Justitia Avila Veda, Berdiri bersama Korban Kekerasan Berbasis Gender demi Keadilan

Justitia Avila Veda, Berdiri bersama Korban Kekerasan Berbasis Gender demi Keadilan
info gambar utama

Kekerasan berbasis gender merupakan kekerasan terhadap seseorang yang didasarkan atas seks atau gendernya. Kekerasan berbasis gender dapat berupa kekerasan fisik, seksual, mental, bahkan perilaku yang membatasi kebebasan seseorang berdasarkan gendernya. Dampak yang harus ditanggung oleh korban kekerasan kasus gender bukan hanya secara fisik dan mental, melainkan juga dampak psikososial. Stigmatisasi masyarakat terhadap korban kekerasan kasus gender (secara spesifik, kekerasan seksual) meningkatkan rasa takut dalam diri korban sehingga korban merasa terintimidasi dan terpojok. Studi yang dilakukan oleh Hardjo & Novita (2015) mengungkapkan bahwa semakin banyak dukungan yang diperoleh oleh korban kekerasan seksual, maka kesejahteraan psikologis dari korban semakin baik.

Justitia Avila Veda adalah salah satu sosok yang aktif memberikan dukungan secara langsung kepada teman-teman korban kekerasan seksual. Memanfaatkan gelar advokat yang ia miliki, Justitia Avila Veda atau yang akrab disapa Veda, membentuk program yang dapat membantu korban kekerasan seksual dalam bentuk konsultasi hukum, tanpa dipungut biaya.

Lahirnya KAKG

Foto : linkedin.com/company/advokat-gender

Logo KAKG | Foto : linkedin.com/company/advokat-gender

Dilansir dari Kompas.com, berdasarkan laporan Komnas Perempuan melalui CATAHU 2021, kasus kekerasan terhadap perempuan (KTP) mengalami peningkatan selama pandemi hingga 299.911 kasus. Sepanjang tahun 2020, kasus kekerasan berbasis gender siber/online mengalami lonjakan sebesar empat kali lipat. Kekerasan berbasis online ini berupa online grooming (pesan mesum dan bujuk rayu), stalking, malicious distribution (penyebaran rekaman atau gambar hubungan intim tanpa izin), hingga pelecehan seksual di media sosial.

Maraknya kasus kekerasan berbasis gender online inilah yang menggerakkan Veda untuk melakukan misi kemanusiaannya. Memanfaatkan akun media sosial X (dulu Twitter), Veda mengunggah sebuah cuitan sederhana yang menyatakan keterbukaannya untuk mendengarkan dan membantu korban kekerasan berbasis gender secara hukum. Seorang pengacara dan seorang jaksa yang menemukan cuitan tersebut ikut bergabung bersama Veda untuk mewujudkan misi kemanusiaannya itu. Namun siapa sangka, karena cuitan sederhananya itu, Veda dan kedua rekannya menerima sekitar 200 pesan langsung dalam dua hari. Karena besarnya respon terhadap cuitan yang diunggah Veda, ketiganya memutuskan untuk membuat sistem yang lebih terstruktur, yang melahirkan kehadiran Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG) saat ini.

Veda mendirikan KAKG dengan harapan dapat membantu korban kekerasan seksual, tidak hanya dalam bentuk bantuan hukum, tetapi juga pemulihan secara mental atau psikis dengan menjalin kemitraan dengan penyedia pelayanan psikolog dan pelayanan medis untuk korban yang mengalami trauma secara fisik dan pengecekan kesehatan reproduksi, karena besarnya kemungkinan terjadi penularan infeksi menular seksual pada kasus kekerasan seksual. Hingga saat ini, KAKG beranggotakan 45 pengacara dan paralegal di seluruh Indonesia. Sampai tahun 2022, KAKG sudah menerima sebanyak 465 aduan mengenai kekerasan seksual dan sudah terdapat sebanyak lima putusan adilan dari kasus kekerasan seksual yang didampingi oleh KAKG.

Perjuangan yang Tak Pernah Mudah

Meski KAKG terus mengalami perkembangan, penyaluran dukungan terhadap korban kekerasan kasus gender di Indonesia tidak pernah berjalan mudah. Dalam talkshow Good Movement yang diadakan oleh GNFI, Veda mengungkapkan bahwa tantangan besar bagi KAKG adalah belum meratanya layanan psikologis dan layanan medis yang ramah terhadap korban kekerasan gender di setiap daerah di Indonesia. Tidak hanya dari jumlah sumber daya manusia, tetapi juga dari kesiapan infrastruktur dan aparatur pemerintah daerah untuk memberikan respon cepat terhadap kasus kekerasan seksual secara tepat. Tantangan lainnya adalah penerapan undang-undang Indonesia mengenai kekerasan berbasis gender yang sulit direalisasikan di lapangan dan adanya beberapa peraturan hukum yang KAKG rasa justru menjadi penghambat untuk teman-teman korban kekerasan berbasis gender memperjuangkan keadilan.

Perjuangan tanpa ujung yang melelahkan secara fisik dan mental ini tidak pernah membuat Veda patah semangat dan memilih untuk berhenti memperjuangkan keadilan bagi teman-teman korban. Rasa terima kasih yang ia dan rekan-rekan terima dari teman-teman korban pada tiap akhir pendampingan menjadi motivasi Veda dan rekan-rekan KAKG untuk terus berusaha membantu lebih banyak orang di luar sana. Veda mengungkapkan bahwa KAKG merasa sangat terhormat karena teman-teman korban dapat terbuka dengan KAKG dan mengizinkan KAKG menjadi bagian dari proses pemulihan teman-teman korban kekerasan seksual. Penghargaan SATU Indonesia Awards yang Veda terima di tahun 2022 juga menjadi validasi bahwa apa yang ia dan rekan-rekannya lakukan selama ini merupakan hal yang tepat dan penting bagi orang lain.

Impian Veda

Veda memiliki mimpi untuk terus menambah jumlah pengacara, paralegal, dan mitra layanan KAKG, hingga ke daerah-daerah Indonesia Tengah dan Timur sehingga lebih banyak kasus kekerasan seksual yang dapat terekspos oleh KAKG dan uluran tangan KAKG dapat menjangkau seluruh daerah Indonesia. Mimpi besar Veda lainnya adalah untuk mengajukan pengujian undang-undang pemerintah yang menjadi penghambat bagi korban kasus kekerasan kasus gender dalam mendapatkan keadilan yang semestinya mereka dapatkan.

Proses pemulihan kasus kekerasan seksual merupakan perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan. Namun, Veda dan para rekannya selalu berusaha untuk saling menguatkan diri dan mengingat bahwa apa yang mereka lakukan merupakan dukungan yang penuh arti bagi teman-teman korban kekerasan berbasis gender dalam memperjuangkan keadilan.

#kabarbaiksatuindonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SH
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini