Cerita Delly Sape’ dan Geliat Pelestarian Alat Musik Tradisional Dayak

Cerita Delly Sape’ dan Geliat Pelestarian Alat Musik Tradisional Dayak
info gambar utama

Cerita Delly sebagai pemain alat musik tradisional Sape’ menjadi salah satu langkah positif yang menyiratkan pentingnya keterlibatan generasi muda dalam pelestarian budaya lokal. Baginya, identitas budaya lokal adalah satu kebanggaan tersendiri, yang kemudian harus kita jaga dengan baik.

Ada kebanggaan besar yang dirasakan oleh Florentini Deliana Winki ketika akhirnya terpilih menjadi salah satu peserta orkestra Gita Bahana Nusantara (GBN) 2023. Setelah melalui proses seleksi panjang bersama ribuan pendaftar lainnya, ia berhasil lolos dan berkesempatan tampil di Istana Negara pada 17 Agustus 2023 lalu.

Delly, demikian sapaan akrabnya, benar-benar tak menyangka akan menjadi bagian dari Gita Bahana Nusantara 2023. Lebih lagi, ia terpilih sebagai salah satu pemain musik etnis, dengan membawakan Sape’, alat musik tradisional suku Dayak.

Kesempatan ini sekaligus menempatkan Delly sebagai peserta perempuan pertama yang terpilih sebagai pemain musik etnis selama dua puluh tahun penyelenggaraan Gita Bahana Nusantara. Sebuah pencapaian besar yang menurutnya menjadi kian berharga, karena di saat yang sama, ia berkesempatan memperkenalkan Sape’ ke panggung nasional.

Kecanggihan Duhung, Senjata Suku Dayak yang Diciptakan dari Kahyangan

Perjalanan Delly sebagai seorang pemain Sape’ telah menggariskan ceritanya tersendiri. Kecintaannya pada Sape’ terus mendorongnya untuk terus memainkan Sape’ sembari memperkenalkannya sebagai warisan budaya lokal yang perlu dijaga. Kecintaan itu jugalah yang membuatnya tanpa ragu menggunakan atribut Sape’ sebagai identitas dirinya hingga hari ini, sehingga ia banyak dikenal sebagai Delly Sape’.

Bagi Delly pun, Sape’ kini telah menjadi teman hidupnya, yang dengan bangga ia bawakan ke banyak tempat, serta menjadi medium baginya untuk menyampaikan pesan positif, terutama dalam menjaga alam dan keberlanjutan lingkungan.

Memperkenalkan Sape’ sebagai Warisan Budaya Lokal

Delly sendiri mulai mengenal Sape’ ketika duduk di bangku sekolah dasar. Saat itu, ia menyaksikan para pemain Sape’ melalui salah satu tayangan televisi lokal di Kalimantan. Melihat kelihaian mereka memainkan alat musik tersebut, Delly tertarik untuk mulai belajar memainkan Sape’. Menariknya, ketika pertama kali belajar bermain Sape’, Delly hanya menggunakan Sape’ sederhana yang dibuatkan oleh ayahnya sendiri.

Beberapa tahun kemudian, ketika Delly melanjutkan pendidikan SMA di Pontianak, ia bergabung dengan Komunitas Sape’ Kalbar. Di sana, ia juga mengikuti les privat bersama salah seorang seniman pemain Sape’ di Pontianak, untuk meningkatkan kemampuannya dalam memainkan Sape’. Lambat laun, dengan kemauan besarnya untuk terus belajar dan berlatih, Delly menjadi semakin lihai dalam memainkannya.

Keinginan Delly untuk memainkan Sape’ turut didorong oleh semangat besarnya untuk ikut bagian dalam melestarikan Sape’ sebagai alat musik tradisional. Menurutnya, sebagai generasi muda, keterlibatan aktif menjaga warisan budaya lokal menjadi hal penting yang harus dilakukan.

Niat baik Delly kemudian diwujudnyatakan dalam berbagai langkah konkret yang dapat ia lakukan. Di satu sisi, di tengah perkembangan teknologi yang kian pesat, Delly memanfaatkan berbagai platform media sosial pribadinya untuk memperkenalkan Sape’. Melalui TikTok, Instagram, dan kanal YouTube miliknya, Delly mampu menjangkau ribuan bahkan jutaan penonton.

Di sisi lain, Delly juga turut memperkenalkan Sape’ melalui kehadirannya pada berbagai event nasional bahkan internasional. Keikutsertaannya sebagai salah satu peserta orkestra dalam Gita Bahana Nusantara 2023 adalah satu dari sekian banyak kesempatan bagi Delly untuk memperkenalkan Sape’.

Selain itu, ia juga pernah tampil pada Asean Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting 2023, Bali International Indigenous Film Festival, Jakarta Moeslim Tourism, Hari Musik Nasional , dan berbagai kesempatan lainnya.

Delly mengungkapkan rasa bangganya ketika bisa menjadi pemain Sape’ dan turut terlibat memperkenalkan Sape’.

“Perasaannya sangat bangga ketika tampil membawakan Sape’ dan memperkenalkan Sape’ dalam banyak kesempatan. Apalagi kan, seperti yang kita tahu untuk pemain Sape’ perempuan itu bisa dikatakan sangat jarang, dan itu jadi satu kebanggaan tersendiri ketika Delly dikenal sebagai perempuan Dayak yang bermain Sape’ dan bisa memperkenalkan Sape’ kepada orang banyak”, tutur Delly.

Peran Tradisi Adat Suku Dayak untuk Protes atas Kerusakan Lingkungan

Anak Muda dan Pelestarian Budaya Lokal

Langkah Delly sebagai pemain alat musik tradisional Sape’ menjadi salah satu hal positif yang menyiratkan pentingnya keterlibatan generasi muda dalam pelestarian budaya lokal. Baginya, identitas budaya lokal adalah satu kebanggaan tersendiri, yang kemudian harus kita jaga dengan baik.

Ia juga menggunakan tagline ‘tetap men-Dayak di tanah perantauan’, sebagai ungkapan yang menunjukkan rasa bangganya menjadi orang Dayak. “Delly sangat sangat beruntung dan bangga menjadi orang Dayak, karena budaya Dayak itu sangat kaya dan itu juga membuat Delly banyak dikenal ya karena tetap eksis dengan budaya Dayak yang Delly miliki”, ungkap Delly.

Menurut Delly, pentingnya keterlibatan generasi muda dalam menjaga warisan budaya lokal juga ditujukan agar kekayaan budaya kita tidak hilang begitu saja, terutama di tengah perkembangan dunia yang kian pesat. Anak-anak muda perlu secara bangga mengakui identitas budaya dan menjaganya agar tetap eksis sampai kapan pun.

Di sisi lain, kecenderungan pewarisan informasi budaya secara lisan dengan menempatkan orang-orang tua sebagai informasi, perlu dikuatkan dengan adanya partisipasi generasi muda. Dalam konteks tersebut, peran anak muda dapat dilakukan melalui langkah-langkah nyata dengan mendokumentasikannya melalui tulisan, film, atau apa pun yang sekiranya bermanfaat positif guna menjaga warisan budaya lokal.

Selain terlibat dalam menjaga dan memperkenalkan Sape’, Delly juga konsen dan aktif berpartisipasi dalam berbagai gerakan positif terkait pemberdayaan masyarakat, kebudayaan, lingkungan, dan perubahan iklim. Ia juga terlibat dalam melakukan advokasi isu-isu terkait lingkungan hidup, pendidikan, serta hak-hak masyarakat adat.

Cerita dari Sekolah Adat Arus Kualan, Melestarikan Budaya Dayak dan Memberdayakan Generasi

Salah satu langkah besar yang juga dilakukan Delly adalah dengan menjadi pendiri Sekolah Adat Arus Kualan yang terletak di Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Sekolah adat ini secara khusus bertujuan untuk mengajak anak-anak muda untuk melestarikan budaya, mewariskan pengetahuan dan nilai-nilai tradisional kepada generasi muda, serta mengembangkan rasa tanggung jawab terhadap lingkungan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

OK
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini