DJP Pisah dari Kemenkeu, Pro atau Kontra?

DJP Pisah dari Kemenkeu, Pro atau Kontra?
info gambar utama

Secara garis besar, terdapat 2 (dua) model kelembagaan yang dianut negara di dunia, antara lain: SARA (Semi-Autonomous Revenue Authority) dan Non-SARA (Non-Semi-Autonomous Revenue Authority).

SARA diartikan sebagai otoritas perpajakan suatu negara yang terpisah dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), seperti Amerika Serikat, Singapura, Australia, China, Finlandia, India, Jepang, Malaysia, Italia, Turki, Inggris, dan masih banyak lagi.

Sedangkan Non-SARA diartikan sebagai otoritas perpajakan suatu negara yang berada di bawah naungan Kemenkeu, seperti Austria, Estonia, Jerman, Israel, Meksiko, Filiphina, Thailand, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, Indonesia menganut model Non-SARA (Non Semi-Autonomous Revenue Authority), yaitu DJP yang berada di bawah naungan Kemenkeu.

Baru-baru ini, isu terkait reformasi perpajakan kembali mencuat. Salah satunya mengenai usulan pemisahan DJP dan Kemenkeu. Terungkapnya kasus sejumlah aparatur negara bidang perpajakan yang menimbun kekayaan tidak wajar telah menjadi dorongan dalam sistem perpajakan untuk beralih ke model SARA.

Mengunjungi Bukit Kasih, Objek Wisata yang Tawarkan Spirit Religiusitas

Realitanya, kebijakan pemisahan DJP dari Kemenkeu telah dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) tahun 2015. Sesuai pasal 95, penyelenggaraan tugas pemerintahan di bidang perpajakan dilaksanakan oleh lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, DJP akan dilebur menjadi satu lembaga otonom yang dikenal dengan nama Badan Penerimaan Negara (BPN), serupa dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia.

Beberapa manfaat dari penerapan model SARA adalah penggunaan sumber daya publik yang lebih efisien karena adanya kebebasan dalam pengangkatan dan pemberhentian karyawan, kebijakan upah, depolitisasi administrasi pajak, peningkatan kredibilitas perpajakan dan pemerintah, peningkatan pelayanan terhadap wajib pajak, serta etos kerja yang lebih baik dan perubahan budaya administrasi ke arah yang lebih baik.

Apabila bercermin dari negara luar, telah banyak yang berhasil melakukan peralihan sistem perpajakan dari model Non-SARA ke model SARA. Keberhasilan ini dapat dilihat dari tingkat efektivitas pengelolaan perpajakan. Adanya wewenang yang besar dalam model SARA membuat otoritas pajak dapat menjalankan fungsi kelembagaan dan administrasi yang lebih baik.

Misalnya, Peru dengan nama lembaga pajak SUNAT (Superintendencia Nacional de Administracion Tributaria). SUNAT memiliki kewenangan dalam rekrutmen karyawannya, baik menunjuk maupun memberhentikan tanpa perlu berkonsultasi dengan entitas sektor publik lainnya. Hal serupa juga diterapkan di Kenya dengan nama lembaga pajak KRA (Kenya Revenue Authority).

Konferensi Indonesia Mountain Tourism 2023, Jadikan RI Pusat Wisata Petualangan Dunia

KRA melakukan peningkatan kualitas kinerja karyawan dengan cara promosi berbasis prestasi dengan peningkatan gaji sebagai terobosan dari kebijakan sebelumnya dalam upaya meningkatkan motivasi kerja dan pengurangan staf lebih dari 30% dalam lima tahun yang didasarkan pada tingkat kinerja yang buruk dan tindakan disipliner.

Terlepas dari hal tersebut, tentunya peralihan menuju model SARA tak luput dari tantangan yang dihadapi. Pertama, diperlukan regulasi yang kuat dalam mengatur hubungan antara SARA dengan kementerian/lembaga lain yang terkait sehingga mendorong sinergi kelembagaan yang memungkinkan kerja sama yang efektif.

Kedua, membutuhkan pemimpin yang kuat dengan integritas, profesionalisme, dan pemahaman tentang isu-isu yang ada karena akan menjadi nahkoda dalam reformasi kelembagaan dan perlu bekerja sama dengan lembaga-lembaga lain yang terkait. Ketiga, dana yang memadai dan kontrol penuh terhadap sistem kepegawaian. Keempat, menciptakan sistem kelembagaan yang transparan, akuntabilitas dan anti korupsi.

Realitanya, akan sulit untuk melakukan transformasi kelembagaan dengan menggunakan model SARA tanpa adanya political will yang baik dari pemerintah. Hal ini dikarenakan peralihan model SARA membutuhkan dukungan dari semua pihak, baik pemerintah, parlemen, dunia usaha, maupun masyarakat.

Untuk mendukung hal tersebut, terdapat banyak aspek penting yang harus dikaji dan dijadikan instrumen keberhasilan dalam reformasi sistem perpajakan di Indonesia. Maka dari itu, hanya masyarakat sendiri yang dapat menentukan apakah Pro dan Kontra terhadap adanya usulan pemisahan DJP dari Kemenkeu dengan beberapa pertimbangan di atas.

Mau Nonton MotoGP Mandalika 2023? Simak Jadwal dan Info Tiketnya

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

YS
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini