Suara Golongan Putih, Bagaimana agar Mengajak Mereka Menentukan Pilihan?

Suara Golongan Putih, Bagaimana agar Mengajak Mereka Menentukan Pilihan?
info gambar utama

Kurang dari sepekan lagi, Indonesia akan merayakan pesta demokrasi pemilihan umum (Pemilu). Rabu, 14 Februari 2024 merupakan sebuah harapan baru bagi bangsa Indonesia untuk menentukan nasib bangsanya yang entah mau di bawa ke mana.

Dari pemilu serentak tersebut, yang menjadi pusat perhatian adalah pemilihan presiden dan wakil presiden. Pemilihan kepala negara tersebut telah melahirkan isu-isu yang hangat di masyarakat, dari mulai isu kontroversinya maupun isu kebaikannya.

Tiga kandidan calon presiden dan wakil presiden Indonesia telah ditetapkan, yaitu Anis Baswedan-Cak Imin dengan nomor urut satu, Prabowo-Gibran dengan nomor urut dua, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD dengan nomor urut tiga.

Ketiga capres cawapres tersebut telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai bakal capres dan cawapres. Masa kampanye telah ditetapkan pada 28 November 2023 sampai dengan 10 Februari 2024. Artinya, ini adalah waktu yang cukup panjang bagi capres cawapres untuk memperkenalkan visi misinya.

Netral dan Anti Hoaks! Ini Deretan Sumber Informasi Pemilu yang Tak Boleh Terlewat

Slogan-slogan pun sudah dibuat oleh masing-masing paslon tersebut. ada Amin yang menjadi slogan paslon nomor urut satu, ada juga Gerak Cepat Indonesia sebagai slogan paslon nomor tiga, hingga slogan Gemoy yang dengan politik gembira milik paslon nomor dua.

Entah apapun slogan dan visi misi ketiga kandidat capres-cawapres yang mereka pakai, tetapi yang terpenting adalah mereka bisa membuat Indonesia jauh lebih baik. Namun, di balik optimisme pemilu ini, terdapat kelompok atau orang-orang yang pesimis dan lebih memilih absen untuk memilih.

Mereka adalah golongan putih atau Golput, yaitu golongan yang sudah tak percaya lagi pada perubahan, kemajuan, tumbuh, dan atau apapun yang capres-cawapres tawarkan untuk menarik minat pemilih.

Sesaat ketika presiden dan wakil presiden mengucap sumpah pelantikan kepada Tuhan, pada saat itu juga ada potensi kegagalan untuk menepati janji yang mereka ucapkan. Alasan kuatnya adalah sumpah yang mereka ucapkan, memikul beban yang bukan hanya kepentingkan visi misinya kepada rakyat. Lebih dari itu, terdapat sponsor dari para pendukungnya, yang siap menagih perjanjiannya.

Demikian jika hal ini terjadi, maka jalan yang awalnya murni untuk kemaslahatan rakyat dan bangsa, menjadi tergadai dan inilah yang mejadi awal dari catatan hitam seorang presiden dan wakil presiden yang terpilih.

Bagaimana Mengajak Golongan Putih Untuk Menentukan Pilihan?

Golongan putih sering kali di-cap sebagai manusia tak punya pendirian, karena tak bisa menentukan pilihan. Asumsi tersebut merupakan hal yang sangat keliru. Pasalnya, hal yang mendasari individu menentukan pilihannya, berdasarkan kesamaan antara yang dipilih dan yang memilih.

Jika demikian, dapat diartikan bahwa kecocokan merupakan fundamental seseorang mengikuti orang tersebut, karena berdasarkan kesamaannya.

Atribut Kampanye Pemilu Menuai Keluhan, Apa Akar Masalah dan Solusinya?

Dari sinilah, seyogyanya para calon pejabat negara mengungkapkan poin yang mendasari atas kebutuhan masyarakat. Terkhusus untuk golongan putih yang notabene sangat berhati-hati dalam menentukan pilihan.

Untuk itu, dialog interaktif diberbagai lintas masyarakat sangat diperlukan, karena sebagai alat memantik perdebatan yang lebih efektif. Dibandingkan perdebatan yang diadakan oleh KPU sendiri yang cenderung tidak memiliki aura perdebatan.

Namun, kondisi di atas dapat dibatalkan semua dikarenakan kandidat paslon capres dan cawapres yang memiliki permasalahan dasar, yang sangat berpengaruh dalam menentukan pilihan.

Apalagi ditambah dengan gimik-gimik yang dikeluarkan oleh kandidat capres-cawapres, membuat kontestasi pemilu tak ada subtansi yang ingin ditonjolkan. Meskipun dalam berbagai kesempatan mereka selalu mengobral janji manis, tetapi itu belum mendongkrak suara.

Meskipun dalam kontestasi pilpres angka golput mengalamai penurunan sebesar 18,03 persen, tidak menutup kemungkinan pada pilpres 14 Februari 2024 mendatang meningkat akibat berbagai faktor.

Keterlibatan presiden dan aparatur negara yang dilihat tak netral dan terkesan vulgar mendukung paslon 02 yakni Prabowo Gibran, membuat publik golongan putih meluapkan kekecewaanya dengan enggan menentukan pilihan, karena sudah ada potensi kecurangan.

Meskipun, sanggahan keberpihakan itu di ucapkan terus menerus, tetapi melihat geliat yang semakin jelas, seakan mengamini tuduhan ketidaknetralan pemerintah.

Jika presiden dan aparatur negara semakin menunjukan ketidaknetralannya, bisa memungkinkan gejolak politik negatif bagi negara yang sudah dianggap demokratis ini.

Pemilu untuk Persatuan dan Kesatuan Bangsa

Pesta demokrasi sudah seyogyanya memberikan nuansa edukatif bagi seluruh masyarakat. Demokrasi sudah semestinya dikembalikan ke “ruh” usulnya, yang berkedaulatan rakyat. Apalagi Indonesia didukung oleh simbol fundamentalnya, yaitu Bhinneka Tunggal Ika atau bisa dikenal juga dengan “Pluralisme Inklusif.”

Persatuan di tengah perbedaan pilihan adalah keniscahyaan yang tidak bisa dipisahkan dari amanat Ilahi. Setiap kelompok maupun individu dapat memiliki perbedaan pilihan. Namun, yang terpenting adalah, pilihan tersebut dapat dipertanggungjawabkan oleh masing-masing kelompok atau individu.

Penentuan arah bangsa ke depan tidak ditentukan 100 persen oleh kepala negara. Semua elemen termasuk masyarakat adalah salah satu hal fundamental yang paling berpengaruh bagi arah bangsa ke depan.

Tugas KPPS dalam Suksesnya Pelaksanaan Pemilu 2024

Sumber:

  • https://dataindonesia.id/data-pemilu/detail/data-pemilih-golput-saat-pemilu-turun-drastis-pada-2019

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

IM
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini