Rumah Pengasingan Soekarno di Parapat, Intip Sejarah dan Daya Tarik Wisatanya!

Rumah Pengasingan Soekarno di Parapat, Intip Sejarah dan Daya Tarik Wisatanya!
info gambar utama

Ir. Soekarno atau yang kerap disapa Bung Karno termasuk tokoh penting dalam sejarah Indonesia. Perannya sebagai proklamator kemerdekaan Indonesia dan presiden pertama Indonesia sangat cukup menjadi landasan mengapa generasi muda harus meneladani beliau.

Jiwa nasionalisme yang tinggi, rela berkorban demi bangsa, dan pantang menyerah ada dalam diri Soekarno. Tidak hanya sampai Indonesia merdeka, bahkan saat Agresi Militer Belanda terjadi pasca kemerdekaan Indonesia beliau juga ikut bersusah-susah.

Pada masa itu, Soekarno harus menjalani pengangsingan dan Parapat yang menjadi saksinya.

Sejarah Soekarno Diasingkan di Parapat

Tahun 1945 menjadi tahun kemerdekaan Indonesia. Namun, siapa yang menyangka bahwa obsesi Belanda untuk mengambil kendali atas Indonesia belum berhenti. Peristiwa itu disebut Agresi Militer Belanda.

Agresi Militer berlangsung sejak dari tahun 1947-1948. Dalam rentang tahun tersebut sudah pasti banyak yang terjadi. Di samping itu, Istana Negara dikepung oleh Kolonel Van Langen beserta pasukannya. Pada Desember 1948, Soekarno pun ditangkap oleh pasukan Belanda dan disuruh mengemas barang-barang miliknya. Penangkapan itu termasuk juga Mohammad Hatta, KH Agus Salim, dan Sutan Sjahrir.

Awalnya Soekarno dibawa ke wilayah Berastagi. Akan tetapi, upaya Selamat Ginting—pemimpin perjuangan di daerah Berastagi—untuk membebaskan Soekarno ketahuan. Alhasil Soekarno dan yang lain dibawa pindah oleh Gelkerken—Kolonel yang bertugas menjaga mereka—ke daerah Parapat, Simalungun yang berlokasi tepat di pinggir Danau Toba.

Tentang Rumah Pengasingan

Lokasinya ada di bukit kecil tidak jauh dari Danau Toba dan berdiri sekitar 20—25 meter dari permukaan danau. Dari Bandara Silangit, Kabupaten Tapanuli Utara, hanya membutuhkan waktu tempuh kurang lebih 3 jam.

Tanah wilayah rumah pengasingan seluas 1.400 meter persegi dengan pohon-pohon cemara dan pinus yang memagarinya. Selain membuat sejuk suasana rumah, tidak banyak yang tahu bahwa jumlah pohon menyimbolkan kemerdekaan. Bergitu juga dengan tangga yang menuju pesanggrahan. Anak tangga berjumlah 17, pohon cemara ada 8, dan Pinus 45.

100 meter di sisi kanan rumah, ada sarana pendukung yang masih satu komplek, salah satunya Mess Pemprov Sumut. Masih di sisi kanan, hanya saja di daratan yang lebih rendah terdapat kolam dan tidak jauh dari situ ada dua joglo bergaya khas Batak.

Kesaksian Sejarah dalam Film Dokumenter Eksil dari Mereka yang Tak Bersalah

Media Komunikasi Soekarno yang Tidak Biasa

Selama berada di pesanggrahan, Soekarno dan teman-teman dibersamai oleh tiga orang pelayan bernama Luddin Tindaon yang bertugas di dalam rumah, Bukka Sinaga di luar rumah, dan Hayat sebagai juru masak.

Soekarno tidak bebas berkomunikasi dengan orang-orang yang ada di sana. Namun, akhirnya ia berhasil berkomunikasi dengan para gerilyawan, hal itu berkat ketiga orang pekerja. Meskipun demikian, Soekarno juga tetap berada dalam pantauan. Sehingga kangkung dan tulang ayam harus dimanfaatkan untuk mendukung komunikasi.

Soekarno selalu meminta dimasakkan paha ayam yang kemudian tulangnya akan dibersihkan dan dikeringkan. Di antara tulang-tulang itu Soekarno menyisipkan surat agar dibawa pada para gerilyawan. Begitu pula dengan sayur kangkung. Beliau menyelipkan surat di batang kangkung untuk para pejuang saat ia berjalan-jalan keluar rumah.

Keberhasilan Soekarno berkomunikasi dengan cara unik membawa pasukan Siliwangi untuk merebut Soekarno pada Maret 1949. Daratan Parapat dan wilayah Danau Toba dikepung oleh pasukan. Ternyata, hal itu tidak berlangsung lama. Rencana penyerangan dibatalkan oleh Sutan Sjahrir—Perdana Menteri masa itu—dan membuat perencanaan untuk pindah ke Bangka.

Kota Medan Dulunya Kampung Jajahan Belanda, Berikut Sejarahnya!

Arsitektur Pesanggrahan

Ternyata, rumah pengasingan telah dibangun sejak tahun 1820 dengan gaya Eropa. Bangunan pun masih terjaga dengan baik. Selain bagian luar dan samping yang ada penambahan keramik, sisanya masih seperti saat pertama kali dibangun.

Meskipun bergaya Eropa, bangunan rumah bergaya panggung. Jadi, terdapat kolong sebagai akses sirkulasi udara. Perabotan di dalam rumah berbahan dasar kayu jati dan kayu ulin. Sementara di luar rumah, dibangun pula gazebodi sisi kanan depan dan sisi kiri rumah. Tinggi temboknya sepinggang orang dewasa.

Lantai satu pesanggrahan terdapat ruang tamu dan tiga kamar. Lantai dua melewati tangga memutar, di sana menjadi tempat Soekarno untuk beristirahat yang dilengkapi dengan satu set kursi dan meja dari rotan. Ada pula lemari kaca serta foto-foto bukti keberadaan Soekarno. Di lantai dua juga terdapat satu kamar panjang yang memuat tiga tempat tidur.

Sebagian besar furniture telah diganti tanpa mengubah tempat peletakan. Tidak dengan kaca-kaca rumah, lemari, buffet, serta instalasi listrik yang sudah ada sejak dulu. Ruangan juga ditambah, seperti ruang makan di belakang rumah, musala, dan toilet di sisi kiri belakang rumah.

Kisah Gedung Capitol, Tempat Masyarakat Elite Eropa Berdansa-dansa di Sukabumi

#WritingCamp

Referensi:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NS
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini