Tradisi Panjang Mulud, Perayaan Maulid Nabi Warisan dari Sultan Banten

Tradisi Panjang Mulud, Perayaan Maulid Nabi Warisan dari Sultan Banten
info gambar utama

Ketika bulan Rabiul Awal, beberapa daerah di Banten akan menggelar tradisi panjang mulud. Tradisi ini untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW yang memang tak lepas dari sejarah Kesultanan Banten.

Masyarakat Banten menyebut definisi dari panjang adalah tempat untuk menyimpan telur dan berkatnya. Sementara mulud adalah nama bulan yang disandarkan kepada bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Ada juga pengertian panjang mulud yaitu arak-arakan dan iring-iringan berkat dan telur yang memanjang dan biasa diperingati pada bulan mulud. Kemudian juga ada yang menyebutnya pajangan yang terdiri dari berkat, telur yang terkait Maulid Nabi Muhammad SAW.

Tradisi Coko Iba, Acara Maulid untuk Pererat Kerukunan Antar Agama

Tetapi terlepas dari hal itu, panjang mulud merupakan tradisi peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang berupa hiasan telur, hiasan panjang dengan berbagai pernak-perniknya yang di dalamnya ada nasi berkat.

Dalam tradisi tersebut ada pembacaan zikir, berzanzinya, dan lain-lainnya. Bahkan dalam pelaksanaannya pun panitia mengambil panjang mulud dari rumah-rumah warga yang sudah siap menyerahkan sedekahnya untuk dibawa ke musala atau masjid.

Tradisi panjang

Tradisi panjang mulus ternyata sudah lama berlangsung secara turun temurun, tetapi belum banyak yang menulisnya. Bahkan catatan mengenai sejarah tradisi Maulid Nabi Muhammad ini telah bermula sejak Kesultanan Banten.

Ditulis oleh Halwany Michrab dan A Mudjahid Chudori dalam bukunya yang berjudul Catatan Masa Lalu Banten disebutkan bila asal usul tradisi panjang mulud dimulai pada masa Sultan Banten yang ke empat yaitu Sultan Abdul Mafakhir Mahmud Abdul Qadir.

Sosok yang dikenal dengan nama Sultan Kenari ini mengirimkan tiga utusannya ke Mekkah pada tahun 1633 atau 1634. Sultan Kenari mengutus beberapa pembesar istana Kesultanan Banten untuk menunaikan ibadah haji.

Pesta Besar Maulid Nabi SAW di Aceh Simbol Keakraban dengan Kesultanan Turki

Pada 1638, ketiga utusan ini kembali ke Banten dengan membawa oleh-oleh yang diberikan oleh Syarif Mekah. Ketika mereka kembali ke Banten, mereka disambut dengan sangat meriah dengan upacara kenegaraan.

“Setiap orang telah siap di tempatnya masing-masing. Sultan duduk bersama pengiringnya di Srimanganti. Adapun yang menerima surat dari Syarif Mekkah adalah Ki Pekik, di atas kapal. Ketika kapal akan merapat, kemudian ditembakan meriam sebelas kali,” tulis Khoirul Umam Albantani dalam Alif.

Dapatkan mandat

Jemmy Ibnu Suardi dalam tulisannya yang berjudul Perayaan Maulid di Banten, Tradisi Resmi Kesultanan Banten, Sultan Kenari merupakan raja pertama di Nusantara yang mendapatkan gelar dan legalitas dari Kesultanan Turki Usmani.

“Dan Sultan Kenari diberikan otoritas untuk bisa melantik sultan-sultan yang ada di Nusantara,” ucapnya.

Lebih lanjut, pada naskah kuno sejarah Banten disebutkan bahwa pada tahun 1638, utusan yang pulang dari Mekah itu membawa kitab-kitab keilmuan Islam, simbol-simbol kekuasaan Islam seperti panji Nabi Ibrahim AS, kiswah Ka'bah, tapaK suci Nabi Muhammad SAW.

Ini Dia Sejarah Tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW

Lebih dari itu, Kesultanan Banten mendapatkan mandat dan otoritas dari Syarif Mekah untuk melaksanakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW setiap tahun. Maka sejak itu secara resmi maulid nabi dijadikan tradisi resmi Kesultanan Banten.

“Dan menjadi tradisi masyarakat di Nusantara, terutama di Banten hingga saat ini,” pungkasnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini