Kaba Minangkabau: Pengertian, Sejarah, dan Perkembangannya

Kaba Minangkabau: Pengertian, Sejarah, dan Perkembangannya
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023

#PekanKebudayaanNasional2023

#IndonesiaMelumbunguntukMelambung

Suku Minangkabau dikenal kaya akan sastra lisan. Dari pantun, hikayat, mantra, petatah petitih, hingga kaba. Bentuk kebudayaan yang diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi ini masih dipertunjukkan di daerah Minangkabau. Salah satunya adalah kaba.

Pengertian Kaba

Kaba merupakan sastra tradisional Minangkabau dan disampaikan secara berirama atau didendangkan oleh tukang kaba dengan iringan alat musik saluang dan rabab. Bentuk kaba berupa prosa lirik yang setiap baris terdiri beberapa kalimat dan satu kalimatnya terdiri atas tiga sampai lima kata.

Kaba dianggap sebagai cerita rakyat asal Minangkabau yang bercerita tema kepahlawanan, petualangan, pelipur lara, dan kisah cinta dengan latar kejadian cerita pada masa lampau atau masa kini. Adapun cerita memuat pesan nasihat, hiburan, pengajaran, bahkan bertujuan sebagai kritik sosial bagi masyarakat suku Minangkabau.

Unsur kaba terdiri atas peribahasa, perumpamaan, kiasan, dan dominan pantun. Jadi tak heran, bila cerita diawali dan diakhiri oleh pantun. Pantun pembuka biasanya berisi permintaan izin kepada pendengar dan permohonan maaf jika tukang kaba salah menceritakan kaba. Berikut salah satu pantun pembuka dari A. A. Navis dalam (Gozali, 2012):

Banda urang kami bandakan,

Padi tahampa dipamatang,

Dirambah daun jerami.

Kaba urang kami kabakan,

Antah talabiah antah takurang,

Kok salah mintak diubahi.

‘Bandar orang kami gunakan,

Padi terhampar di pematang,

Dirambah daun jerami.

Kabar orang kami kabarkan,

Entah berlebih entah berkurang,

Kalau salah tolong diubahi.’

Dilihat dari isi pantun dapat diketahui tukang kaba bukanlah si pemilik cerita. Ia hanya bertugas menyampaikan cerita dari cerita orang lain kepada khalayak. Lantas dari mana asal-usul cerita kaba?

Sejarah Kaba

Menurut Gozali (2012), periode awal penulisan kaba tidak terlepas dari masuknya agama Islam ke daerah Minangkabau melalui pantai timur pada abad ke-7 Masehi. Islam membawa perubahan besar bagi kehidupan masyarakat Minangkabau. Islam menjadi agama dan pedoman hidup dalam bermasyarakat, serta berpengaruh pada ciri khas kesusasteraan seperti kaba.

Istilah kaba diambil dari bahasa Arab, yaitu akhbar yang berarti ‘kabar’ atau ‘berita’. Bila dilafalkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi kabar, sedangkan kaba saat dilafalkan dalam bahasa Minangkabau. Orang Minangkabau sering menambahkan kata carito sebelum kata kaba, carito kaba yang berarti ‘kabar berita’ dalam bahasa Indonesia.

Cerita kaba menjadi pembawa berita baik atau berita buruk yang berasal dari petunjuk Tuhan. Tujuannya untuk menyampaikan amanat sistem adat yang berlaku di Minangkabau berisikan pengajaran nilai-nilai baik dan buruk. Selain itu, sebagai sarana hiburan bagi masyarakat Minangkabau. Kaba disampaikan dengan cara dilagukan atau didendangkan oleh tukang kaba.

Sejak aksara Jawi (Arab-Melayu) dikenal oleh masyarakat Minangkabau pada abad ke-19, kaba mulai dituliskan di atas kertas. Banyaknya naskah kaba membuat para penerbit swasta banyak bermunculan pada tahun 1950 sampai 1960-an. Beberapa penulis kaba pun mulai terkenal, seperti Sutan Pangaduan, Selasih, dan Sjamsuddin St. Radjo.

Dari segi isi cerita, kaba terbagi atas dua periode, yaitu kaba klasik dan kaba baru. Kaba klasik merupakan hasil saduran dari hikayat sastra Melayu dan masih berbentuk tradisi lisan. Contohnya kaba Si Tabung dari hikayat di Barus, kaba Malin Deman dari hikayat di Aceh, dan kaba Anggun nan Tongga dari hikayat di Malaysia. Ciri khas kaba klasik menceritakan kehidupan kerajaan atau dewa-dewi, kekuatan supranatural, dan berlatar pada masa lampau.

Berbeda dengan kaba baru yang menceritakan kehidupan sosial masyarakat Minangkabau masa kini. Contohnya kaba Amai Cilako, kaba Si Rancak di Labuah, kaba Si Sabariah. Ciri khas kaba baru terdapat pada usaha tokoh mengubah nasib buruknya, suka dan duka kehidupan manusia, dan upaya menegakkan kebenaran. Biasanya kaba baru dijadikan media kritik agar masyarakat Minangkabau berperilaku sesuai adat Minangkabau.

Baik kaba klasik maupun baru, amanat yang terkandung dalam kaba tidak jauh dari falsafah adat Minangkabau, yaitu “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah”. Juga, tambo Minangkabau seperti kaba Cindua Mato yang menjelaskan asal-usul nenek moyang orang Minangkabau.

Perkembangan Kaba

Pada abad ke-20, kaba mulai diperdengarkan melalui radio. Ketika industri rekaman masuk, kaba mulai direkam pada piringan hitam, rekaman kaset, maupun video compact disc (VCD). Saat ini penyampaian kaba sudah banyak variasinya, seperti tarian, drama, rekaman, dan kesenian lain.

Kaba yang didendangkan oleh tukang kaba seperti zaman dahulu sudah jarang ditemui dan hanya ada pada acara kebudayaan tertentu saja. Kaba lebih banyak dipertunjukkan dalam bentuk kesenian.

Salah satunya kesenian randai dari Pariaman, sebuah pertunjukkan teater rakyat yang menggabungkan seni tari, lagu, musik, drama, dan silat. Adapun cerita yang dipertunjukkan biasanya berasal dari cerita-cerita kaba seperti kaba Anggun nan Tongga. Dari kaba muncul pula kesenian-kesenian dari daerah lain, seperti Rabab Darek, Rabab Pasisia, Rabab Piaman, Indang.

Tidak hanya itu saja, beberapa instansi kebudayaan daerah setempat mengadakan lomba menulis cerita kaba. Salah satunya Balai Bahasa Provinsi Sumatera Barat yang aktif melaksanakan kegiatan pelestarian kebudayaan Minangkabau. Bahkan mencetak beberapa buku terjemahan kaba Minangkabau ke dalam bahasa Indonesia. Tujuannya agar kaba Minangkabau dapat dibaca dan dipelajari kebudayaannya oleh semua orang. Sampai saat ini, sudah berapa cerita kaba yang Kawan GNFI ketahui?

Daftar Pustaka

Gozali, Imam. 2012. “Kaba: Sebuah Penelusuran Bibliografi dan Pemetaan Kajian.” Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora 3 (2): 165—182.

Navis, A.A. 1984. Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Grafitipers.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NR
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini