Khasiat Ikan Dewa yang Jadi Lauk Wajib Bangsawan Nusantara hingga Tionghoa

Khasiat Ikan Dewa yang Jadi Lauk Wajib Bangsawan Nusantara hingga Tionghoa
info gambar utama

Masyarakat umumnya menyebutnya sebagai ikan dewa. Ada juga yang memberikan nama lain, seperti ikan toro soro, soro, ikan batak, salmon jawa, gariang, gabus atau lainnya. Tetapi yang jelas ikan dewa laksana dewa saja.

Hal ini bisa dilihat dari segi harganya yang begitu mahal. Harga ikan dewa satu kilogram saja bisa mencapai Rp1,5 juta rupiah. Hal ini karena kandungan gizinya yang bahkan telah diakui sejak Dinasti Ming.

Menggali Potensi Ekonomi dari Ikan Terbang bagi Nelayan di Pulau Maluku

“Pada zaman Dinasti Ming, terapi pengobatan dengan ikan dewa sudah digunakan. Para raja mengonsumsi sup ikan dewa,” ungkap Sekretaris Jurusan Budi Daya Ikan pada Fakultas Pertanian ULM, Dr Ir Untung Bijaksana yang dimuat Banjarmasin Post.

Di China, ikan dewa dipercaya memiliki khasiat untuk mempercepat penyembuhan luka pasca operasi ataupun sebagai antibiotik alami. Sehingga begitu dicari oleh masyarakat dan para bangsawan.

“Kandungan protein asam amino albumin yang ada pada ikan gabus membuatnya begitu berkhasiat sebagai obat alami,” ujarnya.

Dikeramatkan

Berdasarkan karakteristiknya, ikan dewa hidup di sumber air yang jernih, bersih, dan mengalir secara terus-menerus. Mata air yang hanya bisa timbul jika lingkungan hutannya lestari dengan pepohonan lebat,

Karena dikeramatkan, masyarakat begitu menjaga keberadaan ikan dewa. Misalnya di Kolam Cibulan, Gunung Ciremai, Jawa Barat menjaga ikan dewa dan mata airnya sudah dianggap sebagai pesan yang diamanatkan secara turun temurun.

“Pantangan yang melekat sepanjang kisahnya sampai para perjalanan para raja Sunda yang pernah napak tilas di kawasan tersebut mampu menyelamatkan sumber mata air hingga ratusan tahun lamanya,” jelas Jay Fajar dalam Ikan Dewa, Pelindung Mata Air Sedari Nenek Moyang yang dimuat Mongabay.

Mengenal Ikan Putak yang Dianggap Sama dengan Ikan Belida, Benarkah Langka?

Hal yang menarik adalah ikan ini disebutkan sebagai penanda tata ruang. Tercatat dalam sebuah Prasasti Cicatih yang diduga ditulis Raja Jayabupati Jayamanahen dari Kerajaan Sunda pada tahun 952 Saka menetapkan wilayah larangan ditandai dengan sejenis ikan.

Pada prasasti itu tertulis daerah larangan berupa sebagian dari sungai yang kemudian dinyatakan tertutup atau tidak diperbolehkan untuk segala macam penangkapan ikan dan penghuni sungai lainnya.

“Ada dugaan ikan yang dimaksud Jayabupati adalah ikan dewa,” jelasnya.

Bernilai ekonomis

Hal yang menjadi kelebihan dari ikan dewa ini adalah pada nilai ekonomisnya yang tinggi. Kisaran harganya bisa mencapai Rp1 juta lebih per kilogram. Daging dan rasanya pun dikenal lebih kaya akan gizi.

“Banyak konsumen bilang rasa dagingnya tak kalah enak dari ikan salmon,” ucap Erik Hamdan Nugraha, warga yang membudidayakan ikan dewa.

Dalam sebulan, Erik bisa menerima permintaan 2.000-5.000 benih ikan dewa. Walaupun kecil, benih ikan ini dihargai Rp1.000 per centimeter panjang ukuran ikan. Artinya, satu ekor benih Rp3.000 - Rp7.000.

Hari Nelayan Nasional: Bukan Lagi Waktunya Mencari Ikan

Dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya, Veryl Hasan mengakui ikan endemik air tawar memang memiliki potensi untuk dikembangkan, begitu pula dengan nilai ekonomisnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini