Begini Gambaran dan Dampak El Nino bagi Ketahanan Pangan di Indonesia

Begini Gambaran dan Dampak El Nino bagi Ketahanan Pangan di Indonesia
info gambar utama

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengumumkan bahwa 63 persen wilayah dari 699 zona musim di Indonesia, mulai memperlihatkan dampak El Nino. Semua pihak diimbau untuk bersiap-siap. Kepala BNPB bahkan sampai meminta masyarakat untuk menghemat penggunaan air bersih dari sekarang.

Di samping itu, pemerintah pun melakukan sejumlah cara untuk mengantisipasi krisis pangan dan ekonomi, mulai dari menyalurkan bantuan sosial (bansos), mengadakan pasar murah, impor beras, hingga menyiapkan lahan ratusan hektare.

Tak hanya Indonesia, tapi seluruh dunia tengah bersiap menghadapi ancaman ini yang digadang-gadang bakal mencapai puncak pada Agustus—September. Tapi, pergerakannya terus meningkat di bulan ini.

Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mencatat Juli sebagai bulan terpanas sepanjang 2023. Temperatur ini dipicu oleh gelombang panas di sebagian besar Amerika Utara, Asia, dan Eropa. Bersamaan dengan kebakaran hutan di sejumlah negara, termasuk Kanada dan Yunani. Melihat ini, WMO memperkirakan bahwa perkembangan El Nino akan semakin meningkat akhir tahun ini.

Semua narasi tentang El Nino terkesan mengkhawatirkan. Lantas, apa sebenarnya fenomena ini dan bagaimana kedatangannya bisa memicu krisis pangan di seluruh dunia?

RI Tak Khawatir El Nino, Ada 6 Provinsi Bakal Jadi Juru Selamat

Apa itu El Nino?

Istilah El Niño yang dalam bahasa Spanyol berarti Anak Laki-laki, merupakan fenomena alami pemanasan suhu permukaan laut secara berkala di wilayah tengah dan timur Samudra Pasifik.

Selama kondisi normal di Samudra Pasifik, angin pasat bertiup ke barat sepanjang ekuator, membawa air hangat dari Amerika Selatan menuju Asia. Untuk menggantikan air hangat itu, air dingin naik dari kedalaman, proses ini disebut upwelling.

El Nino dengan rekannya La Niña, hadir sebagai dua pola iklim berlawanan yang merusak kondisi normal tersebut. Panel sains Climate.gov mengumumkan La Nina telah berakhir pada 9 Maret lalu setelah satu setengah tahun menyerang bumi. Kini, era El Nino dimulai.

Ilmuwan menyebut peristiwa ini sebagai siklus El Nino-Southern Oscillation (ENSO). Keduanya biasa terjadi selama 9-12 bulan dalam kurun waktu dua hingga tujuh tahun.

El Nino ditemukan oleh Nelayan Amerika Selatan yang pertama kali melihat periode air hangat tidak biasa di Samudera Pasifik pada 1600-an. Mereka memberi nama lengkap El Niño de Navidad yang berarti Anak Natal karena puncaknya berlangsung sekitar bulan Desember.

Sorgum, Pangan Lokal Penjaga Ketahanan Pangan Masyarakat NTT Di Tengah Krisis Iklim

Dampak El Nino terhadap cuaca di Indoesia dan Dunia

Peristiwa El Nino membawa cuaca yang lebih panas dan kering ke tempat-tempat seperti Brasil, Australia, dan Indonesia, sehingga meningkatkan risiko kebakaran hutan dan kekeringan. Sementara di tempat lain, misalnya Peru dan Ekuador, curah hujan malah tinggi dan menyebabkan banjir.

El Nino juga berdampak kuat pada kehidupan laut di lepas pantai Pasifik, menurut Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOOA) Amerika Serikat (AS). Selama El Nino berlangsung, upwelling melemah atau berhenti total. Tanpa nutrisi dari dalam, jumlah fitoplankton di lepas pantai akan menurun drastis. Kondisi ini bakal memengaruhi ikan yang memakan fitoplankton dan pada akhirnya memengaruhi semua pemakan ikan.

Peru, misalnya, baru-baru ini menyatakan bahwa mereka menangguhkan panen ikan teri untuk musim pertama. Hal ini terakhir kali terjadi pada 2014/2015.

RI Jadi Anggota Dewan Badan Pangan dan Pertanian PBB, Tugas Berat Menanti

Bagaimana El Nino memicu krisis pangan?

Kekeringan parah akibat El Nino dapat menyebabkan gagal panen, namun dampaknya secara global cukup kompleks dan beragam. Peristiwa ini akan sangat memukul kelompok rumah tangga miskin dan pedesaan yang secara intrinsik bergantung pada iklim dan pertanian.

El Nino akan menyebabkan penurunan global dalam pertumbuhan ekonomi yang dapat bertahan selama bertahun-tahun. Kemerosotan juga terjadi pada produksi tanaman pokok utama, seperti gandum, beras, jagung, dan kedelai. Demikian pernyataan Cary Fowler, Utusan Khusus Departemen Luar Negeri untuk Kerawanan Pangan Global AS.

Dalam taraf sedang saja, El Nino dapat memengaruhi tanaman di wilayah yang terkonsentrasi secara geografis, misalnya kelapa sawit, terutama Indonesia dan Malaysia, tulis David Ubilava, Associated Professor dari Universitas Sydney.

Di beberapa wilayah, masalah ketersediaan pangan akibat El Nino dapat menimbulkan masalah sosial yang lebih serius, misalnya kelaparan dan konflik agro-pastoral. Ditambah lagi, Rusia menghentikan ekspor gandum ke seluruh dunia. Kondisi ini berkemungkinan akan memperparah krisis pangan di berbagai negara, terutama Afrika Selatan, Amerika Tengah, dan Asia Tenggara.

Itulah alasan pemerintahan Presiden Joko Widodo menyalurkan bantuan sosial (bansos) beras, sebagai salah satu upaya mengantisipasi kesusahan masyarakat dalam menghadapi ancaman El Nino.

Anggaran Bertambah Rp8 Triliun, Bansos Beras Lanjut sampai Akhir 2023

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Afdal Hasan lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Afdal Hasan.

AH
MS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini