Jasa Sultan HB IX Berikan Ruang Keraton Demi Berjalannya Perkuliahan UGM

Jasa Sultan HB IX Berikan Ruang Keraton Demi Berjalannya Perkuliahan UGM
info gambar utama

Sultan Hamengkubuwono IX memiliki komitmen untuk mencerdaskan bangsa. Karena itulah, Sultan memberikan sebuah ruangan bagian depan istananya untuk ruang kuliah Universitas Gadjah Mada (UGM) di tahun 1946.

Dua tahun kemudian, ketika RI ingin membentuk pejabat-pejabat pemerintahan yang terdidik, Sultan memberikan lagi bagian penting keratonnya yakni Sitihinggil. Padahal itu merupakan ruang yang sangat penting.

“Padahal kita tahu Sitihinggil, yang berarti tanah yang tinggi, merupakan simbol pemerintah raja. Di situlah Raja memerintah dan menghadapi rakyatnya,” kata Prof H.M Soempono Djojowadono, lulusan pertama Akademi Ilmu Politik (AIP) yang dimuat Kompas.

Gemuruh Yogyakarta sebagai Ibu Kota Revolusi Melawan Agresi Belanda

Bukan hanya Pagelaran dan Sitihinggil, tetapi Sultan IX juga memberikan ruang-ruang demi pendidikan tinggi pertama di Indonesia. Dikatakan oleh Prof Dr Koesnadi Hardjasoemantri, Rektor UGM hal ini karena Sultan ingin Indonesia punya tenaga tenaga intelektual.

“Mengapa beliau serta merta memberikan Keraton sebagai tempat kuliah, menurut saya karena beliau ingin agar RI segera punya tenaga tenaga intelektual,” jelasnya.

Ruang kuliah dari Sultan

UGM dinyatakan sebagai universitas negeri pertama di Indonesia pada tanggal 19 Desember 1949. Tetapi ketika itu, tempat kuliah dan fasilitas-fasilitas lain yang sebenarnya belum ada.

“Nah , disinilah Sultan berperan, menyilakan menggunakan rumah mana saja yang kosong tanpa ketentuan atau persyaratan apa-apa. Pokoknya tinggal pakai,” jelas Soempono.

Sepak Terjang Komite Olimpiade Nasional Antarkan Indonesia Jadi Bagian Olimpiade Dunia

Ketua Senat Akademik UGM, Sutaryo menjelaskan periode ini juga ditandai dengan berdirinya UGM yang atas sejarahnya disebut Universitas Revolusi. Untuk berdirinya UGM, keraton menyumbang biaya dan fasilitas yang tak bisa dibilang sedikit.

“Saya masih ingat, sejumlah ruang di keraton saat itu digusur untuk dijadikan ruang kuliah, lalu kandang kuda digusur jadi klinik,” paparnya.

Hibah dari Sultan

Ketika UGM tengah memikirkan pemekaran dan harus mencari tanah di luar tembok keraton. Sultan tanpa diminta menunjuk tanah berpasir lebih 180 hektare di sebelah utara Yogyakarta, yaitu Bulaksumur.

GBPH Hadiwinoto dan GBPH Joyokusumo menyatakan Sultan memberikan bantuan kepada rakyat hanya berdasarkan keinginan untuk memberi, tanpa memperhitungkan keuntungan yang bisa ditarik.

Sejarah Hari Ini (18 Maret 1940) - Penobatan Sri Sultan Hamengkubuwana IX

“Tahun 1984 UUPA dinyatakan berlaku di Daerah Istimewa Yogyakarta. Padahal kalau Kanjeng Sultan mau tetap seperti sebelumnya, tidak apa-apa. Kita berikan tanah Yogyakarta seperti daerah lain,” kata GPBH Hadiwinoto.

Tidak heran jika dua dari sekian banyak orang yang pernah merasakan belajar d Keraton Yogyakarta, yaitu Prof Koesnadi Hardjasoemantri dan Prof Soempono menyebut Sultan sebagai pribadi yang sepi ing pamrih, rame ing gawe.

“Kalau ada pamrih, maka pamrihnya untuk rakyat, untuk kepentingan bangsa. Amat banyak peristiwa yang bisa menunjukkan integritas Sultan itu,” paparnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini