Tradisi Ruwat Bumi Di Kabupaten Tegal Laka-Laka

Tradisi Ruwat Bumi Di Kabupaten Tegal Laka-Laka
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk MelambungDesa Guci dan Pekandangan merupakan desa sebuah desa di Kabupaten Tegal yang terletak di kaki Gunung Slamet. Di berkahi tanah yang subur, sumber daya alam yang melimpah dan kondisi alam yang indah menjadikan dua daerah tersebut sangat bergantung dengan sektor pertanian dan pariwisata. Ketergantungan dengan alam dan hasil bumi, membentuk masyarakat desa setempat sangat menjaga keasrian dan kelestarian sumberdaya alam di sekitarnya. Masyarakat setempat memiliki sebuah tradisi atau perayaan adat sebagai wujud rasa syukur kepada Sang Maha Kuasa karena telah di berkahi alam yang menopang kelangsungan kehidupan mereka. Tradisi tersebut di sebut “Ruwat Bumi”. Kata “Ruwat” dalam bahasa jawa berarti memelihara atau menyelamatkan, sedangkan dalam KBBI “Ruwat” berarti pulih kembali dan “Bumi” merupakan tempat hidup manusia. Maka “Ruwat Bumi” yaitu tradisi masyarakat Jawa yang bertujuan untuk menjaga keselamatan bumi dari musibah yang akan menimpa dan sebagai wujud syukur kepada Tuhan atas diberkahinya sumber daya alam yang bermanfaat bagi kehidupan mereka.

Tradisi Ruwat Bumi merupakan tradisi rutin yang dilaksanakan di setiap bulan Muharram dalam kalendar islam atau Sura dalam kalendar Jawa. Dalam pelaksanaan tradisi Ruwat Bumi terdapat banyak rangkaian dengan makna di setiap rangkaiannya. Rangkaian Ruwat Bumi diawali dengan doa bersama dan istighosah dilanjutkan dengan penyembelihan kambing kendit di kaki Gunung Kelir. Kambing kendit yaitu kambing berwarna hitam yang memiliki lingkaran putih di perutnya. Lingkaran putih pada perut kambing tersebut bermakna bahwa kehidupan di dunia ini senantiasa berputar, makna lainnya yaitu sebagai tali yang menggabungkan dua hal dalam hal ini yaitu Desa Pekandangan dan Desa Rembul. Daging kambing kendit yang telah disebelih tersebut kemudian di bagikan ke masyarakat desa Pekandangan dan Desa Guci sedangkan darah, kuping, ekor dan kaki nya di kubur. Usai penyembelihan kambing kendit dilanjutkan dengan acara “Tayuban” atau ronggenggan diiringi musik gamelan. Hal unik dari tayuban ini yaitu orang lain dilarang menari kecuali orang tersebut di kalungi dadung berupa tali yang memiliki arti mengikat.

Keesokan harinya, dilanjutkan acara arak-arakan “gunungan” yaitu beragam hasil bumi yang di peroleh dari Desa Pekandangan dan Desa Guci. Arak-arakan tersebut di mulai dari Desa Pekandangan hingga Objek Wisata Guci di Desa Guci. Setelah arak-arakan gunungan, kemudian dilanjutkan doa bersama seluruh masyarakat yang dipimpin oleh sesepuh desa setempat. Doa bersama dilakukan sebagai syukuran atas keberkahan yang diperoleh dari hasil bumi dan doa meminta agar diberi keselamatan serta dijauhkan dari musibah hingga tahun yang akan mendatang. Pembacaan doa diucapkan dalam bahasa arab dan bahasa tegalan. Setelah doa bersama, masyarakat berbondong-bondong untuk memperoleh beragam sayur mayur, buah-buahan dan palawija sedekah bumi yang disajikan dalam gunungan. Masyarakat percaya dengan mendapatkan hasil bumi yang sudah di doakan tersebut mereka akan mendapatkan keberkahan di masa mendatang. Akhir tradisi Ruwat Bumi ini yaitu ritual memandikan kambing kendit di pancuran 13 objek wisata Guci. Proses memandikan kambing kendit ini dipimpin oleh sesepuh adat dan dilakukan oleh bupati Kabupaten Tegal dan kepala desa dari Desa Rembul dan Desa Guci, serta Kapolsek dari kecamatan Bojong dan Bumijawa. Dalam prosesi memandikan kambing kendit terdapat beberapa perlengkapan yang harus disiapkan yaitu 7 kendi yang berisi air dari 7 sumber mata air, 3 kendi besar, siwur batok kalung janur, 7 kembang setaman, dan 7 jenis minuman. Pada proses pemandian kambing kendit banyak disimbolkan dengan angka 7. Menurut masyarakat Jawa 7 atau pitu memiliki arti “pitulungan” yang berarti pertolongan. Sedangkan lokasi pemandian di pancuran 13, karena angka 1 dan 3 jika di gabung menjadi 4 (Sri, Lungguh, Dunya, Lara) yaitu tempatnya orang sakit. Masyarakat Kabupaten Tegal percaya air panas yang berasal dari Gunung Slamet di pancuran 13 Guci dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Proses memandikan kambing kendit disertai dengan menabur bunga ke pancuran 13 (https://lib.unnes.ac.id/41734/). Usai dimandikan, kambing kendit di bawa kembali oleh sesepuh yang memimpin prosesi adat ini untuk di pelihara selama satu tahun kedepan hingga prosesi Ruwat Bumi yang akan datang dan kambing kendit tersebut di sembelih.

Tradisi Ruwat Bumi ini masih dilestarikan hingga kini, agar anak cucu masyarakat Kabupaten Tegal khususnya Desa Rembul, Pekandangan dan Guci senantiasa menjaga alam dan melestarikannya. Dimana bumi di pijak di situ langit di junjung. Di berkahi alam yang subur dan makmur sudah sewajarnya menjaga kelestarianya agar sampai kelak dapat terus bermanfaat untuk masyarakat sekitar. Tradisi adat ini perlu di lestarikan agar adat dan budaya daerah tetap ada dan kokoh ditengah bermunculnya budaya-budaya baru akibat globalisasi. Daerah yang masih memegang erat tradisi dan budaya daerahnya, senantiasan menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat luar daerah untuk turut menyaksikan dan menikmati kebudayaan daerah tersebut. Sebagai anak muda daerah, rasanya senang dan bangga masih menyaksikan tradisi Ruwat Bumi di Kabupaten Tegal. Ruwat Bumi tahun 2023 dilaksanakan pada tanggal 26 Juli. Pada saat itu berkesempatan menyaksikan langsung pelaksanaan acara Ruwat Bumi ini.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini