Kiprah Narman, Pemuda Baduy Yang Melaju Lampaui Keterbatasan Aturan Adat

Kiprah Narman, Pemuda Baduy Yang Melaju Lampaui Keterbatasan Aturan Adat
info gambar utama

#kabarbaiksatuindonesia Sejak mengenal internet pada tahun 2009 silam, rasa keingintahuan Narman tentang internet terus meroket tajam. Pria yang tidak pernah mengenyam bangku pendidikan ini bahkan mengetahui internet melebihi kemampuan orang seusianya yang bersekolah. Ia tidak menjadikan keterbatasan tersebut mengkungkungnya sehingga terus terbatas dalam ketidaktahuan.

Terlahir menjadi salah satu generasi Suku Baduy yang kental dengan adat yang menolak sentuhan modernisasi ke dalam seluruh sisi kehidupan, tidak membuat pria kelahiran 1989 ini menerima begitu saja takdir tersebut. Kiprah Narman dimulai pada tahun 2016, saat pemerintah daerah menggelar festival Baduy.

Kala itu, Narman ikut serta membuka stan dengan produk handmade yang dipinjamnya dari tetangga. Saat itu tujuan Narman hanya satu, yaitu untuk membantu memasarkan dan mempromosikan produk lokal yang diproduksi masyarakat adat yang memang hidup jauh di pelosok dan kesulitan dalam mengakses pasar untuk menjual produk-produk mereka.

“Akses ke pasar bagi pengrajin itu agak susah, sedangkan saya melihat di daerah saya terutama di kampung saya itu banyak pengrajin. Ada tenun, pintal dan sebagainya itu mereka kesulitan memasarkan produknya. Kebanyakan mereka menanti kedatangan pengunjung saja,” kenang Narman.

Pada 2016 itulah yang menjadi titik balik Narman dalam membantu pengrajin di kampungnya. Meski tinggal di Baduy, Narman tidak pernah tertinggal informasi karena ia gemar membaca. Pada saat itu, Narman membaca bahwa orang-orang telah menggunakan beragam media sosial dan salah satu yang paling banyak digunakan adalah instagram.

Narman lalu memilih instagram dan mulai memasarkan produk-produk masyarakat kampungnya di instagram. Tidak disangka, produk yang sebelumnya susah dipasarkan menjadi lebih gampang karena mencakup pemasaran yang lebih luas. Seiring berjalannya waktu, Narman terus mengepakkan sayapnya dalam menjual produk masyarakat Baduy dengan memanfaatkan internet. Selain instagram, hampir seluruh marketplace dimanfaatkan oleh Narman.

Baduy Craft | Foto: Baduy Craft/www.instagram.com/baduycraft
info gambar

Sejak saat itu, Narman terus serius menggarap Baduy Craft dan dengan penuh kesadaran akan kelebihan berbisnis secara daring dapat menjangkau pasar yang lebih luas dibandingkan harus menunggu pembeli datang ke Baduy yang tidak dapat dipastikan kapan akan datang.

Tidak kecil, dampak terhadap perekonomian masyarakat sekitar terus menanjak naik seiring dengan Narman menjangkau pasar yang lebih luas. Pada tahun 2017 hingga 208 Narman terus giat mengikuti event dan pameran yang diadakan di Jabodetabek karena Narman melihat gelaran tersebut potensial untuk produk jualannya.

“Awalnya saya bayar dan daftar sendiri, di beberapa event ada juga yang membantu saya untuk membuka stan disana, selain di sosmed saya berhasil memasarkan produk di pameran dan ketemu konsumen langsung yang membuat eksposur dan orang banyak tau tentang produk-produk Baduy. Orang juga bilang produk Baduy bagus-bagus dan itu kebanggan buat saya,” ujar Narman.

Impian kecil Narman yang hanya sekadar ingin membantu produk handmade masyarakat Baduy agar dapat dikenal, kini telah meluas dan tidak sedikit yang terbantu atas inisiatif Narman pada tahun 2016 lalu.

Narman dan Hasil Kerajinan dari Pengrajin Suku BaduyBaduy Craft | Foto: Baduy Craft/www.instagram.com/baduycraft
info gambar

“Respon sangat positif dan makin banyaknya masyarakat yang terbantu. Nggak cuma 1-2 orang, waktu program didaftarkan itu ada 30an orang yang terlibat sebagai pemasok pengrajin dan mereka senang karena dengan begitu mereka bisa menyalurkan hobi dan kegiatan kreatif mereka karena tidak semua punya kesempatan memasarkan produk,” imbuh Narman.

Dalam wawancara yang dilakukan GNFI pada Selasa (3/10) lalu, sosok Narman kini adalah sosok dari hasil yang telah ditempa beberapa tahun lalu. Narman yang dilihat kini adalah sosok yang bisa bangkit dari banyaknya dinamika 8 tahun silam, namun ia tetap tidak melupakan perjuangannya yang tidak mudah hingga akhirnya sampai di titik ini.

“Saat awal memulai, saya mendapat teguran dari tokoh adat bahwa yang saya lakukan memang bagus dan diingatkan bahwa saya tidak boleh pakai HP atau teknologi. Tapi saat itu saya sampaikan bahwa saya menyadari betul memang tidak boleh, tapi saya katakan bahwa saya ambil sisi positif dengan mencoba memanfaatkan, bukan buat gaya-gayaan. Saya katakan juga tidak berencana ikut ke dunia luar dan saya akan terus menjadi masyarakat Suku Baduy, sehingga kalau ada langkah yang nggak baik nggak saya ambil,” ujarnya disisipi senyum simpul.

Selain mendapat teguran dari tokoh adat, Narman juga mengalami tantangan yang tidak mudah dalam menjalankan bisnisnya. Sinyal adalah salah satu momok persoalan yang tidak dapat dihindari, untuk mensiasati itu Narman harus berjalan kaki berkilo-kilo meter untuk bisa mendapatkan sinyal.

Pada saat itu, Narman harus berjalan kaki menuju terminal agar dapat mengakses sinyal dan mengupdate konten di marketplace, selagi mengupdate konten ia juga harus membalas pesan dari kostumer.

Tidak sampai disitu, permasalahan lain juga timbul yaitu manajemen produksi. Umumnya, masyarakat hanya memproduksi 1 motif dengan maksimal 5 buah saja, ketika Narman mendapat orderan di atas itu, Narman mengalami kesulitan karena setiap pengrajin menghasilkan produk dengan kualitas yang berbeda.

“Tapi kita bisa jelaskan ke pelanggan bahwa setiap produk belum tentu sama kualitasnya, karena tangan pengrajin beda-beda,” ujarnya.

Selain hal-hal teknis, ada pula hal diluar kendali Narman yaitu saat pandemi Covid-19 lalu. Narman mengaku penjualan produk Baduy Craft anjlok pada masa pandemi karena rata-rata pelanggan Baduy Craft adalah orang-orang yang menggunakan barang Baduy Craft pada kegiatan tertentu.

Keterbatasan Narman dalam mengakses internet dan dunia luar membuat Narman sedikit tertinggal dalam mengikuti tren media sosial. Narman yang awal mulanya menggunakan facebook dan instagram untuk berjualan, kini kedua media sosial tersebut sudah banyak fitur yang dapat dimanfaatkan yang belum mampu dimaksimalkan oleh Narman.

“Setelah pandemi ketika saya mulai lagi dengan sistem yang saya mampu, ternyata sulit menemukan perhatian publik karena sekarang algoritmanya sudah berbeda. Sekarang lebih banyak video pendek sedangkan saya belum bisa membuat konten viral seperti itu karena tidak cocok dengan adat dan tradisi saya, jadi saya agak dilema,” kata dia.

Meski begitu, saat ini Narman terus berusaha untuk memecahkan tantangan tersebut tanpa merusak adat dan tradisi Suku Baduy. Upaya Narman membuka jalan baru bagi masyarakat Suku Baduy mempromosikan produk kerajinan tangan membawa Narman dianugerahi Satu Indonesia Award di bidang Kewirausahaan pada tahun 2018 dengan julukan Pembuka Cakrawala Baduy.

“Ketika berhasil dan tembus keluar dan diketahui masyarakat Indonesia dan dunia harapannya saya bisa lebih berdampak dan positif untuk masyarakat Baduy keseluruhan,” pungkas Narman.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

WW
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini