Gong Kyai Pradah, Warisan Tradisi Turun Temurun dari Blitar

Gong Kyai Pradah, Warisan Tradisi Turun Temurun dari Blitar
info gambar utama

Gong Kyai Pradah warisan tradisi turun temurun di Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Tradisi Gong Kyai Pradah merupakan proses untuk memandikan sebuah benda pusaka yaitu Gong disirami bunga setaman, menjadi daya tarik tersendiri saat akan diadakannya jemasan Gong Kyai Pradah. Para pengunjung yang menyaksikan proses sakral pemandian Gong kebanyakan berasal dari luar dari Sutojayan untuk ngalap (meminta) berkah.

Tradisi yang diperhelat setiap satu tahun dua kali ini sudah menjadi kegiatan yang melekat pada masyarakat khususnya Kecamatan Sutojayan. Kegiatan ini dilaksanakan saat setiap 1 syawal dan Rabiul Awal bertepatan dengan maulid Nabi Muhammad SAW.

Upacara siraman Gong Kyai pradah dimaksutkan sebagai sarana untuk memohon berkah kepada makhluk ghaib yang ada pada pusaka atau roh halus di Gong Kyai Pradah. Sehingga setiap upacara selalu dilakukan dengan sakral yang melibatkan sesepuh atau juru kunci. Masyarakat selalu percaya setiap air bekas yang sudah dimandikan dari prosesi penyiraman Gong berkhasiat berbagai penyakit di tubuh yang disiram dan membuat awet muda.

Melihat Inovasi Teknologi Wuling dalam Mobil Listrik Terbarunya, Apa Saja Itu?

Sejarah Singkat Gong Kyai Pradah

Dahulu ada yang mengatakan bahwa Kyai pradah / Kyai Macan yang kawan kenal merupakan buatan dari Sunan Rawu, kembaran dari Kyai Becak, pusaka dari R.M atau Pangeran Mangkunegoro I. Kyai Macan dipinjam oleh pasukan sunan kudus untuk tengoro bagi lasykar Demak sewaktu menyerang pasukan dari Majapahit.

Melalui pelacakan yang dilakukan Bupati Blitar beserta Asisten Kediri pada tahun 1927, terdapat informasi sejarah meliputi : Pada saat itu pasukan dari Demak dan Sunan Kudus membawa bende Kyai Macan. Pasukan Demak yang tidak telalu banyak jumlahnya menggempur mengikuti pasukan Kerajaan Majapahit dari belakang.

Pasukan Demak yang kalah jumlah berpencar untuk menyiasati para pasukan Kerajaan Majapahit. Kala itu daerah Majapahit hanya hutan belantara, sehingga saat pasukan demak memukul kyai macan terpancar pula suara dari segala penjuru. Mendengar bunyi tersebut pasukan Majapahit mengira bahwa tentara Demak mengerahkan pasukan Harimau siluman. Banyak dari pasukan meninggalkan Pos dan ketakutan.

Awal itulah menjadikan tentara Demak mudah untuk menduduki wilayah kota Majapahit dan berubah menjadi Kerajaan Demak. Kyai Macan setelah itu berubah menjadi benda pusaka Demak dan disatukan dengan Gamelan Sahadatin. Sejak menjadi pusaka Demak, Kyai Macan berpindah-pindah menjadi pusaka Pajang dan Kartosuro.

Menurut cerita, Sunan Paku Buono I mempunyai seorang putra dari garwo ampera yang bernama Pangeran Prabu. Sewaktu Paku Buono I belum memiliki putra, Pangeran Prabu akan menjadi raja selanjutnya menggantikan dirirnya. Akan tetapi Garwo padmi melahirkan seorang anak laki-laki.

Takut akan terjadinya perang saudara dikemudian hari dan menimbulkan perpecahaan di Kerajaaan Demak. Pangeran Prabu disuruh untuk meninggalkan kerajaan dan pergi ke wilayah hutan lodoyo, bertujuan babad mendirikan sebuah kerajaan. Saat itu, daerah hutan lodoyo terkenal dengan wangit, diberikanlah pusaka Kyai Macan sebagai tumbal.

Jeka Saragih dan Pengorbanannya yang Terbayar Lunas Lewat Kemenangan di UFC

Sebenarnya niat dari Sunan Paku Buono I menyuruh Pangeran Prabu babad hutan lodoyo tidak untuk mendirikan sebuah kerjaan, akan tetapi untuk menghancurkan dirinya melalui godaan jin. Di lain pihak, Pangeran Prabu yang juga sebagai ulama besar sudah mengetahui niat dari Sunan Paku Buwono I. Sehingga untuk menghilangkan jejak dari pihak kerajaan, beliau berpindah – pindah untuk tempat tinggalnya.

Kyai Macan yang saat itu berdampingan bersama Pangeran Prabu saat babad, kemudian menitipkan Kyai Macan bersama Nyi Partosoeto dengan pesan yang disampaikan oleh Pangeran Prabu agar setiap tanggal 12 Rabiul Awal dan 1 Syawal disiram dengan air kembang setaman dan diborehi.

Setelah Nyi Portosoeto meninggal dunia, Kyai macan disimpan oleh Ki Rediboyo. lalu tumurun ke Kyai Rediguno, dan tumurun lagi ke Ki Imam Setjo, yang bertempat tinggal di Dukuh Kepek, Ngeni. Tak lama di simpan Ki Imam Setjo, terdapat kejanggalan yang terjadi diwilayahnya yaitu setiap ada orang yang melahirkan terdapat anak yang meninggal dunia.

Tak berselang lama, ada seseorang yang mengalami mimpi untuk nyekar ke Kyai Macan. Saran mimpi tersebut dilaksanakan dan berhasil. Kemudian cerita dari mulut ke mulut menyebar sangat luas. Banyak orang-orang berbondong mengunjungi Kyai Macan. Sampai saat ini menjadi wisata sejarah dan sekarang nama Kyai Macan berganti menjadi Pradah atas kebaikannya.

Tradisi Siraman Gong Kyai Pradah ini sudah ditetapkan sebagai satu di antara Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Tahun 2016 dan 2017. Warisan tradisi yang patut dilestarikan dan dikenal oleh masyarakat secara luas.

Joe Biden Luluh! Indonesia Bakal Jadi Pemasok Nikel Kendaraan Listrik di AS

Referensi :

  • https://www.blitarkab.go.id/2018/11/22/tradisi-siraman-gong-kyai-pradah-promosi-wisata-aset-budaya-bangsa/
  • https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjatim/jamasan-gong-kyai-pradah/

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RK
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini