Boikot : Apakah akan Memengaruhi Merek Lokal untuk Waktu yang Lama?

Boikot : Apakah akan Memengaruhi Merek Lokal untuk Waktu yang Lama?
info gambar utama

Saat ini, di Indonesia, ketika kamu membawa suatu makanan dari merek yang tadinya biasa-biasa saja atau bahkan terlihat mewah— McDonald’s dan Starbucks— Kawan GNFI mungkin akan ditatap oleh sebagian besar orang dengan tatapan yang cenderung tajam. Menilai kamu merupakan seorang yang tidak peduli akan genosida dan kasus kemanusiaan yang saat ini sedang terjadi antara Palestina dan Israel.

Mungkin juga tidak sedikit yang menganggap Kawan GNFI sebagai seseorang yang tidak memiliki empati, bahkan disebut sebagai salah satu pendukung Israel. Saat ini, pemboikotan terhadap berbagai merek dan produk yang terduga mendukung Israel sangat marak terjadi di Indonesia.

IB Ngurah Wijaya, Keliling Afrika-Eropa untuk Promosikan Indonesia

Banyak sekali masyarakat Indonesia yang menyuarakan aksi pemboikotan dan pernyataan yang mendukung aksi boikot berbagai fast food yang diduga berhubungan dengan Israel. Sebenarnya, gerakan boikot ini sudah lama dilakukan dan pertama kali muncul pada tahun 2005 dengan sebutan Boycott, Divestment, Sanction (BDS).

BDS merupakan gerakan untuk mewujudkan kebebasan, keadilan, dan kesetaraan yang dahulu dipimpin oleh Palestina. Namun, saat ini gerakan tersebut merupakan gerakan global yang terjadi di seluruh dunia untuk membela kebebasan dan keadilan bagi Palestina terhadap Israel. Gerakan inipun terbukti memberikan dampak yang cukup besar sejak tahun 2005 ia diluncurkan.

Dari perspektif sosial, boikot McDonald's merupakan salah satu bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan. Melalui sosial media seperti Twitter dan Instagram, netizen marak menyuarakan aksi pemboikatan ini. Hal ini sejalan dengan larangan yang tercantum dalam Fatwa MUI No. 28/2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina.

MUI meminta umat Islam untuk menghindari penggunaan produk pendukung Israel. Meskipun tidak sepenuhnya kosong, gerai McD dan Starbucks di Indonesia terlihat mulai mengalami penurunan jumlah pelanggan. Selain menurunnya pelanggan pada tiap gerai, harga saham dari perusahan-perusahaan tersebut juga nampak mengalami penurunan.

Pemboikotan yang dilakukan atas dasar hati nurani dan tatapan judgmental sosial nampaknya sedikit banyak berhasil memengaruhi pola konsumsi masyarakat Indonesia. Masyarakat kini mulai beralih untuk mengkonsumsi makanan dengan merek lokal.

Banyak laman yang memuat rekomendasi-rekomendasi menu makanan fast food dengan merek lokal yang dapat dikonsumsi sebagai pengganti McDonald’s dan Starbucks, seperti Richeese dan Jatinangor House sebagai pengganti McDonald’s dan berbagai local coffee shop (yang saat ini sedang marak sekali tumbuh di Indonesia) sebagai pengganti Starbucks.

Namun, apakah hal ini akan bertahan lama atau hanya sekadar fenomena yang lewat sementara?

Analisis Kedatangan Pengungsi Rohingya di Indonesia Berdasarkan Hukum Internasional

Bagaimana Hal Ini Memengaruhi Brand Lokal?

Indonesia merupakan negara dengan banyak sekali keberagaman. Mulai dari suku, agama, hingga yang terdengar sederhana, yaitu makanan. Tinggal dan hidup di Indonesia berarti Kawan GNFI memiliki priviledge untuk mengeksplor dan menikmati keberagaman yang tertuang dalam bentuk makanan Indonesia.

Keberagaman makanan Indonesia dapat dirasakan dari makanan tradisional dan khas suatu daerah hingga makanan hasil adaptasi budaya luar dan budaya dalam negeri. Oleh karena itu, banyak sekali merek lokal Indonesia dalam ranah makanan.

Namun, kebanyakan masyarakat Indonesia memiliki stereotype bahwa yang mampu membeli McDonald’s atau Starbucks dalam kesehariannya merupakan orang yang kaya dan dipandang dalam sosial. Hal ini menyebabkan tak sedikit masyarakat yang lebih memilih untuk membeli merek-merek tersebut (tentunya selain karena praktis dan sesuai selera) agar dapat “dipandang” dalam sosial.

Akhirnya, merek makanan lokal menjadi kurang terkenal diantara kompetitor merek luar.

Namun, maraknya aksi pemboikotan yang kini sedang terjadi mengubah pola konsumsi tersebut. Banyak sekali netizen yang menyuarkan untuk beralih ke merek-merek lokal yang mereka klaim memiliki cita rasa tak kalah saing dengan merek-merek yang diboikot.

Nama-nama merek lokal itu kini kembali naik. Masyarakat mulai familiar dan teredukasi mengenai merek-merek yang ternyata lokal. Menggunakan dan mengkonsumsi merek lokal kini dipandang sebagai orang yang berempati dan peduli oleh sosial. Masyarakat Indonesia kini menjadi lebih bangga mengkonsumsi produk makanan bermerek lokal.

Investasi Besar-besaran di Asia Tenggara: AS vs China vs Jepang

Beberapa cuitan netizen di berbagai sosial media seperti Twitter pun mengatakan bahwa gerai makanan seperti Richeese mulai ramai dan mengantre hingga pintu keluar. Pengurangan konsumsi pada merek-merek tersebut pun tidak hanya disekitar konsumsi fast food. Penggunaan makanan kecil pelengkap dapur seperti saus, kecap, dan susu juga kini mulai berubah dengan menggunakan produk bermerek lokal.

Gerakan boikot tersebut dapat memberikan peluang bagi para merek makanan lokal untuk meningkatkan penjualan dan pangsa pasar. Hal ini disebabkan masyarakat Indonesia yang mendukung boikot akan beralih mengkonsumsi produk makanan lokal sebagai pengganti produk makanan Israel. Terjadi perubahan pola konsumsi makanan sebagai gaya hidup di dalamnya.

Gerakan boikot tersebut sedikit banyak juga turut meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya produk lokal sehingga mendorong masyarakat untuk mendukung makanan bermerek lokal. Selain itu, peningkatan konsumsi produk makanan lokal juga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia, khususnya di sektor industri makanan dan minuman.

Dapat dikatakan, efek gerakan boikot ini sangat berpengaruh positif terhadap makanan bermerek lokal. Namun, apakah hal ini akan terjadi selamanya?

Berapa Lama Hal Ini Akan Terjadi?

Masyarakat Indonesia memang sangat cepat dalam memviralkan, mengangkat isu, dan menyuarakan berbagai pendapat dan gerakan ketika terjadi suatu hal. Namun, begitu juga dengan masa viralnya. Cepat viral, tetapi juga cepat hilang. Begitu kondisi yang terjadi sebelumnya.

Apakah masyarakat Indonesia dapat konsisten dengan gerakan pemboikotannya? Sampai kapan masyarakat Indonesia akan bertahan? Akankan pola konsumsi masyarakat Indonesia nantinya kembali seperti sebelum pemboikotan?

Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut nasib makanan bermerek lokal. Perubahan pola gaya hidup masyarakat terhadap makanan pun ikut berdinamika dengan berbagai tren dan fenomena yang terjadi. Lantas, bagaimana nasib merek lokal setelahnya? Akankah kembali dilupakan atau tetap eksis bersamaan dengan merek yang sudah tidak di boikot?

Kapal Pinisi Menjadi Inspirasi Google Doodle Hari ini, Kira-Kira Kenapa, ya?

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SD
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini