Kenalkan Budaya Lewat Cerita Anak

Kenalkan Budaya Lewat Cerita Anak
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Perkembangan teknologi, terutama teknologi informasi, kini tidak dapat dibendung lagi. Perkembangan teknologi membuat dunia menjadi satu. Berbagai platform media sosial, media informasi digital, dan berbagai platform lainnya menjadikan semua informasi mudah didapat. Tentu, kemajuan tersebut merupakan hal positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan pemenuhan berbagai kebutuhan hidup yang bermuara pada peningkatan standar kehidupan ke arah yang lebih baik.

Meski demikian, perkembangan tersebut juga memiliki sisi negatif. Bagaikan dua mata pedang, setiap hal positif selalu diikuti hal negatif. Terlebih, bagi anak-anak yang masih rentan berubah sesuai dengan apa yang mereka dengar, lihat, dan rasakan. Berbagai informasi negatif, gaya hidup “bebas”, dan budaya masyarakat yang ada di belahan dunia lain, juga bebas berlalu lalang di dunia maya. Saat ini, anak-anak tak lepas dari serbuan arus informasi, banyak terpengaruh dengan gaya hidup bangsa lain. Tak heran jika anak-anak lebih mengenal K-Pop, dance, dan joget TikTok daripada tari Gambyong, Seudati, Saman, tembang macapat , atau berbalas pantun.

Perlahan tapi pasti, budaya bangsa semakin banyak ditinggalkan. Banyak anak yang kini tidak tahu lagi kekayaan khasanah kebudayaan bangsa karena bersentuhan dengannya pun tidak. Permasalahan semakin pelik tatkala orang tua pun juga minim informasi tentang akar budaya bangsa.

Apakah kita harus menyerah dengan kondisi ini? Tentu saja tidak. Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk kembali mengenalkan keluhuran budaya bangsa. Apalagi selama ini masyarakat Indonesia dikenal oleh masyarakat dunia sebagai masyarakat santun, berbudi pekerti luhur, toleran, ramah, dan damai yang semua itu karena kekuatan akar budaya kita.

Setiap orang dengan peran masing-masing tentu dapat mengenalkan kembali budaya kita, minimal di ruang lingkup keluarga masing-masing. Sebagai penulis, saya melakukan hal yang bisa saya lakukan untuk mengenalkan kembali kekayaan budaya bangsa kepada anak-anak lewat cerita anak. Media cerita anak ini menjadi pilihan karena anak-anak masih menyenangi dongeng, mendapat cerita dari orang tuanya, atau membaca cerita-cerita yang sangat terkait dengan mereka. Setiap anak tentu ingin menjadi ‘’hero’’ atau “pahlawan” bagi dirinya, keluarga, atau lingkungan tempat tinggalnya. Tentu kepahlawanan ini sesuai dengan kapasitas mereka sebagai anak-anak.

Cerita juga dapat mengeratkan kembali hubungan antara anak dan orang tua yang dewasa ini semakin renggang karena masing-masing sibuk dengan dunia maya mereka. Buku cerita anak dapat menjadi sarana bagi orang tua dalam mendampingi anaknya. Cerita anak juga dapat menjadi sarana memperkenalkan kekayaan budaya bangsa kepada anak-anak. Harapannya, sedikit demi sedikit anak-anak memiliki gambaran akan keragaman budaya bangsa dan tertarik untuk melestarikan. Terlebih, budaya yang dikenalkan tersebut sangat dekat dengan karakter tempat tinggal masing-masing anak. Kekayaan budaya bangsa yang beraneka ragam juga lahir dari keragaman masyarakat dan lingkungan tempat tinggal anak.

Salah satu isi buku Di Mana Adik?
info gambar

Salah satu cerita yang saya tulis adalah buku Di Mana Adik? Cerita berlatar budaya Suku Dayak Kenyah ini mengisahkan kepahlawanan Monan, anak perempuan yang membantu Ibu mengasuh Bilung, adiknya. Sang ibu saat itu sedang sibuk menjahit pakaian khas manik-manik. Mereka berdua pun bertualang menuju rumah Nenek. Dalam petualangan itu, Monan dan Bilung bersentuhan kembali dengan budaya Dayak Kenyah, seperti saat mereka singgah di rumah lamin khas Dayak (rumah adat berbentuk panjang dan ditinggali banyak keluarga). Monan dan Bilung membuat gelang rotan di rumah itu. Budaya juga dikenalkan lewat pakaian dan keranjang yang dipakai Monan untuk menggendong adiknya. Kepahlawanan Monan muncul saat mencari adiknya yang ternyata tertinggal di rumah lamin. Akhirnya, Monan bisa menemukan adiknya dan sampai ke rumah Nenek. Saat itulah, budaya kembali diperkenalkan lewat sajian masakan khas Kalimantan Timur dari Nenek.

Bagian Buku Nanti Saja|Foto: Dokumen Pribadi
info gambar

Dalam buku cerita anak Nanti Saja, saya mengenalkan budaya suku Banjar Kalimantan Selatan. Melalui sosok Inur, seorang anak perempuan suku Banjar yang lincah, saya mengajak pembaca untuk mengenal tradisi dan budaya di Kalimantan Selatan. Salah satunya adalah tradisi berdagang di sungai menggunakan jukung (perahu dayung) maupun kelotok (perahu bermotor) yang dikenal sebagai pasar terapung. Inur membantu orang tuanya berjualan soto banjar dan gorengan di perahu kelotok. Inur bersama teman-temannya tampil sebagai sosok pahlawan yang berusaha berkarya lewat barang-barang bekas di lingkungannya. Mereka membuat replika perahu kelotok, menjahit tas dari kain Sasirangan, serta menghias tanggui (caping besar khas Banjar). Meskipun hanya temannya yang berhasil, Inur tidak menyerah. Inur akhirnya berhasil membuat lilin dari sisa minyak goreng untuk menerangi rumah lanting khas Banjar yang sering mati lampu di malam hari.

Bagian Cerpen Kain Dari Rumput|Foto: Dokumen Pribadi
info gambar

Cerita lainnya berjudul Kain dari Rumput. Cerpen ini mengisahkan tentang usaha Siluq, anak perempuan suku Dayak Benuaq yang selama ini tinggal di pedalaman dan ingin melihat kota. Aktivitas Siluq sangat erat dengan tradisi pembuatan kain ulap doyo yang dibuat dari rumput doyo. Siluq turut mencari rumput doyo, membantu proses pengolahan, mewarnai, hingga menemani ibunya menenun. Pengetahuan tentang pembuatan kain ulap doyo ini yang menjadi modal siluq untuk bisa pergi ke kota. Sehari-hari, Siluq sering menjadi pemandu bagi para turis yang datang ke desanya. Para turis itu kagum dengan cara Siluq yang selalu ceria dalam menerangkan proses pembuatan kain ulap doyo. Salah satu turis itu ternyata seorang pejabat di kotanya. Ketika kotanya menggelar pemeran budaya, Siluq pun diundang secara khusus, untuk menjadi pemandu di pameran tersebut. Cita-citanya pergi ke kota pun terwujud.

Melalui cerita-cerita yang saya tulis, saya berharap anak-anak akan mengenal dan tertarik kepada budaya bangsa. Apa yang mereka baca saat kecil tertanam dalam sanubari dan mengakar kuat dalam diri mereka. Mereka pun akan tertarik untuk mengetahui budaya-budaya lainnya. Dengan demikian dapat memupuk kecintaan kepada budaya bangsa.

Apakah Kawan GNFI sudah membaca cerita-cerita tersebut? Yuk, bacakan ceritanya untuk anak, adik, keponakan, dan anak-anak lain di sekitar kita. Ajak mereka mengenal budaya bangsa.



Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

FE
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini