Air Nira sebagai Cara Meredam Kepahitan Kopi Ala Masyarakat Nusantara

Air Nira sebagai Cara Meredam Kepahitan Kopi Ala Masyarakat Nusantara
info gambar utama

Kopi merupakan minuman yang terekam dalam sejarah peradaban negeri ini. Tetapi pada masa lalu, belum adanya teknologi membuat masyarakat mencari cara menikmati kopi terutama mengatur siasat untuk meredam rasa pahit.

Rosmina, seorang warga Desa Jambi Tulo, Kecamatan Maro Sebo, Muaro Jambi, Jambi biasa menuangkan kopi ke gelas lalu membagikan kepada tamunya. Minuman kopi ini spesial karena perlu melewati tradisi menderes batang pohon enau atau nira.

Kisah Robusta, Kopi Penyelamat yang Kini Malah Kalah dari Arabika

Selang satu atau dua jam, tertampunglah hasil tetesan air dari pohon itu ke dalam sebuah wadah. Sekilas lebih tampak seperti air kelapa. Sewaktu dicicip rasa manisnya segar dan alami, tetapi air tak segera diminum.

Rosmina perlu memanaskan air nira terlebih dahulu dalam ceret hingga mendidih. Air itulah yang digunakan untuk menyeduh bubuk kopi. Rasa kopi menjadi sedikit manis. Mereka menyebut minuman itu dengan nama kopi tuak.

“Mari dicicipi. Kopinya tebal, tetapi terasa ada sedikit manis alami, kan. Lebih segar,” ujar Rosmina yang dimuat Kompas.

Air nira demi meredam pahit

Rosmina menyatakan dibandingkan dengan gula aren atau gula merah, manisnya air nira memang lebih menyegarkan. Keberadaan batang pohonnya pun masih tersebar di desa sehingga tak sulit untuk warga mengolahnya.

“Setiap selalu dibutuhkan, airnya bisa langsung disadap dari pohon,” jelasnya.

Di Sumatra, air nira dan gula aren telah dimanfaatkan sebagai pemanis kopi, sebelum gula pasir. Pada kunjungannya ke Sumatra di abad 13, Marcopolo menuliskan catatan tentang tanaman enau atau pohon nira yang banyak tumbuh di dataran rendah pulau itu.

Bencana Hama Karat Daun yang Bawa Indonesia Jadi Surga Kopi Dunia

Masyarakat di Aceh meletakkan tempayan-tempatan di samping cabang-cabang pohon ini. Dalam sehari semalam, tempayan itu akan terisi. Minuman yang dihasilkan dari tempat itu sangat enak sekaligus sebagai obat yang serbaguna.

“Pohon yang dimaksud ternyata adalah nira,” jelasnya.

Cara menikmati

Selain di Aceh, nira dan kopi juga lekat dengan masyarakat adat Osing Banyuwangi. Untuk dinikmati bersama kopi, nira diolah secara khusus. Air sadapannya dimasak dalam kuali besar di atas tungku kayu hingga mendidih.

Setelah mengental, nira yang disebut dengan ketek banyu atau ketek semut ini dicetak bulat lalu disajikan sebagai pelengkap minum kopi. Minuman ini biasanya ada pada acara tertentu seperti pesta perayaan sadap nira.

Harumnya Kopi Specialty Indonesia Menyambangi Athena

Saat menyuguhkan kopi, warga akan mengeluarkan cangkir kopi kecil dan tipis yang menjadi warisan keluarga. Cangkir itu hanya dikeluarkan saat tertentu, seperti saat menerima tamu penting.

“Nira menjadi bagian dari kekayaan leluhur sedangkan kopi adalah tanaman yang awalnya dibawa Belanda ke Ijen pada abad ke 19,” jelasnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini