Greenprosa, Pengelolaan Sampah dan Ketersediaan Pangan Berkelanjutan

Greenprosa, Pengelolaan Sampah  dan Ketersediaan Pangan Berkelanjutan
info gambar utama

Tanggal 16 Oktober diperingati sebagai hari pangan dunia. Momen ini dirayakan tiap tahun untuk meningkatkan kesadaran akan isu pangan global. Beberapa isu pangan global diantaranya ketidaksetaraan akses pangan dan ketersediaan pangan. Pada satu sisi terdapat wilayah yang kekurangan pangan, di sisi yang lain justru terjadi pemborosan pangan.

Aneka Makanan. Foto: pixels.com
info gambar

Pemborosan pangan atau food waste adalah pembuangan makanan yang masih layak untuk dikonsumsi. Situasi ini terjadi ketika makanan terbuang padahal makanan tersebut masih dapat dikonsumsi.

Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), total timbulan sampah di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 35 juta ton. Dari jumlah tersebut 40,7% sampah di dalam negeri berasal dari sisa makanan. Adapun sampah rumah tangga merupakan penyumbang sampah paling banyak yaitu 38,38%.

Hasil riset Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Indonesia kehilangan 23-48 juta ton makanan yang terbuang per tahun sejak 2000-2019. Dari data tersebut sampah makanan yang bersumber dari padi-padian menyumbang porsi yang besar, disusul sampah dari buah, sayur, ikan. Sementara persentase yang paling sedikit terbuang yatu daging, telur dan susu.

Manfaat Berendam Dengan Air Hangat untuk Relaksasi
Sampah Sisa Makanan. Foto: pixels.com
info gambar

Pemborosan pangan telah menjadi isu yang berdampak negatif terhadap lingkungan. Food waste berkontribusi terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca. Makanan seharusnya bisa menjadi sumber gizi dan mengurangi kelaparan di seluruh dunia, khususnya di Indonesia. Maka perlu adanya sikap yang bijak dalam mengelola makanan.

Lantas bagaimana sikap Kawan jika ada makanan yang sudah terlanjur dibuang? Apa yang dapat Kawan GNFI lakukan jika dihadapkan dengan fakta tersebut?

Adalah Arky Gilang Wahab, sosok pemuda asal Desa Banjaranyar, Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, memiliki inisiasi untuk mengolah sampah organik di daerahnya. Dia ingin Banyumas bebas dari permasalahan sampah.

Arky Gilang Wahab, penerima Apresiasi Satu Indonesia Awards 2021 dari Astra, Penggerak Program Sistem Konversi Limbah Organik untuk Ciptakan Ketahanan Pangan. Foto: Dok. Satu Indonesia https://www.satu-indonesia.com
info gambar

Bergelut dengan sampah oraganik yang masih bercampur bahan lain seperti plastik membuat bau semakin menyengat. Namun itu tidak menghalangi langkah Arky. Pria lulusan Teknik Geodesi ITB (Institut Teknologi Bandung) ini melihat peluang dari tumpukan sampah.

Sampah organik dapat diolahnya menjadi kompos dengan metode composting. Namun Arky menjumpai kendala dan tantangan dengan cara ini. Jumlah sampah yang besar membutuhkan waktu yang lama dan tempat yang luas.

Berburu Ikan dan Bermain Air di Pantai Prigi Trenggalek

Budidaya Maggot

Seiring berjalannya waktu, Arky menemukan metode yang lebih efisien untuk mengelola sampah organik. Dia mulai mempelajari budidaya maggot. Bersama teman, tetangga dan adik iparnya, mereka membudidayakan maggot di halaman belakang rumah, dengan modal 5 gram maggot.

Maggot diberi makan sampah sisa makanan yang telah dikumpulkan dari lingkungan sekitar. Hingga saat itu Arky berhasil mengolah 10 ton sampah.

Maggot atau larva lalat BSF. Foto: Dok. Greenprosa
info gambar

Maggot merupakan larva atau yang sering kita kenal dengan istilah belatung dari lalat jenis Black Soldier Fly (BSF). Lalat ini berbeda dengan lalat pada umumnya. Larva lalat BSF memiliki antibiotik alami dalam tubuhnya sehingga membuat lalat ini tidak membawa penyakit.

Maggot dipilih karena terdapat beberapa alasan yang menguntungkan. Budidaya maggot tidak memerlukan lahan yang luas. Selain itu maggot dapat membantu proses penguraian sampah secara efektif. Larva akan memakan sampah organik hanya dalam waktu satu hari.

Budidaya maggot. Foto: Dok. Greenprosa
info gambar

Lalat BSF memakan sampah organik sisa buah atau sayur. Maggot hanya memakan sampah organik yang memiliki protein dan nutrisi yang baik, sehingga maggot juga bisa digunakan sebagai pakan ternak dan ikan.

Maggot mampu memakan sampah organik sebanyak 5-10 kali berat tubuhnya. Berkat budidaya maggot yang dilakukan oleh Arky, maka sampah yang tidak dapat terurai hanya tersisa 30%, dan inilah yang berakhir di TPA.

Pohon Sagu dari Kepulauan Meranti yang Jadi Pemasok Terbesar di Tanah Air

Greenprosa, Industri Hijau yang Berkelanjutan.

Tak berhenti pada pengelolaan sampah, Arky menginisiasi sebuah perusahaan bernama Greenprosa. Cakupan usahanya meluas dan berfokus pada pemberdayaan masyarakat. Arky ingin masyarakat di sekitarnya turut andil dalam pengelolaan sampah, serta bersama membangun usaha pertanian dan peternakan

Greenprosa menerapkan bisnis ekonomi sirkular yaitu melibatkan banyak pihak sehingga semua masyarakat merasakan dampak ekonomi secara langsung dan berkelanjutan. Dengan memanfaatkan maggot sampah organik dapat terkonversi secara bioteknologi dan ramah lingkungan

Sejak tahun 2018, Greenprosa telah berhasil dan terus konsisten untuk mengelola sampah organik. Sebanyak 6.704 ton sampah dari 8.312 rumah dan 102 industri dapat terkelola per Maret 2022

Pengelolaan sampah di Greenprosa. Foto: Dok.Greenprosa
info gambar

Langkahnya yang inovatif dan berdampak luas membuat Arky mendapat apresiasi Satu Indonesia Awards dari Astra pada tahun 2021 lalu. Yang terbaru, Greenprosa mendapat kepercayaan untuk saling bersinergi dalam pengelolaan sampah bersama Taman Safari Indonesia dan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia

Sampah merupakan hajat bersama umat manusia yang akan terus ada. Sampah rumah tangga yang dikelola dengan baik, akan mengurangi beban di TPA. Selain itu juga dapat bernilai ekonomi dan berdampak bagi lingkungan sosial seperti yang telah dilakukan Arky dan tim di Greenprosa.

Arky mampu menemukan cara yang efektif untuk mengatasi permasalahan sampah. Dampaknya bisa meluas hingga ke sektor pertanian, peternkan dan pemberdayaan masyarakat sehingga Arky pantas menyandang Duta Petani Milenial Kabupaten Banyumas.

Mengenal Paundra Noor Baskoro; Penggagas Teknologi Sensor Kualitas Air Untuk Petani Udang

Kepedulian Arky terhadap lingkungan membuahkan hasil yang nyata. Busuknya sampah dapat diolah menjadi berkah. Pengelolaan sampah memiliki dampak pada lingkungan hingga ketersediaan pangan.

Hari pangan mengingatkan kita untuk menghargai makanan, tidak membuang makanan dan menyisakan makanan. Apa yang dilakukan Arky semoga menjadi inspirasi bagi seluruh Kawan GNFI. Menjadi bagian perubahan untuk kemajuan Indonesia.

#kabarbaiksatuindonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini