RI Mulai Produksi Baterai Kendaraan Listrik Tahun Depan

RI Mulai Produksi Baterai Kendaraan Listrik Tahun Depan
info gambar utama

Indonesia akan mulai memproduksi baterai kendaraan listrik pada 2024. Kabar ini diungkapkan langsung oleh Direktur Utama PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC), Toto Nugroho.

Toto menyatakan bahwa pabrik sel baterai di Karawang yang dibangun bersama investor Korea Selatan, Hyundai, siap beroperasi tahun depan. Pabrik itu akan menghasilkan 10 giga watt hour (GWh) pertama untuk sektor otomotif.

“Jadi, bisa dilihat di 2024 kita akan ada 10 GWh pertama untuk otomotif. Ini yang kerja sama dengan Hyundai sudah siap beroperasi, dengan LG, di Karawang,” ujar Toto dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI, Senin (27/11/2023).

Selain itu, IBC dan LG juga akan melaksanakan pengisian sekitar 5.000 stasiun penukaran baterai. Toto menyebut, Kementerian BUMN RI sudah sepakat untuk mengembangkan industri baterai kendaraan listrik hingga 2034 dengan tahapan yang strategis

“Intinya bagaimana kita ingin mencapai 13 persen energi terbarukan di 2024, mendukung ke arah sana,” sambungnya.

7 Produsen Baterai EV Terbesar Dunia Investasi Rp630 Triliun di Indonesia

Pada kesempatan itu, Toto juga memaparkan peta jalan (roadmap) pengembangan baterai di Indonesia. Dia bilang, Indonesia ditargetkan sudah memproduksi 50 GWh baterai pada 2034. Daya sebesar itu akan dimanfaatkan untuk memasok kendaraan roda dua, roda empat, dan sistem penyimpanan energi (Energy Storage System/ESS).

“ESS sangat penting untuk kita melakukan support terhadap pengambangan EBT,” tambahnya.

Setelah itu, pada 2035, kapasitas produksi ditingkatkan hampir mendekati 60 GWh. Dengan demikian, pabrik bisa memasok baterai untuk kendaraan roda dua sebanyak 400—600 ribu unit dan 3—4 juta kendaraan roda dua.

Menurut Toto, IBC berperan dalam mendukung tujuan nol emisi (NZE) melalui adopsi ESS untuk energi terbarukan nasional hingga 3,5 GWh pada 2030. Pihaknya melakukan pengembangan ekosistem baterai dan ESS yang disebut sebagai penyatuan atau interkolerasi dari seluruh rantai pasok baterai.

Dalam salindia presentasinya tertulis, industri baterai berpotensi mengurangi emisi karbondioksida (CO2) sebanyak 9 juta ton per tahun dan menghemat impor bahan bakar 29,4 juta barel per tahun.

“Ini yang kami kerjakan juga tentunya dengan support dari PT ANTAM. Bagaimana kita melakukan hilirisasi dari hulu sampai ke hilir, sehingga produksi baterai, baik untuk produksi ESS ataupun untuk EV terjadi di Indonesia, dengan melakukan hilirisasi tambang dari ANTAM,” tandasnya.

LG Lanjutkan Megaproyek Baterai Kendaraan Listrik Rp142 T di Indonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Afdal Hasan lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Afdal Hasan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini