Anjani Penggiat Usaha Batik Bantengan

Anjani Penggiat Usaha Batik Bantengan
info gambar utama

Berwirausaha seringkali berfokus kepada hasil atau laba yang diperoleh. Jarang sekali kita menemukan usaha yang lestari, yang selain berfokus pada hasil juga berfokus pada dampak sosial maupun budaya. Semangat wirausahawan untuk membangun bisnis lestari tentunya harus didukung karena memiliki dampak positif yang signifikan, tidak hanya pada individu yang menjadi wirausaha atau pebisnis, tetapi juga pada masyarakat dan ekonomi secara keseluruhan. Oleh karena itu, Grup Astra mendukung dengan berperan aktif memberikan kontribusi dalam meningkatkan kualitas masyrakat Indonesia melalui Karsa, cipta, dan karya terpadu dalam produk dan layanan karya anak bangsa, insan astra yang unggul, serta kontribusi sosial yang berkelanjutan untuk bisa memberikan nilai tambah pagi kemajuan Indonesia. Apresiasi Astra diberikan kepada Anak Bangsa yang telah berkontribusi untuk mendukung terciptanya kehidupan berkelanjutan melalui berbagai bidang, salah satunya yaitu kewirausahaan. Penerima apresiasi tingkat nasional diberikan dana bantuan kegiatan sebagai pembinaan kelangsungan usahanya.

Salah satu usaha yang jarang di kembangkan yaitu batik. Batik merupakan kain corak khas yang berasal dari Indonesia, dan menjadi salah satu keajaiban budaya yang ada. Hal tersebutlah yang membuat Anjani Sekar Arum yang berasal dari Jawa Timur mengangkat Kembali batik khas lereng pegunungan Jawa Timur (Bromo-Tengger-Semeru, Arjuno-Welirang, Anjasmoro, Kawi, dan Raung-Argopuro) agar lebih dikenal oleh masyarakat. Nama batik tersebut adalah Batik Bantengan Pulang yang ada sejak masa kerajaan Singasari. Batik Bantengan Pulang memiliki seni budaya yang erat kaitannya dengan pencak silat. Saat ini, batik Bantengan sendiri berkembang di wilayah Batu, Desa Bumiaji, Jawa Timur. Salah satu yang dengan giat menghidupkan Bantengan adalah Agus Tubrun, pendiri kelompok budaya Bantengan Nuswantara dan ayah dari Anjani Sekar Arum. Sama seperti sang ayah, Aanjani memiliki komitmen kuat untuk melestarikan Batik Bantengan.

Tapak Langkah Bangsa Persia yang Terekam dalam Kebudayaan Nusantara

Anjani sendiri merupakan salah satu mahasiswa Jurusan Seni dan Desain Universitas Negeri Malang. Ketertarikan dengan unsur budaya Bantengan sering dia sebutkan di setiap tugas kuliahnya. Hingga dosen memanggilnya “si gila bantengan”. Selepas kuliah, Anjani memilih mengembangkan batik dengan motif Bantengan, dengan mendirikan sanggar galeri di sekitar alun-alun kota Batu pada tahun 2014. Kegiatan tersebut terus berkembang, hingga 2018 dilakukan pemindahan sanggar dan sekarang bertempat di Desa Bumiaji.

Anjani awalnya tidak pandai dalam membatik. Maka, dia berusaha untuk mempelajari mengenai batik dengan berangkat ke Yogyakarta dan Solo untuk mempelajari Teknik pewarnaan batik selama satu bulan Bersama rekan kuliahnya. Usaha tersebut membuatnya sering bolak-balik perjalanan pulang dari kota dari Batu-Yogyakarta dan Batu-Solo pun masih Anjani jalani. Kerja keras tersebut pun tidak sia-sia, skripsinya sukses membahas batik dan mendapatkan nilai tinggi, hingga dirinya ditawari beasiswa S2 dan posisi dosen, namun ditolak karena ingin focus mengembangkan dan melestarikan Batik Bantengan.

Cita-cita Anjani tercapai pada tahun 2014, pameran tunggal di Galeri Raos, berjalan sukses, dan karya-karyanya dihargai tinggi dan habis terjual. Bahkan, Dewanti Rumpoko (istri Walikota Batu periode 2007-2017, Eddy Rumpoko) mengangkat Batik Bantengan menjadi batik khas Batu. Anjani pun semakin gigih mengangkat batik Bantengan dan mengembangkannya. Hingga saat ini, batik bantengan sudah dipamerkan didalam dan di luar negri (Ceko, Taiwan, Malaysia, Singapura, dan Australia). Walaupun begitu, perjuangan Batik Bantengan Anjani Sekar Arum masih berkembang di tingkat akar rumput. Usaha Anjani melestarikan budaya dengan mengangkat derajat ekomoni para pembatik muda yang mengantarkan dirinya menjadi Penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards di kategori Kewirausahaan pada tahun 2017.

Anjani merasa apresiasi di bidang kewirausaahaan dengan pendekataan wirausaha dirasa tidak masuk akal. Bagaimana mungkin bisnis berjalan dengan menghasilkan 10% laba dari setiap karya? Mungkin hal tersebut membuat banyak pihak mempertanyakan, namun buktinya menunjukkan bahwa semua itu mungkin untuk terwujud. Anjani sendiri tidak mengambil laba atau memikirkan soal laba yang dihasilkan galeri dan sanggarnya. Anjani lebih senang disebut sebagai seniman, karna menurutnya seniman sudah pasti menjadi seorang pegiat kegiatan sosial yang memberikan dampak bagi sekitar. Menurutnya, tidak ada seniman komersil, membantu orang tidak harus dengan hanya memberi uang, tapi bagaimana kita bisa menyenangkan hati dan membuat orang lain bisa bermanfaat bagi sekitarnya.

#kabarbaiksatuindonesia

Belajar Cinta Indonesia dengan Balok Kayu Kebudayaan

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

LM
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini