Tak Sekedar Tari, Ruru dan Kinnara Kinnari adalah Representasi Relief Candi di Magelang

Tak Sekedar Tari, Ruru dan Kinnara Kinnari adalah Representasi Relief Candi di Magelang
info gambar utama

LombaartikelPKN2023- Tawa ceria berpadu dengan rias cantik wajah-wajah para penari yang usianya masih belia yang sedang berlenggak-lenggok membawakan tariannya.

Anak-anak yang usianya belum genap 15 tahun itu tak terlihat lelah, meski sejak pukul 04.00 WIB sudah bersiap diri untuk menari.

Mereka hendak menampilkan tari Ruru dan Candik Ayu, dua tarian yang sudah dilatihkan sejak berbulan-bulan yang lalu.

Tari Ruru diciptakan seorang seniman kondang asal Magelang, Eko Sunyoto yang juga pemilik Sanggar Kinnara Kinnari Borobudur.

Menurut Eko, Tari Ruru mengadaptasi dari relief lantai 1 Selatan Candi Borobudur panil 94-98 mengisahkah kijang emas Ruru yang memiliki welas asih tinggi, suka menolong mereka yang menderita.

"Ruru juga pernah dikhianati oleh Dhanaka, pemuda yang pernah ditolongnya namun tetap memberi pengampunan," kata Eko, Selasa (31/10/2023).

Eko Sunyoto pencipta tarian relief Candi Borobudur/Dok.Arimbihp
info gambar

Atas kebaikannya yang tanpa pamrih tersebut, lanjut dia, Ruru diperkenankan memberikan wejangan dharma kebajikan kepada kelurga kerajaan.

Selain mendidik agar mencintai budaya Indonesia, Tari Ruru juga membawa pesan moral agar anak mampu bijak, menahan diri dari penderitaan hingga kelak akan mendapatkan kebahagian abadi.

Bagi Eko, seni tari seperti Ruru juga menjadi trobosan untuk mengenalkan arti penting Candi Borobudur yang tiap lekuknya memiliki makna.

"Jadi ketika pengunjung berwisata ke Candi Borobudur, bukan hanya berfoto atau diantar guide kemudian lupa pada isi reliefnya, tetapi bisa benar-benar diingat lewat karya tari, musik hingga visual," kata dia.

Sengaja Eko membuat tarian tersebut dengan durasi singkat yakni 5 menit saja, agar anak-anak bisa menyerap cerita dan geraknya dengan maksimal.

Sebab, jika terlalu panjang dan rumit, dikhawatirkan anak-anak akan jenuh, mudah lupa atau tidak tertarik pada karya tersebut.

Tak hanya menciptakan tarian, Eko juga menggarap sendiri kostum mulai dari sepatu hingga hiasan kepala anak-anak tersebut.

Bahan yang ia gunakan untuk merakit kostum Tari Ruru juga tak sepenuhnya baru, melainkan memanfaatkan barang bekas dan lembar-lembar kain perca yang dipotong dan ditempel secara manual.

Tari Ruru yang dibawakan anak-anak tersebut sudah ditampilkan pada beragam acara besar di Candi Borobudur, termasuk ketika kunjungan Ibu Negara RI, Iriana Joko Widodo.

Tari Mandatara representasi legenda di Candi Borobudur
info gambar

Representasi Relief Candi pada Tari

Bapak empat orang anak yang sudah separuh abad menggeluti dunia seni itu juga menciptakan Tari Kinnara Kinnari.

Berbeda dengan Ruru, Tari Kinnara Kinnari yang diciptakan Eko Sunyoto pada 2007 diadaptasi dari relief Candi Pawon.

Tari Kinnara Kinnari menggambarkan dua makhluk setengah manusia dan setengah burung yang menjaga Kalpataru atau pohon kehidupan serta pundi pundi rejeki.

Berbeda dengan Ruru yang ditarikan anak-anak usia 6 hingga 10 tahun, Tari Kinnara-Kinnari dibawakan oleh remaja usia 13 hingga 25 tahun.

Durasi tariannya juga lebih lama yakni sekitar 11 menit dengan karakter gerakan lincah dan gesit menyerupai burung yang sedang terbang dengan jumlah penari 5 hingga 10 orang.

Eko bahkan sudah membawa tarian ciptaannya hingga ke Negeri Gajah Putih alias Thailand dalam event Culture Exchange Sister Borsang Umbrela Festival di Chiang Mai Thailand pada 17-19 Januari 2020 silam.

Karya-karya Eko juga aktif tampil pada sejumlah event internasional di Borobudur dan memenangkan berbagai kejuaraan.

Selain Ruru dan Kinnara-Kinnari, Eko juga terus melakukan eksplorasi pada berbagai relief di Candi Borobudur dan sekitarnya agar kisahnya bisa dituangkan menjadi tarian seperti Balatia, Mandatara, Vessantara dan masih banyak lagi.

Tari sebagai penyembuh jiwa

Bagi Eko, seni dan budaya tak sekedar sarana hiburan, melainkan obat bagi seluruh jiwa yang lelah dan sakit.

Sebagai seniman yang juga mantan terapis kejiwaan di RSJ Soerja Kabupaten Magelang, Eko telah banyak membuktikan manfaat menari sebagai sarana pengobatannya.

Saat melakukan terapi dan mengajak pasiennya menari, Eko tak pernah mencari tahu latar belakang gangguan jiwa atau masa lalu para penghuni sanatorium.

Namun demikian, ia begitu yakin, bahwa mereka yang terluka jiwanya, tetap bisa berkarya. melestarikan budaya dan tidak menjadi aib bagi keluarga.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AP
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini