Konsep Penta-Helix Collaboration di Balik Kesuksesan Dieng Culture Festival

Konsep Penta-Helix Collaboration di Balik Kesuksesan Dieng Culture Festival
info gambar utama

Dieng Culture Festival (DCF), acara yang telah digelar sebanyak 12 kali di Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah merupakan festival budaya tahunan yang digagas oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Dieng Pandawa. Dieng Culture Festival meraih penghargaan sebagai Top 10 Kharism Event Nusantara (KEN) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.

Dieng Culture Festival terdiri dari beberapa rangkaian acara yang memukau. Mulai dari aksi gotong-royong Dieng bersih, aksi penanaman pohon, pameran makanan khas, pagelaran budaya, festival tumpeng, ruwatan rambut gimbal, pengajian, dan ditutup dengan festival musik yaitu Jazz Atas Awan serta penerbangan lampion.

Salah satu rangkaian utama dari Dieng Culture Festival adalah upacara ruwat rambut gimbal, sebuah ritual budaya masyarakat Dieng untuk memotong rambut gimbal dengan tujuan untuk mengusir bala. Rambut gimbal sendiri menjadi fenomena unik yang diyakini sebagai warisan leluhur Dieng.

Menurut kepercayaan masyarakat setempat, anak-anak berambut gimbal yang ada di Dieng merupakan titipan dari Kyai Kolodete, sosok legendaris yang menyebarkan agama Islam di kawasan tersebut pada era Mataram Islam.

Dieng Culture Festival bukan hanya menjadi perayaan budaya semata, tetapi juga menyentuh aspek-aspek lain yang baik secara langsung maupun tidak langsung mendukung perekonomian dan pariwisata Indonesia. Menurut Alif Faozi, Ketua Pokdarwis Dieng Pandawa sekaligus ketua penyelenggara Dieng Culture Festival, event ini dilaksanakan dengan berlandaskan benefit oriented, bukan profit oriented.

Dieng Culture Festival tidak semata-mata untuk kepentingan profitabilitas tetapi agar masyarakat memanfaatkan benefit yang berkelanjutan dari event ini.

Obelix Village, Objek Wisata Komplit dari Resto hingga Mini Zoo

“DCF turut mengajak masyarakat untuk berperan sebagai subjek atau tuan rumah kegiatan kepariwisataan, jangan sampai masyarakat hanya menjadi penonton di tempat sendiri. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya wisatawan yang hadir dalam pelaksanaan Dieng Culture Festival turut mendorong meningkatnya potensi ekonomi lokal melalui dukungan terhadap usaha-usaha kecil dan menengah, seperti pedagang lokal yang menjual kerajinan tangan, kuliner khas, dan souvenir, pemilik usaha penginapan atau homestay, usaha jasa angkutan, dan rumah makan,” tutur Alif Faozi di Banjarnegara, Jawa Tengah, Kamis (07/12/2023).

Selain itu, Dieng Culture Festival juga berperan sebagai pendorong sektor pariwisata di Indonesia. Festival yang menarik perhatian wisatawan domestik dan mancanegara ini tidak hanya menciptakan peluang bisnis bagi masyarakat setempat, tetapi juga membantu mempromosikan potensi wisata Dieng secara global.

Pengalaman menonton upacara ruwat rambut gimbal, pagelaran kesenian, dan konser musik Jazz Atas Awan menjadi daya tarik utama yang mengundang pengunjung dari berbagai penjuru untuk merasakan keajaiban Dataran Tinggi Dieng.

Hal yang menarik dari Dieng Culture Festival yaitu konsep sustainable tourism development dengan mengangkat konsep desa wisata yang tidak hanya melihat wisatawan untuk melihat saja. Namun, juga turut beraktivitas dan belajar mengenai budaya melalui lima unsur, yaitu something to see, something to do, something to learn, something to feel, and something to buy.

Contohnya adalah paket partisipan DCF di mana panitia memasarkan paket tersebut dengan fasilitas t-shirt, selendang batik yang dibagi dalam acara budaya untuk memperkenalkan batik sebagai identitas Indonesia dan mengajak partisipan belajar budaya Dieng, caping gunung yang digunakan pada acara melukis caping dan sebagai pelindung dari panas matahari, souvenir sebagai bentuk oleh-oleh dan pemberdayaan masyarakat, serta goodie bag.

Paket partisipan Dieng Culture Festival merupakan modal terbesar dalam pembiayaan penyelenggaraan event ini. Menurut Alif Faozi, biasanya panitia menyediakan sekitar 5.000 paket partisipan dengan kisaran harga Rp350 ribu—Rp500 ribu per pack. Jumlah ini telah memperhitungkan carrying capacity atau kapasitas yang dapat ditampung oleh area acara agar tidak merusak peninggalan budaya.

Penting untuk diakui bahwa keberhasilan Dieng Culture Festival tidak lepas dari unsur kebersamaan, kecintaan terhadap warisan budaya, dan aksi gotong-royong dari berbagai pihak. Konsep community based tourism dengan kerjasama Penta-Helix menjadi kunci kesuksesan acara ini.

Community based tourism (CBT) merupakan konsep pariwisata berbasis masyarakat dimana kegiatan pariwisata direncanakan, dikembangkan, dan dikelola oleh masyarakat. Pokdarwis menggandeng masyarakat untuk menyukseskan kegiatan ini.

5 Desa Wisata di Sekitar Danau Toba Ini Wajib Kamu Kunjungi!

Tidak hanya itu, Penta-Helix collaboration juga diadopsi pada pelaksanaan Dieng Culture Festival ini. Peraturan Menteri (Permen) Pariwisata Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pariwisata Republik Indonesia menyatakan bahwa, untuk menciptakan harmonisasi dan memastikan kualitas aktivitas, fasilitas, pelayanan, dan untuk menciptakan pengalaman dan nilai manfaat kepariwisataan agar memberikan keuntungan dan manfaat pada masyarakat dan lingkungan, diperlukan dukungan sistem pariwisata melalui optimasi peran academic, business, community, government, and media (ABCGM).

Berikut merupakan peran ABCGM dalam pelaksanaan Dieng Culture Festival. Akademisi yang turut andil dalam penyelenggaraan DCF antara lain Pusat Studi Pariwisata UGM, ISI Yogyakarta, ISI Surakarta, STIEPARI Semarang, dan UNSIQ Wonosobo.

Kemudian dari sisi bisnis, terdapat berbagai bidang bisnis yang bekerja sama dengan DCF seperti biro wisata, online travel agent, Professional Conference Organizer (PCO), pelaksanaan program CSR perusahaan PT Geo Dipa Energi dan Bank Indonesia, serta beberapa sponsor.

Selain itu, dari sisi komunitas terdapat delapan pihak yang bekerja sama, yaitu Pokdarwis Dieng Pandawa sebagai penggagas, desa-desa di kawasan Dieng, komunitas budaya, Bagana, komunitas petani kopi, kelompok UMKM makanan khas Dieng, volunteer, serta PMI. Pihak government (pemerintah) seperti Pemerintah Daerah Kabupaten Banjarnegara (Disparbud Banjarnegara, Disperindagkop UMKM Banjarnegara, BPDB Banjarnegara, dan instansi lain), Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Disporapar Jateng, Disdikbud Jateng), Kemenparekraf RI, dan Kemendikbud Ristek Direktorat Kebudayaan tentu saja turut mendukung pelaksanaan DCF.

Unsur terakhir yang tidak kalah penting yaitu media. Dieng Culture Festival telah bekerjasama dengan berbagai media di Indonesia dan taraf internasional untuk memasarkan serta mempublikasikan acara ini.

Dieng Culture Festival sebagai konsep pariwisata yang berkelanjutan dapat menjadi momentum untuk mempromosikan pariwisata dalam mengangkat branding Dieng sekaligus kampanye akan pentingnya pelestarian budaya dan lingkungan.

Selain sebagai sarana untuk memperkuat identitas dan solidaritas masyarakat Dieng, acara ini juga diharapkan dapat menjadi pendorong perekonomian dan kesejahteraan masyarakat setempat serta memajukan pariwisata Indonesia.

Mandalika: Bagaimana Sebuah Sirkuit Balap menjadi Destinasi Prioritas Kemenparekraf?

Referensi:

  • Community Based Tourism. (2019, November 8). Creative HUB Fisipol UGM. https://chub.fisipol.ugm.ac.id/2019/11/08/community-based-tourism/
  • Ruwat Rambut Gimbal DCF | DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN. (n.d.). KABUPATEN BANJARNEGARA. https://wisata.banjarnegarakab.go.id/main/ruwat-rambut-gimbal-dcf/
  • www.jdih.kemenparekraf.go.id. (n.d.). Peraturan BPK. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Download/164322/PERMENPAREKRAF%20NOMOR%2014%20TAHUN%202016.pdf

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

CA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini