Mengenal Biografi But Muchtar, Seniman Pengikat Legislasi Indonesia

Mengenal Biografi But Muchtar, Seniman Pengikat Legislasi Indonesia
info gambar utama

Kompleks Parlemen Republik Indonesia atau yang lebih dikenal masyarakat dengan sebutan kompleks DPR/MPR RI memiliki ikon yang sangat membekas di ingatan masyarakat Indonesia. Ikon itu berupa patung Ikatan yang tingginya mencapai 7 meter. Patung itu tampak megah di tengah kolam air mancur dengan latar belakang Gedung Nusantara. Apakah Kawan GNFI tahu kalau patung tersebut adalah karya dari Rektor Pertama ISI Yogyakarta?

Yuk, kenali But Muchtar, seniman yang mengikat DPR, DPD, dan MPR lewat karyanya!

Baca juga: Biografi Lasminingrat, Pejuang Emansipasi Perempuan asal Garut

Siapa But Muchtar?

But Muchtar seniman yang lahir di Bandung pada 30 Desember 1930. Ia memiliki nama asli Broertje Muchtar Soebandi. Ia adalah anak ketujuh dari tujuh belas bersaudara. Ayahnya bernama Achmad Zoechra dan Ibunya bernama Ratu Emas Irani Mardati. Keluarga besarnya berasal dari Banten.

Pendidikan dasar Muchtar banyak mengalami masalah. Ia berkali-kali tidak lulus ujian kelas 6 sekolah rendah (sekolah dasar) walau pun sudah menjalani ujian di berbagai daerah. Pada akhirnya, ia diusir dari rumah oleh orang tuanya dan tinggal bersama paman serta bibinya di Cirebon. Di sana, Bibinya menyarankan Muchtar untuk menemui “orang pintar” agar nasibnya menjadi lebih baik. Berdasarkan saran dari “orang pintar” itu, ia mengganti namanya menjadi But Muchtar.

Sejak saat itu, pendidikan But Muchtar membaik. Ia pun diterima di Sekolah Menengah Islami di Cirebon dan lulus dengan baik. Setelah lulus, But Muchtar pergi ke Yogyakarta untuk menemui keluarganya yang sudah dievakuasi dari Bandung karena peristiwa Bandung Lautan Api. Pertemuannya kembali dengan keluarga itu mendorong But Muchtar untuk menjadi seorang yang berhasil.

Pendidikan Seni But Muchtar

Setelah lulus SMA, But Muchtar diterima di Balai Pendidikan Universiter Guru Gambar yang merupakan bagian dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Teknik Universitas Indonesia Bandung. Sekarang, kampus tersebut dikenal sebagai Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (FSRD ITB).

But Muchtar sempat merasa tidak cocok dengan banyaknya mata kuliah yang menuntut kemampuan matematika hingga akhirnya berhenti kuliah. Akan tetapi, Profesor Syafe’i Soemardja berhasil membujuknya untuk melanjutkan kuliah dengan bantuan biaya kuliah.

Semasa kuliah, But Muchtar telah banyak berkarya. Pada tahun 1954, But Muchtar melaksanakan pameran bersama mahasiswa-mahasiswa ITB lainnya di Balai Budaya, Jakarta. Karyanya yang berjudul Penari Bali menerima penghargaan Starlem di Pameran Seniman Muda Asia I di Jepang pada tahun 1957. Ia kemudian menjadi ketua Sanggar Seniman bersama dengan Srihadi Soedarsono pada tahun 1958. Pada tahun 1959, But Muchtar akhirnya lulus.

Setelah lulus, But Muchtar dikirim ke Amerika pada tahun 1960 selama tiga tahun untuk mempelajari seni patung. Perjalanannya di Amerika dimulai di Rhode Island School of Design (RSID), New York. Kemudian, ia belajar pada Jose de Creeft, seorang pemahat marmer terkenal yang mengajar di The Art Students League of New York. Ia juga bergabung pada komunitas pematung muda bernama SculptureCenter di Kota New York.

Di situ, ia belajar teknik mematung dengan menggunakan las. Untuk mendalami pengetahuannya, But Muchtar juga bekerja di pengecoran perunggu Bedi-Rassy Art Foundry dan sebagai asisten proyek penelitian pengecoran logam di Fakultas Teknik Massachusetts Institute of Technology (MIT).

Baca juga: Kenal Lebih Dekat Biografi WR Soepratman: Sang Pencipta Lagu Indonesia Raya

Karier But Muchtar

Sekembalinya dari Amerika Serikat, But Muchtar membuka Jurusan Seni Patung di ITB bersama dengan Rita Widagdo dan G. Sidharta. But Muchtar pun berperan besar dalam pengembangan kurikulum pendidikan di Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB. Peran itu terlihat pada dileburnya sejumlah studio menjadi Studio Trimatra dan Studio Dwimatra. Karier But Muchtar di ITB pun berkembang hingga ia menjadi Ketua Departemen Seni Rupa ITB (1968-1970) dan Sekretaris Rektor ITB Bidang Komunikasi dan Kebudayaan (1977-1980, 1980-1984).

Pada tahun 1984, But Muchtar ditunjuk sebagai rektor pertama Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Ia bertanggung jawab untuk menggabungkan Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI), Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI), dan Akademi Musik Indonesia (AMI). Sebagai rektor, But Muchtar berhasil menjalankan sejumlah program nasional maupun internasional.

Aliran Seni But Muchtar

Karya lukis But Muchtar sering dikategorikan ke dalam Mazhab Bandung. Karena itu, seni lukis karya But Muchtar adalah hasil eksperimen dari mengolah bentuk abstrak. Unsur geometris dalam karya But Muchtar semakin kuat ketika ia berpindah ke aliran kubisme pada masa kuliah.

Setelah itu, But Muchtar tidak memiliki gaya lukisan tetap. Ia sering kali mencampurkan sejumlah gaya sekaligus dalam satu karya. Walau pun merupakan pelukis yang handal hingga akhir hayatnya, But Muchtar lebih banyak mendalami seni patung.

Pada awalnya, seni patung karya But Muchtar banyak menggunakan material batu dan kayu karena ia tertarik pada patung tradisi dari Papua dan wilayah Indonesia timur lainnya. Setelah kembali dari Amerika Serikat, barulah ia banyak menggunakan material tembaga dengan teknik ketok dan las. Patung ciptaannya pun memiliki gaya formalisme atau abstrak yang kuat.

Karya patung But Muchtar pada tahun 1960 hingga 1966 memperlihatkan tema figur manusia. Patung manusia karyanya memiliki ciri khas yaitu bentuk tubuh yang disederhanakan sehingga terlihat abstrak tetapi tetap dinamis. Setelah itu, karya-karya But Muchtar banyak mengambil bentuk bingkai kosong dengan tema manusia dan permasalahan yang dihadapinya. Gaya ini dapat dilihat jelas pada patung Ikatan.

Patung Ikatan selesai pada tahun 1976. Walau pun memiliki ukuran yang sangat besar dan terbuat dari lempengan tembaga, patung ini tetap terlihat ramping sehingga memberi kesan ringan. Bingkai-bingkai yang membentuk lubang juga menjadi jendela bagi bangunan dan tata lanskap di sekelilingnya. Kompleks itu pun terlihat menyatu, sesuai dengan konsep dari Patung Ikatan.

Tiga elemen kotak yang saling tersambung menunjukkan ikatan keadaan masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang. Patung ini pun menandakan pergeseran dari Orde Lama ke Orde Baru. Patung ini pun terus mengingatkan ketiga lembaga legislasi Indonesia untuk mempertimbangkan berbagai aspek dalam membuat suatu keputusan.

Baca juga: Biografi B.J. Habibie: Latar Belakang, Prestasi, dan Akhir Hayatnya

But Muchtar meninggal pada 30 Juni 1993. Walau pun begitu, karya-karya dan kontribusinya pada perkembangan seni rupa di Indonesia akan selalu dikenang.

Sumber:

Nugraha, B.D. (2021). But Muchtar: Manusia dan Lingkungan dalam Ikatan. Pusaka Seni Rupa Indonesia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DS
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini