Kisah Robusta, Kopi Penyelamat yang Kini Malah Kalah dari Arabika

Kisah Robusta, Kopi Penyelamat yang Kini Malah Kalah dari Arabika
info gambar utama

Cerita robusta bermula dari 150 biji kopi yang dibeli dari Belgia tahun 1900 an pada awal abad ke 20. Kopi ini pertama kali mendarat di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya untuk menggantikan arabika yang terkena hama karat daun.

Pada buku 100 Tahun Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Tahun 1911-2011 mencatat kisah robusta pertama kali ditanam di Kebun Soembar Agoeng (tenggara Kota Malang), setelahnya menyebar ke kebun Wringin Anom dan Kalibakar.

Bencana Hama Karat Daun yang Bawa Indonesia Jadi Surga Kopi Dunia

Setahun kemudian, giliran Kedirische Landbouw Vereeniging (gabungan pengusaha perkebunan di wilayah Kediri) mendatangkan bibit robusta. Kali ini, bibitnya dibagikan kepada 20 perusahaan perkebunan.

Pemerintah kolonial Belanda tidak mau kalah, pada waktu yang sama sebanyak 24 bibit kopi robusta dari Brussels, Belgia, juga ditanam di kebun percobaan pemerintah di Bagelan, Malang (lereng Gunung Kawi).

“Selanjutnya, lewat kolaborasi pemerintah dan swasta, robusta menyebar dan mengakar di sejumlah daerah di Tanah Air,” ucapnya yang dimuat kompas.

Kopi kelas dua

Kopi Robusta/Shutterstock
info gambar

Tetapi puluhan tahun kemudian, keberadaan bibit pioner itu tidak terlacak lagi. Robusta, sang penyelamat bahkan berstigma sebagai kopi kelas dua setelah arabika. Padahal dari total produksi kopi nasional 639.305 ton tahun 2016, sekitar 70 persen diekspor.

Dari total volume ekspor kopi itu, 90 persen merupakan jenis robusta. Bukan itu saja, berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 86 persen dari 1,2 juta hektare perkebunan kopi di Indonesia adalah robusta.

“Bahkan sekitar 2 juta petani bergantung pada kopi jenis ini,” paparnya.

Harumnya Kopi Specialty Indonesia Menyambangi Athena

Adi Haryanto, anggota Dewan Kopi Indonesia mengatakan produksi kopi Indonesia mencapai 11 juta karung (60 kilogram per karung). Sebanyak 40 persen di antaranya diserap pasar domestik dan 60 persen diekspor.

Dari total produksi itu, komposisi robusta mencapai 75 persen dan arabika 25 persen. Ekspor robusta bahkan mencapai 18,4 persen robusta global alias terbesar ketiga dunia. Walau dijelaskannya angka produksi yang stagnan.

“Produksi robusta Nusantara dikhawatirkan tak mampu lagi memenuhi kebutuhan pasar kopi. Jika tak diantisipasi, Indonesia bisa menjadi importir kopi dunia,” paparnya.

Perawatan yang khusus

Kopi Robusta/Shutterstock
info gambar

Pengamat ekonomi dan mantan Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi mengingatkan pemerintah agar jangan sampai salah mengurus perkopian nasional. Terutama pengembangan kopi robusta yang tak sama dengan arabika.

Berbeda dengan arabika yang menyasar pengembangan kopi spesial dan ala butik, robusta lebih banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri. Baginya perlu melihat pta pasarnya untuk pengembangan robusta.

Go Internasional! List Warung Kopi yang Sukses di Luar Negeri

Sementara itu penasihat kebijakan Menteri Koordinator Perekonomian, Lie Che Wei menilai kopi robusta punya peluang besar. Untuk memenuhi kebutuhan industri kopi dalam negeri saja selama ini belum mencukupi.

Sejumlah industri bahkan terpaksa mengimpor bahan baku robusta dari Vietnam yang juga menawarkan harga lebih murah. Bahkan dampak peningkatan suhu sekitar 50 persen lahan yang cocok untuk perkebunan kopi akan tereduksi, sehingga cocok dengan robusta.

“Itu sebabnya, para ahli memprediksi kopi robusta akan menjadi masa depan dan tulang perkopian. Kekuatan ini perlu dikembangkan,” pungkasnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini