Ketika 1 Juta Warga Yogyakarta Rayakan Pesta Demokrasi pada Pemilu 1955

Ketika 1 Juta Warga Yogyakarta Rayakan Pesta Demokrasi pada Pemilu 1955
info gambar utama

Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif Indonesia 1955 adalah Pemilihan Umum pertama di Indonesia. Pemilu 1955 sering dikatakan sebagai pemilu Indonesia yang paling demokratis hingga hari ini.

Ir Soekarno menekankan bahwa tahun 1955 begitu penting bagi Indonesia karena tepat genap 10 tahun merdeka, Indonesia akan mengadakan pemilihan umum. Dirinya berulang kali mengingatkan betapa pentingnya pemilihan umum.

Hal ini juga diingatkan oleh Sultan Hamengkubuwono IX sebagai kepala pemerintahan tertinggi di daerah Yogyakarta selalu mengingatkan betapa pentingnya pemilu nasional kepada masyarakat.

Rekomendasi Habibie Center: Dorong Pemilu Bebas Intimidasi Hingga Netralitas Aparat

Pada laporan koran Kedaulatan Rakyat (KR) di bulan September, beberapa daerah telah siap untuk menyelenggarakan pesta demokrasi. Misalnya di Kabupaten Gunung Kidul tercatat jumlah pemilih sebanyak 250.000.

Sebulan menjelang diadakannya pemilu, pekerjaan besar bagi panitia pemilu adalah mengirimkan logistik, seperti kertas suara, daftar kandidat, dan kertas-kertas lainnya. Persoalan pengiriman logistik menjadi salah satu tantangan pada pemilu tersebut.

“Pemilu 1955 adalah kerja besar yang melibatkan banyak orang biasa di daerah-daerah demi mensukseskan hajatan tersebut,” tulis UN Winardi dalam Jogja Memilih.

Berbondong-bondong ke TPS

Pada 29 September, masyarakat berbondong-bondong datang ke TPS. Tercatat ada 39 juta rakyat Indonesia datang ke tempat pemilihan. Di Yogyakarta sendiri dalam laporan Kedaulatan Rakyat tercatat 1 juta-an orang datang ke TPS.

Dikabarkan sejak jam enam pagi, rakyat Yogyakarta telah berbondong-bondong berangkat ke TPS. Proses voting sendiri baru dimulai pada pukul 08.00 pagi dengan terlebih dahulu dibacakan satu set intruksi oleh ketua TPS.

Tempat pemilihan dilakukan di berbagai tempat, biasanya kalau tidak di gedung-gedung publik seperti sekolah atau di sebuah struktur bambu murah yang dibangun di tempat-tempat publik.

Perhatikan! Masuk Kerja pada 14 Februari Wajib Dianggap Lembur

Antusiasme warga untuk memilih terlihat dalam foto-foto yang diproduksi Kementerian Penerangan. Misalnya terlihat ada seorang perempuan bersama suaminya yang membawa anak-anaknya yang masih kecil ke lokasi TPS Joyokusuman.

“Sang perempuan sambil membawa surat-surat menggandeng anaknya yang telah bisa berjalan dan suaminya sambil menggandeng anaknya yang masih bayi membuka lipatan kertas surat suara,” paparnya.

Disabilitas ikut serta

Hal yang menarik dalam peristiwa Pemilu 1955 adalah kelompok disabilitas yang ikut serta. Pada sebuah foto terlihat seorang tunanetra yang ikut serta menggunakan hak pilihnya untuk memilih representasi dalam institusi perwakilan.

“Foto ini membuktikan bahwa pemilu pertama Indonesia telah mengakomodasi hak warga negara Indonesia yang difabel untuk memilih,” ucapnya.

Selain itu, antusiasme masyarakat datang ke TPS membuat tempat-tempat seperti pasar, toko-toko, dan stasiun yang biasanya ramai jadi sepi. Di sepanjang jalan utama di Kota Yogyakarta pada saat pemilihan keadaannya juga sepi.

Suara Golongan Putih, Bagaimana agar Mengajak Mereka Menentukan Pilihan?

Sebagian besar kantor-kantor pemerintahan tutup, kecuali kantor-kantor penting seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan negeri, ketentaraan, kantor PTT dan lain-lain. Toko-toko pada tutup, kecuali toko obat yang buka sore hari.

“Suasana yang hening akibat pemilu bisa terlihat dari foto-foto yang menggambarkan suasana Jalan Malioboro dan Pasar Beringharjo yang sepi karena toko-tokonya tutup dan jalannya hanya sedikit dilewati oleh orang-orang yang berseliweran,” jelasnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini