Upayaku dan Komunitas dalam Melestarikan Cagar Budaya di Banyumas Raya

Upayaku dan Komunitas dalam Melestarikan Cagar Budaya di Banyumas Raya
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Jauh sebelum mengenal produk-produk kebudayaan yang saya lestarikan sekarang, saya kecil dulu sudah hobi mengumpulkan pernak pernik kecil yang mungkin buat orang lain tidak berguna. Tiket bis pertama, tiket Taman Mini, prangko, uang kuno, surat dari bulek di Jogja, KTP simbah bahkan bukti pembelian SDSB almarhum bapak saya simpan.

Setelah bertahun-tahun bersekolah di kota Jogja pada tahun 2008 harus pindah ke kota Purwokerto karena sebuah pekerjaan. Diawal tinggal masih belum punya teman dan komunitas yang seru untuk bergabung, jadi saya melanjutkan hobi lama saya yaitu fotografi arsitektur. Purwokerto bukan kota yang asing buatku, karena pernah satu tahun setelah lulus SMA sempat belajar perhotelan di sana. Tapi sekarang kota ini menjadi sangat asing ketika satu persatu sudut kota saya dokumentasikan melalui kameraku. Keasingan itu menjadi-jadi setelah beberapa bangunan kuno di beberapa tempat, setelah saya dokumentasikan justru bangunan itu dihancurkan bahkan tetiba hilang dan berubah menjadi bangunan modern.

Perjalanan ini dimulai dari sana, disaat bangunan itu hilang tiba-tiba menjadi merasa sangat kehilangan. Pernah ada sebuah bangunan yang dihancurkan di depan mata, dari pagi hingga sore hari dari berdiri hingga rata dengan tanah saya tidak bergeming untuk mendokumentasikannya. Kejadian ini betul-betul membuat saya resah dan gelisah. Sehingga mengingatkanku pada kata-kata pak DR Sumbo Tindarbuko dalam kuliahnya “karya DKV yang baik adalah yang muncul dari keresahan”.

Paket Wisata IKN Ajak Wisatawan Nikmati Potensi Bahari di Kalimantan Timur

Disinilah saya mulai bergerak mencari roh dari bangunan kuno yaitu sejarah apa menjadi latar belakang berdirinya sebuah bangunan. Cerita heroik apa yang pernah keluar dan terekam dalam benak masyarakat. Siapa yang pernah tinggal disana dan apa yang dilakukannya. Bagaimana sebuah bangunan merupakan bagian dari kota dan lain sebagainya. Banyak pertanyaan yang berkecamuk dalam pikiranku pada saat itu.

Perpustakaan dan kantor arsip daerah tiba-tiba menjadi tempat yang sangat nyaman untuk berlama-lama disana. Saya juga menjadi senang berjalan-jalan di gang kecil, bertemu dengan orang tua dan bertamu pada orang yang tidak dikenal. Semua saya lakukan tapi tidak kunjung memberikan saya jawaban yang sempurna akan pertanyaan-pertanyaan saya. Hingga akhirnya saya menemukan foto-foto Purwokerto di situs-situs Belanda. Tidak hanya satu atau dua, tapi terdapat puluhan foto bahkan ratusan. Saya juga menemukan arsip-arsip dan surat kabar yang menceritakan masa lalu kota Purwokerto yang sudah digitalkan. Beberapa tulisan berhasil saya tuliskan di Blogspot pada waktu itu.

Sumber-sumber dari Belanda juga mengarahkan saya bahwa sejarah sebuah kota tidak lepas dari sejarah kota-kota di sekeliling Purwokerto. Sehingga satu karesidenan Banyumas adalah wilayah terluas yang bisa diceritakan secara utuh dalam sebuah sejarah mengenai kota ini. Tulisan saya juga lambat laun memiliki banyak pembaca hingga tanggal 11 November 2011 saya dengan beberapa pembaca setia mendirikan sebuah komunitas sejarah Banjoemas History Heritage Community (BHHC) atau komunitas sejarah dan warisan budaya Banyumas Raya.

Dari komunitas inilah saya terus belajar untuk lebih fokus terhadap permasalahan utama. History atau sejarah sebagai roh dan timeline sedangkan heritage atau warisan budaya sebagai bukti dari sejarah. Saya juga kemudian banyak belajar dari dosen sejarah, arkeologi dan juga arsitektur. Belajar dengan komunitas-komunitas serupa dari kota-kota sekitar dan bahkan dari berbagai wilayah di Indonesia.

Dengan berbekal arsip-arsip dari website-website Belanda saya juga akhirnya kerap berkunjung ke rumah-rumah tua berpenghuni maupun tidak berpenghuni, saksi-saksi sejarah dan juga kuburan-kuburan tua. Kegiatan ini menjadi semakin menarik ketika anggota komunitas dan juga para pembaca tulisan saya sering ikut dalam “jelajah” yang saya lakukan.

Pembalap MotoGP Tanam Terumbu Karang Sebelum Tancap Gas di Mandalika
Kegiatan Jelajah PLTA Ketenger Baturraden tahun 2016
info gambar

Berkunjung ke rumah-rumah juga membuat saya paham bahwa warisan keluarga bukan hanya rumah dan harta orang tua, namun arsip, surat-surat penting, foto, silsilah dan nama baik keluarga merupakan warisan yang harus dijaga. Tidak sedikit keluarga-keluarga itu menitipkan atau memberikan arsip-arsip tersebut kepada kami secara cuma-cuma. Akan tetapi ada juga yang terpaksa kami beli dengan uang pribadi demi menyelamatkan arsip-arsip itu.

Pedagang dan pengepul barang bekas yang sebelumnya adalah tempat yang kotor dan dihindari. Sekarang melalui mereka juga arsip-arsip penting dan langka dari wilayah “Banyumasan” saya dapatkan dari mereka. Kadang menjadi dua sisi mata pisau, jiwa pelestarian saya menginginkan arsip-arsip itu harusnya ada di tempatnya, namun disisi yang lain bahwa sejarah lokal membutuhkan itu dan merekalah agen kearsipan itu.

Melalui arsip-arsip digital dan fisik yang saya kumpulkan semenjak itu, komunitas akhirnya berani mengadakan pameran dan iven kesejarahan di berbagai kota di Banyumas Raya (eks. Karesidenan Banyumas). Pernik kecil menjadi sangat berharga dan berarti bagi paparan sejarah lokal. Bahkan sebagai komunitas perlu berbangga, karena koleksi pernik arsip sejarah lokal BHHC lebih lengkap dari apa yang dikoleksi oleh kantor arsip daerah. Arsip-arsip itu tentu saja dimanfaatkan sebagai sumber utama artikel pada media komunitas seperti website www.banjoemas.com, instagram @banjoemas_com dan channel Youtube Banjoemas History Heritage. Namun tidak hanya itu saja banyak mahasiswa ilmu sejarah, pendidikan sejarah, arkeologi, arsitektur, pewarta media masa, peneliti Genealogi dan pengajar yang datang untuk melakukan penelitian.

Kampung Majapahit Bejijong Terima Dana Pengembangan Wisata Senilai Ratusan Juta
Koleksi Arsip BHHC
info gambar

Tahun 2015 sebuah peristiwa besar terjadi, cerobong asap pabrik gula Kalibagor dihancurkan oleh pemiliknya. Saya dan teman-teman komunitas dengan lantang menolak penghancuran dan memproses secara hukum berdasar undang-undang Cagar Budaya no 11 tahun 2010. Kabar berita pergerakan komunitas dan hancurnya cagar budaya juga viral dan sampai ke kementrian kementerian pendidikan kebudayaan. Meski membangun kembali cerobong asap bukan satu-satunya tuntutan kami namun sudah cukup bahwa kasus perusakan cagar budaya di wilayah Banyumas Raya jangan pernah terjadi lagi.

Kasus diatas menjadi kejadian penting komunitas, semenjak itu komunitas menambah tugas lagi selain sosialisasi dan pendidikan yaitu advokasi cagar budaya. Semenjak itu juga dinas-dinas Kebudayaan akhirnya menjalin komunikasi dengan komunitas dan banyak melakukan kerjasama. Perda Cagar Budaya sebagai produk turunan undang-undang Cagar Budaya di daerah telah diterbitkan oleh kabupaten Banyumas, Purbalingga, Cilacap dan menyusul kabupaten Banjarnegara.

Kedepan diharapkan, melalui komunitas, masyarakat semakin sadar akan pentingnya arsip sejarah, sejarah lokal dan pelestarian warisan budaya, sebagai bukti masyarakat Indonesia yang berpendidikan, berbudaya dan bermartabat.

Surat kabar Satelit Post terbit 08 Oktober 2015, artikel Dinporabudpar Surati BPCB

https://www.banjoemas.com/2018/03/pusat-arsip-banyumasan-bhhc.html

https://yayasan.banjoemas.com/

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

JW
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini