Pola Kehidupan Masyarakat Dusun Jurangjero dalam Perspektif Etika Sosial

Pola Kehidupan Masyarakat Dusun Jurangjero dalam Perspektif Etika Sosial
info gambar utama

Dusun Jurangjero termasuk dalam wilayah D.I. Yogyakarta, Kabupaten Gunung Kidul, Kepanewon Ngawen, Kalurahan Jurangjero. Dusun Jurangjero sendiri merupakan salah satu dari antara delapan dusun yang ada di Kalurahan Jurangjero, di antaranya yaitu Dusun Jambu, Dusun Kranggan, Dusun Purwareja, Dusun Nologaten, Dusun Kaliwuluh, Dusun Wonosari, Dusun Gambar Sari, dan Dusun Jurangjero.

Terdapat enam Rukun Tetangga dengan satu Rukun Warga dalam Dusun Jurangjero. Pola kehidupan masyarakat yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani dan buruh. Sejak dua sampai tiga terakhir, Kalurahan Jurangjero mulai merintis dan terus menggali akan potensi wisata alam religi dan budaya yang ada di dalamnya.

Faktanya memang dalam cakupan desa atau kalurahan, terdapat cukup banyak potensi lokasi mengenai wisata religi dan budayanya di tambah dengan sejarah desa dan dusun yang menarik sehingga diharapkan oleh pemerintah desa agar dapat menjadi income desa sebagai desa wisata di samping dari sektor lainnya.

Begini Gambaran dan Dampak El Nino bagi Ketahanan Pangan di Indonesia

Sektor pertanian dan peternakan Dusun Jurangjero dapat dikatakan dalam kondisi yang stagnan atau bahkan kurang terkondisikan. Banyaknya sawah yang masih menggunakan sistem tadah hujan, sumur dan perairan belum setiap individu mampu membuat, sehingga ketika musim kemarau tiba, masyarakat hanya mengandalkan hasil panen pada musim sebelumnya, dibantu dengan tanam-tanam tumbuhan yang entah akan berbuah atau tidak.

Kondisi yang demikian pula yang menjadi faktor pendorong oleh sebagian warga setempat untuk memulai usahanya sendiri, beberapa di antaranya ada ternak bibit lele, ternak bibit jangkrik, produksi kudapan tradisional, produksi kain batik, yang digunakan masyarakat sebagai kegiatan selama jeda antar musim panen. Sayangnya banyak di antara warga dengan lingkup pemasaran usahanya yang masih sempit dan hanya segelintir orang saja yang sudah mulai memperluas distribusi atas usahanya.

Kehidupan sosial masyarakat yang terus berkembang seiring kemajuan teknologi, perubahan zaman, sangat terasa di Kalurahan Jurangjero, terlebih untuk Dusun Jurangjero sendiri. Perubahan yang terlihat signifikan salah satunya ada pada sistem pengairan dusun. Di mana saat ini sudah memiliki PAMDES sebagai sumber pengairan utama untuk warga dan sangat membantu dalam kehidupan sehari-hari karena jika melihat 10 tahun ke belakang, warga hanya mengandalkan pengairan dari sumur yang ada di titik-titik tertentu saja di sekitar dusun.

Keunikan Arsitektur Gereja Merah yang Kembarannya Hanya Ada di Belanda

Kini dengan adanya pam-dusun yang dialirkan ke setiap RT kemudian rumah-rumah per warganya, masyarakat tidak perlu lagi mengantre agar mendapatkan air bersih yang hendak digunakan.

Sama halnya dengan dusun-dusun lainnya, budaya guyub rukun, gotong royong, beberapa upacara adat lainnya seperti Sadranan yang dilakukan setelah musim panen, tradisi Rasulan, bersih dusun yang dilaksanakan setiap beberapa minggu sekali masih dilestarikan oleh masyarakat Dusun Jurangjero.

Budaya Jawa yang masih sangat melekat di setiap individu masyarakatnya, dapat dilihat dari arsitektur rumah yang banyak menggunakan model joglo, pemasangan tokoh wayang di setiap atap rumah, menjadi salah satu hal yang menarik dari Dusun Jurangjero sendiri.

Terlepas dari masyarakat yang masih memelihara budaya setempat, terdapat gap antara masyarakat generasi muda dengan yang di atasnya, di mana generasi muda yang sudah mulai banyak terbiasa dengan bahasa Indonesia sehingga hanya segelintir pemuda yang masih bisa berkomunikasi dengan bahasa Jawa kepada sesepuh dusun. Hal ini menjadi sebuah isu yang mendesak untuk tetap melestarikan bahasa Jawa karena dengan bahasa Jawa perasaan yang tersampaikan lebih dalam, makna filosofis yang terkandung di dalamnya pun lebih mendasar.

Sebagaimana diketahui bahwa dalam bahasa Jawa sendiri terdapat tingkatan bahasa yang digunakan sesuai dengan siapa yang diajak berkomunikasi, dan hal tersebut pula yang sedang diusahakan oleh beberapa tokoh masyarakat dusun agar tetap melestarikan bahasa Jawa kepada anak-anaknya. Bukan bermaksud untuk mengesampingkan bahasa Indonesia, tetapi bahasa Jawa juga harus tetap dilestarikan oleh masyarakat Jawa sendiri.

Dalam praktisnya, etika sosial berperan sebagai pemeriksa kondisi sosial terkait norma yang kemudian dianalisis sehingga dapat mengubah permasalahan terkait, dengan menentukan solusi atas fenomena yang ada. Jika ditelaah dengan menggunakan etika sosial, kondisi masyarakat Dusun Jurangjero memiliki pola yang unik di mana masyarakatnya masih sangat kolektif atas dasar kepentingan masyarakat dan matriks yang dituju adalah masyarakat itu sendiri.

Membangun Jembatan Energi: Visi India Menuju Perdagangan Listrik dengan Asia Tenggara

Sebagaimana dilihat melalui pendekatan konteks sosial dan moral individu yang sangat mengedepankan kebersamaan, kerukunan, yang kemudian membentuk konteks sosial atas fenomena yang terjadi. Di Dusun Jurangjero sendiri, kebijakan dan pola masyarakat yang ada masih menjadi tanggung jawab atas institusi terdekat warga yakni Dukuh, RT dan RW, baru kemudian masyarakat sendiri yang akan memutuskan terkait nilai dan norma setiap individu.

Hal ini dapat dilihat melalui pertemuan rutin setiap RT dalam satu bulan, pertemuan rutin lainnya dalam kelompok yang berbeda, seperti kelompok tani, karang taruna, dsb. yang sekaligus digunakan sebagai media perekat antar warga.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

KN
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini