Mengenal Tradisi "Pitih Japuik", salah satu adat pernikahan Masyarakat Minangkabau

Mengenal Tradisi "Pitih Japuik", salah satu adat pernikahan Masyarakat Minangkabau
info gambar utama

Indonesia merupakan negara dengan ribuan budaya di dalamnya. Di setiap daerahnya pasti memiliki keunikan adat istiadat tersendiri.

Adat istiadat merupakan tata laku yang telah turun temurun dilakukan dari generasi terdahulu hingga sekarang sebagai warisan dari nenek moyang suatu masyarakat.

Tak terkecuali Sumatra Barat. Daerah yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia yang dijuluki dengan nama Minangkabau ini merupakan salah satu daerah dengan adat istiadat yang masih sangat kental.

Masyarakat Minangkabau terbagi dalam berbagai suku yang berbeda-beda. Adat istiadat di Minangkabau tidak diatur hanya berdasarkan suku, melainkan juga berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain.

Perbedaan ini mencakup berbagai macam aspek di antaranya seperti bahasa, pernikahan, kesenian, kehidupan bersosial, hingga tata cara upacara kematian.

Di Minangkabau terdapat sebuah tradisi unik dalam adat pernikahan yang masih dilakukan hingga saat ini. Pitih Japuik adalah salah satu adat yang sangat penting bagi masyarakat Sumbar, terutama di Kota Pariaman.

Pitih japuik adalah sejumlah uang atau benda berharga lainnya yang disepakati oleh pihak keluarga anak daro(mempelai perempuan) lalu diberikan pada pihak marapulai(mempelai laki-laki) sebagai bentuk bahwa pihak anak daro tertarik untuk menikahi marapulai. Pemberian pitih japuik diserahkan sebelum pesta pernikahan berlangsung.

Tradisi ini mencerminkan prinsip kebersamaan dan gotong royong yang sangat kuat dalam budaya Minangkabau. Bagi masyarakat Minangkabau, tradisi pitih japuik ini juga untuk mempertahankan status sosial individu atau keluarga mereka dengan memberikan atau menerima pitih japuik tersebut.

Nilai pitih japuik ini pun bervariasi, tergantung status sosial keluarga yang terlibat. Artinya, semakin tinggi status sosial keluarga tersebut, maka bertambah besar pula jumlah yang akan dikeluarkan untuk pitih japuik. Namun terkadang nilai dari pitih japuik ini juga dinilai berdasarkan tingkat pendidikan, pekerjaan dan jabatan sang mempelai laki-laki.

Masyarakat Minangkabau merupakan penganut sistem kekerabatan Matrilineal dimana garis keturunan ditentukan dari perempuan, yang membuat Minangkabau berbeda dari daerah lain di Indonesia yang menganut sistem kekerabatan patrilineal.

Oleh sebab inilah calon suami atau mempelai laki-laki nantinya akan dianggap sebagai pendatang dalam keluarga pihak mempelai perempuan (urang sumando).

Asal muasal pitih japuik ini pun sebenarnya terdapat dalam berbagai macam versi. Salah satunya beranggapan bahwa tradisi ini berasal dari kota Pariaman, yang merupakan daerah pertama yang menerima kehadiran ajaran Islam di Sumatra Barat.

Tradisi ini sendiri terinspirasi dari kisah pernikahan Rasulullah SAW dengan Siti Khadijah. Saat itu, Khadijah memberikan sejumlah hartanya kepada Rasulullah untuk menghormati dan mengangkat derajat beliau. Nilai-nilai yang dimiliki dalam sejarah Rasulullah tersebut yang kemudian diterapkan oleh masyarakat Minangkabau dalam tradisi pitih japuik.

Namun, dalam tradisi ini terdapat beberapa kesalahpahaman yang menganggap bahwa pitih japuik sama dengan ‘membeli’ mempelai laki-laki. Tradisi ini sama sekali tidak untuk memandang rendah derajat seseorang.

Justru tradisi ini bertujuan untuk meninggikan derajat sang mempelai laki-laki. Selain itu, tradisi ini juga sebagai bentuk rasa menghargai pihak keluarga laki-laki yang telah merawat dan membesarkan sang mempelai laki-laki yang biasanya menjadi tumpuan bagi keluarganya. Namun kini juga beralih menjadi tumpuan sang keluarga mempelai perempuan.

Setelah acara pernikahan berlangsung, pihak mempelai laki-laki akan ‘mengembalikan’ pitih japuik tersebut sebagai tanda untuk menghargai dan rasa hormat kepada pihak mempelai perempuan. Pihak mempelai laki-laki akan mengembalikan dalam bentuk emas perhiasan yang bahkan terkadang nilainya melebihi dari pitih japuik itu sendiri.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

IP
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini