Sekolah Lapang Kearifan Lokal, Upaya Menyelamatkan Pangan Lokal Lembata, NTT

Sekolah Lapang Kearifan Lokal, Upaya Menyelamatkan Pangan Lokal Lembata, NTT
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023

#PekanKebudayaanNasional2023

#IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Sejak revolusi hijau yang dilancarkan oleh pemerintahan orde baru sekitar tahun 1970-an, masyarakat adat di Kabupaten Lembata, NTT, mulai menggeser posisi pangan lokal dari yang semula adalah makanan pokok menjadi makanan sampingan dan digantikan dengan beras sebagai yang utama. Stigmatisasi negatif terhadap pangan lokal Lembata pun bermunculan.

Sedangkan beras mulai diterima dan dijadikan makanan pokok. Stigmatisasi negatif tersebut misalnya, pangan lokal adalah makanan kelas bawah, kotor, makanan kampungan atau makanan orang miskin. Pangan lokal tersebut misalnya, ubi kelapa, ubi gembili dan berbagai jenis umbi-umbian lainnya, kacang-kacangan, buah-buahan, jagung, dan masih sangat banyak pangan lokal yang dapat ditemukan di kebun-kebun warga.

Anehnya, beras yang bukan merupakan makanan asli orang Lembata dimuliakan dan dinilai sebagai makanan elitis, makanan bagi orang-orang kelas atas dan makanan sehat yang hanya bisa diperoleh jika mengeluarkan uang. Semua problematika ini telah kami temukan dalam program Sekolah Lapang Kearifan Lokal yang diadakan oleh komunitas Pandu Budaya Lembata. Komunitas ini berada di bawah naungan Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek.

Komunitas Pandu Budaya Lembata terdiri atas 19 orang – semula 21 tetapi 2 orang undur diri – dan 4 orang narasumber lokal. Pada kegiatan temukenali Obyek Pemajuan Kebudayaan (OPK), kami melakukan kegiatan di Desa Hoelea II, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata dan berhasil mengidentifikasi 199 OPK dari 10 kategori. Kegiatan ini berlangsung pada 22-24 Juni 2023.

Platform WonderVerse Diluncurkan, Sarana Promosi Virtual untuk Wisata dan Ekonomi Kreatif

Usai kegiatan ini, kami melanjutkan dengan mengadakan kegiatan kurasi OPK selama 3 hari di aula SMK Ile Lewotolok, Kabupaten Lembata pada 26-28 Juli 2023. Dalam kegiatan ini, kami bersepakat untuk memilih pangan lokal masyarakat adat Lembata sebagai salah satu obyek budaya yang sangat urgen untuk dijadikan obyek penelitian bagi Pandu Budaya Lembata.

Setelah itu, kami bersepakat untuk melakukan kegiatan festival sebagai ajang ekspresi pangan lokal yang kami kemas dalam kegiatan Gelar Budaya Pangan Lokal Masyarakat Adat Lembata dengan tema “Makan Apa yang Kita Tanam, Tanam Apa yang Kita Makan. Kegiatan yang disingkat dengan ‘Gelekat Lembata’ ini berlangsung pada 29-31 Agustus 2023 bertempat di taman Swaolsa Titen Lewoleba, Kecamatan Nubatukan, Lembata.

Kami tentu sangat bangga karena pada kegiatan Gelekat Lembata ini dihadiri pula oleh Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek, bapak Sjamsul Hadi dan dibuka langsung oleh Pj. Bupati Lembata, Matheos Tan. Pada kesempatan ini, Pj. Bupati Lembata berjanji akan mengeluarkan Peraturan Bupati tentang pangan lokal Lembata.

Dari kegiatan ini, dapat diketahui betapa kayanya pangan lokal yang ada di Lembata. Pangan-pangan lokal itu dibawa dan dihidangkan di atas meja pameran oleh ibu-ibu juru masak dari perwakilan 12 kampung adat yang ada di Lembata. Antusiasme warga terlihat sangat nampak. Mereka datang untuk menikmati hidangan pangan lokal dan menyaksikan beraneka kegiatan festival itu antara lain, tarian daerah, monolog, teater, film tentang kerja Pandu Budaya, lagu-lagu daerah dan perlombaan cerita rakyat bagi peserta didik tingkat Sekolah Dasar.

Fakta lain yang dapat diketahui bahwa banyak pangan lokal yang mulai menurun jumlahnya atau punah karena adanya sistem pertanian dengan menggunakan pestisida. Problem ini saya temukan dalam proses penelitian saya di Desa Mahal, Kecamatan Omesuri, Lembata. Tanah yang semula subur menjadi terkontaminasi dengan racun dari pestisida yang dapat mematikan rumput liar dengan cepat.

Walaupun amat efektif membantu kerja petani desa tetapi dampaknya sangat terasa bagi kesuburan tanah dan umbi-umbian. Ukuran ubi menjadi lebih kecil dan tanah menjadi lebih keras. Saya sebagai Ketua Pandu Budaya Lembata melaporakan penelitian ini di hadapan Pj. Bupati Lembata dan Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat, Sjamsul Hadi, sekaligus melaporkan penelitian atau proses kerja dari ke 19 Pandu Budaya Lembata secara singkat.

Tak berhenti di situ, komunitas Pandu Budaya Lembata juga membuat rekomendasi tertulis dan rencana kerja ke depan yakni penulisan buku tentang pangan lokal masyarakat adat Lembata agar bisa disebarluaskan kepada warga Lembata. Untuk proyek penulisan buku tentang pangan lokal Lembata masih dalam proses kerja sedangkan rekomendasi sudah diserahkan kepada Pemda Lembata dan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XVI NTT pada 11 Oktober 2023 di Lewoleba bertepatan dengan penutupan kegiatan Pekan Kebudayaan Daerah.

Dilarang Mengambil Gambar: Patung Merlion dalam Perbaikan Hingga Desember

Dari semua proses kerja ini, tujuannya adalah untuk menyelamatkan pangan lokal Lembata dari bahaya kepunahan dan mengubah stigma negatif terhadap pangan lokal. Semua stigma miring itu tak sedikitpun menyentuh kebenaran sebab pangan lokal adalah makanan asli daerah yang terkenal amat sehat bebas dari pengaruh gula sebagaimana yang terdapat dalam makanan instan modern.

Tujuan ini dapat terjawab jika ada kerja sama dengan Pemerintah Lembata sebagai pengambil kebijakan politik di daerah, maka rekomendasi yang sudah kami serahkan mesti mendapat jawaban positif. Bukti kerja Pandu Budaya Lembata dalam meneliti berbagai OPK ini juga telah mendapat respons positif dari Disporabud Lembata dengan memasukan anggota pandu menjadi tim penyusun Pokok-Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD). Kami tentu terus bekerja dengan semangat muda demi menjaga eksistensi budaya lokal khususnya pangan lokal.

Himbauan berbasis media digital sudah dan terus kami sebar luaskan baik melalui media sosial maupun membuat tulisan-tulisan relevan di media online untuk meyakinkan masyarakat Lembata tentang sehatnya pangan lokal. Rasa minder atau rendah diri dalam mengonsumsi pangan lokal mesti diubah. Sebab mengonsumsi pangan lokal mesti dilihat sebagai bagian inti dari kesejatian berbudaya lokal di Kabupaten Lembata. Demikian, sedikit cerita tentang upaya melestarikan kebudayaan di daerah Lembata, NTT.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AR
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini