Merawat Tari Gandrung, Tari Eksotis nan Mistis Tanah Blambangan

Merawat Tari Gandrung, Tari Eksotis nan Mistis Tanah Blambangan
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Ribuan penari cantik memadati Pantai Boom Marina siang itu, lengkap dengan untaian selendang merah putih di lehernya yang begitu identik. Senyumnya sumringah, memancar layaknya sinar matahari yang begitu terik kala itu.

Cantik sekaligus mistis. Itulah penggambaran kabupaten di ujung timur Pulau Jawa ini. Sudah menjadi rahasia umum, Kabupaten Banyuwangi menyimpan pesona yang memukau, namun dibalut dengan nuansa mistisme di setiap kebudayaan maupun tempat-tempat indah di sana.

Kisahnya pun tersohor di seluruh penjuru negeri tentang kekayaan budaya yang kental dengan unsur mistisnya. Tak heran, banyak film-film yang terinspirasi dari kisah-kisah supernatural dari tanah ini, KKN di Desa Penari misalnya.

Kemunculan Tari Gandrung di sepanjang film KKN menjadi primadona tersendiri yang membawa sensasi baru bagi para pecinta sinema horor. Bahkan, menurut Tempo, film yang ditayangkan pada 2022 ini resmi dinobatkan sebagai film Indonesia terlaris sepanjang masa.

Festival Gandrung Sewu dan Wujud Bakti Melestarikan Kebudayaan Negeri

Terhitung setahun berlalu, semenjak aku dan kesembilan temanku menginjakkan kaki di daerah ini, dalam rangka Kuliah Kerja Nyata (KKN). Aku tak mengelak, ketika mendengar cerita yang menakutkan, membuat bulu kudukku merinding. Ditambah, keberadaan patung Gandrung yang menyambut kami di lereng Gumitir, bak turut mengiyakan cerita mistis yang tumbuh subur di tanah ini.

Bulan lalu, tepat pada 14-16 September 2023 digelar Festival Gandrung Sewu selama 3 hari berturut-turut dengan puncak acara menampilkan Tarian Sewu Gandrungnya yang menghipnotis pengunjung. Ini adalah pertunjukan mewah. Bukan secara materi, namun kusebut mewah karena menampilkan warisan negeri yang tak ternilai harganya.

Berlokasi di bibir Pantai Boom Marina, parade budaya ini berhasil menarik ribuan wisatawan lokal maupun mancanegara. Untuk memeriahkan penampilannya, tercatat 1200 penari Gandrung turut ambil bagian dalam festival tahunan ini.

Dilansir dari situs Antaranews, Pagelaran Sewu Gandrung tahun ini mengangkat tema “Omprog The Glory of Art” yang menjadi simbol ungkapan sikap pengendalian diri dalam menjalankan kehidupan sebagai penari Gandrung yang harus terjaga dalam kesadaran penuh.

Event tahunan ini memberikan sinyal positif jika ditinjau dari berbagai perspektif. Dilihat dari kacamata ekonomi, keberhasilan penyelenggaraan Sewu Gandrung dapat mendongkrak pemasukan daerah, dan menghidupkan berbagai sektor bisnis di sana.

Lebih jauh dari itu, Ipuk Fiestiandani Azwar Anas selaku Bupati Banyuwangi juga mendorong terbentuknya kecintaan pada budaya Banyuwangi, dan mengungkapkan bahwa ini adalah wadah untuk melestarikan budaya lokal yang ada.

“Ini adalah wadah bagi kami untuk memberikan ruang kepada anak-anak muda Banyuwangi untuk mencintai budayanya,” terangnya.

Pihaknya turut mengapresiasi ribuan penari yang ikut menyukseskan festival ini dan berharap agar festival tari kolosal ini dapat diselenggarakan setiap tahunnya, dengan mengangkat tema yang berbeda.

Jadi Ikon Budaya Kebanggaan Banyuwangi

Tari Gandrung Banyuwangi | Foto: Azhari Setiawan/wonderfulimages.kemenparekraf.go.id
info gambar

Bak berada di dimensi lain. Taman Gandrung Terakota Banyuwangi menjadi salah satu yang unik dan cukup berbeda. Situs edukasi dan seni di kaki Gunung Ijen ini memiliki koleksi 1000 patung penari Gandrung yang terbuat dari tembikar.

Menurut Kompas, taman ini dibuat dalam rangka melestarikan Tari Gandrung, ikon seni budaya Banyuwangi. Tari Gandrung sepertinya sudah merasuk ke dalam jiwa kehidupan masyarakat di bumi Blambangan sejak dulu.

Secara bahasa, Gandrung bermakna tergila-gila atau cinta habis-habisan. Dilansir dari Detik, munculnya Tari Gandrung bermula sejak kekalahan rakyat Blambangan (Banyuwangi) dalam melawan VOC. Tarian ini digunakan untuk merekatkan kembali masyarakat yang tercerai-berai akibat kekalahan itu.

Awalnya, tarian eksotis ini dibawakan oleh pria yang berdandan seperti wanita atau biasa disebut Gandrung Lanang. Namun sejak 1890-an, bersamaan dengan berkembangnya Islam di tanah Blambangan, membuatnya digantikan dengan penari wanita, hingga seperti yang terlihat saat ini.

Bukan Sekadar Tari Biasa

Bagi masyarakat Banyuwangi, keberadaan Tari Gandrung bukanlah persoalan estetika semata. Di dalamnya, terkandung nilai filosofis yang sangat dalam mengenai gambaran kehidupan masyarakat setempat, sekaligus menjadi bagian dari upacara adat.

Kesakralan Tari Gandrung terlihat dari proses “inkubasi” para penarinya. Seseorang tidak bisa dianggap sebagai penari Gandrung jika belum melakukan ritual Meras Gandrung.

Menurut Ensiklopedia Dunia, ritual Meras Gandrung merupakan serangkaian proses yang harus dilalui, melalui sejumlah latihan dan asupan yang diberikan oleh seorang guru, sekaligus menandakan kelulusan penari dan siap membawakan Tari Gandrung.

Hingga kini, Tari Gandrung masih menjadi primadona. Keindahannya masih digandrungi wisatawan baik skala lokal hingga Internasional, tak lekang oleh waktu. Nuansa mistis di baliknya, tetap menjadi bumbu yang semakin menambah “aroma” keunikannya. Dengan menjaga Tari Gandrung, menjaga budaya Indonesia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

FA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini