Mengapa Kita Takut Ketinggalan? FOMO dengan Gejala dan Dampak yang Tersembunyi

Mengapa Kita Takut Ketinggalan? FOMO dengan Gejala dan Dampak yang Tersembunyi
info gambar utama

Zaman sekarang sosial media menjadi sebuah kebutuhan bagi semua orang, terutama gen Z. Banyaknya aktivitas yang bersangkut paut dengan sosial media menimbulkan suatu perasaan bagi sekelompok orang yang dinamakan dengan FOMO.

Apa itu FOMO? Seperti yang akhir-akhir ini kita lihat, banyak orang berbondong- bondong pergi ke mal untuk membeli sebuah jenis pastry yang dinamai dengan cromboloni. Jika dilihat pada beranda sosial media akan dipenuhi dengan review-review tentang cromboloni tersebut.

Banyak orang rela mengantre berjam-jam untuk mendapatkannya dan memposting video makan cromboloni tersebut pada akun sosial media mereka untuk memperlihatkan kepada publik bahwa mereka tidak ketinggalan akan tren tersebut. Ini yang dinamakan dengan FOMO. Bagaimana seseorang dikatakan FOMO dan apa dampak dari orang yang memiliki perasaan tersebut?

Definisi FOMO

Menurut Przybylski dalam Ainiyah & Palupi, 2022 FOMO dikatakan sebagai sebuah kondisi yang ditandai dengan seseorang yang memiliki keinginan yang kuat untuk terus terhubung dengan apa yang dilakukan oleh orang lain di dunia maya.

FOMO ini adalah ketika kita merasa tertinggal jika tidak melakukan atau mencoba sesuatu yang menjadi tren di sosial media. Kita juga merasa kehilangan suatu momen untuk dilihatkan kepada orang lain. Pada dasarnya kita tidak ingin kalah dengan orang lain yang telah melakukan atau mencoba tren yang sedang viral di sosial media.

Gejala Orang yang Mengalami FOMO

Aisafitri, 2020 dalam jurnalnya memaparkan bahwa menurut Abel terdapat beberapa gejala orang yang mengalami FOMO, di antaranya:

  1. Orang yang FOMO cenderung sulit untuk melepaskan diri dari handphone. Ia merasa cemas ketinggalan informasi sehingga ia akan terus mengecek akun sosial medianya.
  2. Ia akan lebih tertarik untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan teman dari dunia maya dibandingkan dunia nyata.
  3. Selalu eksis dan men-share hampir semua kegiatannya agar orang lain bisa melihat dan berkomentar terhadap apa yang ia lakukan
  4. Terobsesi pada kehidupan orang lain yang membuat mereka selalu melihat dan membandingkan status dan postingan orang lain
  5. Merasa depresi dan kecewa ketika status atau postingan yang mereka posting mendapat like dan komen yang sedikit

Selain itu, seseorang yang mengalami FOMO rela melakukan apa saja agar bisa ikut dalam suatu hal yang viral di media sosial. Seperti, rela menaruh hp di atas genting untuk dapat mengabadikan momen dan membuat video konten tiktok seperti orang lain, hingga rela mengantri panjang untuk mencoba sebuah pastry, yaitu cromboloni yang sedang ramai di-review para selebgram dan tiktokers. Terkadang mereka tidak secara langsung memikirkan dampaknya.

Dampak FOMO

Biasanya orang yang mengalami FOMO sangat update terhadap informasi terbaru apalagi informasi yang ada di sosial media. Cepat dalam memperoleh informasi adalah dampak yang baik sebenarnya dan mereka yang berhasil melakukan sebuah tren tersebut akan memiliki rasa puas tersendiri dalam dirinya.

Namun, FOMO memiliki dampak yang tidak baik juga. Berkat adanya sosial media banyak sekali hal yang tidak terduga menjadi tren atau viral istilahnya. Berbagai macam hal viral terkadang berbahaya dilakukan, sulit dijangkau baik dari segi cara memperoleh maupun harganya, dan terkadang memiliki resiko yang tinggi. Perasaan FOMO yang tidak dapat ditahan ini akan sangat berbahaya tentunya jika dibiarkan terus-menerus.

kan banyak orang melakukan hal berbahaya yang akan merugikan dirinya sendiri hanya untuk mengikuti sebuah tren dan menghilangkan perasaan tertinggal dari yang lain dan akan banyak yang memaksakan dirinya untuk mendapatkan barang yang tidak sesuai atau mampu ia beli. Tentu saja ini akan menjadi permasalahan tersendiri bukan?

Berdasarkan pemaparan di atas hendaknya kita dapat membatasi diri dari ketergantungan penggunaan media sosial yang berlebihan agar kita tidak terpaku melihat kegiatan-kegiatan orang lain di sosial media dan dapat fokus pada diri kita.

Sebisa mungkin menerapkan pemikiran untuk menghargai diri kita sendiri dengan tidak membanding-bandingkan dengan orang lain dengan begitu kita tidak akan merasa ketinggalan karena kita merasa sudah cukup dengan apa yang kita alami saat ini. Terakhir, kita dapat mengganti konten atau fokus pada sosial media kita sehingga tidak terlalu terpengaruh dengan tren yang ada.

Referensi:

  • Ainiyah, N., & Palupi, L. S. (2022). FEAR OF MISSING OUT DAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA INDIVIDU USIA EMERGING ADULTHOOD. Jurnal Psikologi Malahayati, 4(2). https://doi.org/10.33024/jpm.v4i2.7035
  • Aisafitri, L., & Yusrifah, K. (2020). SINDROM FEAR OF MISSING OUT SEBAGAI GAYA HIDUP MILENIAL DI KOTA DEPOK. Jurnal Riset Mahasiswa Dakwah Dan Komunikasi, 2(4), 166. https://doi.org/10.24014/jrmdk.v2i4.11177

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

N
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini