menteri Keuangan Sedunia untuk Mengatasi Perubahan Iklim

Prinsip Keadilan Intragenerasi

Terdapat juga prinsip lain yang berkaitan dengan generasi, yaitu prinsip keadilan intragenerasi (The Principle of Intragenerational Equity). Keadilan intragenerasi merupakan keadilan yang ditujukan pada mereka yang hidup di dalam satu generasi.

Keadilan intragenerasi ini terkait dengan distribusi sumber daya secara adil, yang berlaku pada tingkat nasional maupun internasional. Lebih dari itu, di samping terkait dengan distribusi sumber daya dan manfaat/ hasil pembangunan. Konsep keadilan intragenerasi juga bisa dikaitkan dengan distribusi risiko/biaya sosial dari sebuah kegiatan pembangunan.

Selanjutnya, Prof. Ben Boer, pakar hukum lingkungan dari Universitas Sidney, menunjuk kepada gagasan bahwa masyarakat dan tuntutan kehidupan lain dalam satu generasi memiliki hak untuk memanfaatkan sumber daya alam dan menikmati lingkungan yang bersih serta sehat.

Edith Brown Weiss Profesor Hukum Internasional Francis Cabell Brown di Universitas Georgetown, membagi 4 (empat) tugas bagi generasi untuk menjaga agar terus tercipta keberlanjutan iklim. Pertama, menjaga sumber daya alam yang begitu beraneka ragam. Kedua, menjaga agar kualitas lingkungan tetap terjaga bagi generasi sekarang dan yang akan datang. Ketiga, menyediakan akses bisa (berupa aturan) bagi manusia untuk dapat menikmati lingkungan yang diwariskan dari generasi sebelumnya. Dan keempat, menjaga akses tersebut untuk dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang.

Seperti kutipan dari intro artikel diatas yang dikemukakan oleh bapak Otto Soemarwoto yang menitikberatkan pada manusia itu sendiri dalam bersikap apakah akan membawa perbaikan bagi lingkungan atau justru akan membawa malapetaka untuk lingkungan dan generasi yang akan datang.

Maka dari itu, sangat dibutuhkannya UU keadilan Iklim untuk segera dibahas, karena dengan adanya aturan ini dapat menjadi titik balik perbaikan lingkungan akibat climate change, karena dapat dijadikan sebagai landasan hukum utama (payung hukum) dan digunakan dalam jangka waktu yang lama bagi generasi yang akan datang.

Referensi:

  • M. Syarif Laode, dan Wibisana G. Andri, (2010), Hukum Lingkungan Teori, Legislasi dan Studi Kasus, Jakarta : Raja Grafindo.
  • Deni Bram, (2011), Perspektif Keadilan Iklim dalam Instrumen Hukum Lingkungan Internasional tentang Perubahan Iklim, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 No. 2.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RR
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini