Ragam Alat Musik Tradisional Sulawesi Tenggara yang Dahulu Pernah Populer

Ragam Alat Musik Tradisional Sulawesi Tenggara yang Dahulu Pernah Populer
info gambar utama

Sulawesi Tenggara tidak hanya punya Taman Nasional Wakatobi yang indah, tapi juga kesenian. Provinsi dengan ibu kota Kendari ini memiliki beragam alat musik tradisional yang menarik untuk dikulik.

Salah satu alat musik yang masuk ke dalam daftar di bawah ini, bahkan sudah ada sejak 1000 tahun sebelum Masehi (SM). Zaman dahulu, alat musik di Sulawesi Tenggara, tak hanya digunakan sebagai hiburan, tapi juga iringan ritual upacara yang dianggap sakral.

Berikut telah dirangkum empat alat musik tradisional asal Sulawesi Tenggara

1. Lado-lado

Lado-lado merupakan alat musik petik tradisional dari Sulawesi Tenggara yang bentuknya mirip gitar dan gambus. Terbuat dari kayu, lado-lado dilengkapi dengan empat buah dawai atau senar yang diikatkan ke kayu berbentuk oval di bagian bawah.

Lado-lado juga memiliki pemutar kayu di bagian atasnya untuk mengatur ketegangan senar supaya dapat menghasilkan nada yang merdu. Lado-lado dimainkan dengan cara digesek seperti biola. Biasanya, alat musik ini dimainkan untuk mengiringi upacara adat dan hiburan oleh masyarakat Sulawesi Tenggara. Namun, sekarang sangat jarang terlihat orang memainkan lado-lado. Alat ini hanya dapat ditemukan di museum.

Menengok Keunikan Rumah Adat Sulawesi Tenggara, Banua Tada si Rumah Siku

2. Kanda-kanda wuta

Alat musik Kanda-kanda Wuta adalah alat musik tradisional milik masyarakat suku Tolaki yang berada di Desa Meluhu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.

Dalam bahasa Tolaki, Kanda berarti gendang, sedangkan Wuta artinya tanah. Jadi, alat musik ini berbentuk gendang yang terbuat dari tanah dan dimainkan dengan cara dipukul.

Kanda-kanda wuta atau Dimba Wuta sudah ada sejak abad ke- 5. Masyarakat suku Tolaki dahulu memainkannya untuk melakukan acara atau ritual sangkral. M isalnya sebagai iringan tari lulo pada upacara ritual penentuan masa tanam padi atau biasa dikenal dengan istilah pra tanam dan pasca panen.

Keberhasilan panen akan ditentukan oleh apa yang mereka temukan di dalam lubang tanah Kanda-Kanda Wuta, setelah dilakukan ritual dan disimpan selama tiga malam. Jika di dalam lubang terdapat anai, itu dianggap menandakan panen akan berlimpah. Tapi, kalau ditemukan banyak serangga, maka panen tidak akan berhasil.

Selain itu, Kanda-kanda Wuta dahulu juga digunakan pada ritual mohoakoi. Dukun akan menggunakan Kanda-kanda Wuta sebagai media komunikasi dengan para leluhur untuk meminta menghilangkan musibah dan penyakit yang terjadi pada masyarakat.

7 Makanan Khas Sulawesi Tenggara yang Otentik dan Patut untuk Dicoba

3. Baasi

Baasi dalam bahasa Toloaki berarti musik bambu. Tidak ada catatan pasti kapan alat musik ini pertama kali dibuat. Namun, Baasi dipercaya pertama kali diperkenalkan oleh masyarakat asli Kendari, yakni Suku Toloaki Mekongga.

Pada era 1970-an, Baasi pernah menjadi alat musik populer, terutama di Sulawesi Tenggara. Namun, seiring perkembangan zaman dan kehadiran alat musik modern, memudarkan ketenaran alat musik bambu.

Baasi biasanya terbuat dari bambu betung (Dendrocalamus asper), masyarakat lokal menyebutnya bambu koenua bonda. Pemilihan bambu diperlukan untuk menghasilkan kualitas suara terbaik. Batang bambu harus memiliki diameter 10-17 sentimeter (cm), yang kemudian dipotong-potong dengan panjang sekitar 40 cm.

Bambu yang telah dipotong kemudian diberi lubang dan dikeringkan. Setelah itu, potongan bambu tersebut diberi lilitan rotan. Biasanya, satu set Baasi terdiri dari 10 buah bambu yang memiliki ukuran berbeda-beda di setiap lubang pada bagian pangkalnya, sehingga menghasilkan nada suara yang berbeda.

Sebuah Baasi bisa memiliki satu atau dua badan. Secara umum, nada yang dihasilkan Baasi berjenis suara tenor dan bass. Baasi biasa digunakan sebagai instrumen untuk mengiringi nyanyian atau tari tradisional bersama dengan alat musik lain, seperti seruling dan gendang. Namun, alat musik ini juga bisa dimainkan dalam pertunjukan seni musik tunggal, tanpa iringan alat musik lainnya.

4. Dimba Nggowuna

Dimba Nggowuna terbuat dari bambu dan rotan. Zaman dulu, alat musik ini biasanya dimainkan oleh perempuan sebagai sarana hiburan ketika selesai membuat tenunan atau beristirahat kerja. Hal tersebut bertujuan agar mereka tidak jenuh dengan pekerjaannya. Dimba Nggowuna dimainkan dengan cara dipukul.

Alat musik suku Tolaki ini diyakini sudah ada sejak zaman Neolitikum, sekitar 1.000 sampai 2.000 SM. Ukurannya yang berkisar 40–45 cm. Dimba Nggowana merupakan perwujudan dari seni musik leluhur yang mempunyai bunyi khas dari setiap petikannya. Modernisasi mengakibatkan alat musik ini perlahan ditinggalkan masyarakat.

Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Destinasi Ekowisata Sulawesi Tenggara

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Afdal Hasan lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Afdal Hasan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini