Mereka Jatuh Hati pada Tari Ratoh Jaroe

Mereka Jatuh Hati pada Tari Ratoh Jaroe
info gambar utama

Pengalaman saat magang menjadi pengajar di Baguio, Filipina pada tahun 2019 silam, tidak hanya memberi perspektif baru tentang Filipina. Lebih dari itu, ternyata jarak benar-benar bisa mengubah cara pandang kita terhadap sesuatu. Ya, berada jauh dari Indonesia pada waktu itu membuatku bisa melihatnya dengan cara yang lebih utuh.

Selasa sore ketika jam terakhir pembelajaran Fisika Modern di Saint Louis University, salah seorang mahasiswa tahun pertama bertanya, “My family and I watched the opening ceremony of the Asian Games at home last year. I think we have to watch it together right now.”

Deretan Brand Indonesia yang Sering Kali Dikira dari Luar Negeri

Karena kami sedang menunggu hujan reda agar bisa kembali pulang ke asrama, aku rasa menonton pembukaan Asian Games 2018 yang diselenggarakan di Jakarta menjadi salah satu penghibur yang tepat. Aku menyepakati usul tersebut dengan membuka YouTube dan mencari pertunjukkan Tari Ratoh Jaroe pada Opening Ceremony Asian Games 2018.

Salah seorang mahasiswa berinisiatif untuk mematikan lampu di kelas agar video yang aku tampilkan bisa mereka tonton dengan lebih jelas. Begitu aku memutar videonya, 15 detik pertama rasanya sangat mengagumkan.

Mahasiswa-mahasiswaku saling berargumen dengan rekan di samping mereka dalam bahasa Tagalog yang tidak aku pahami. Beberapa di antara mereka ada yang berteriak kegirangan, ada yang tersenyum, bahkan ada yang menatapkanku dengan tatapan tidak percaya. Aku menambahkan sedikit penjelasan bahwa jumlah penari dalam pembukaan tersebut ada sebanyak 1600 orang pelajar.

Begitu mendengar penjelasan itu, aku hanya menangkap eksperesi berbinar pada mahasiswaku. Nampaknya video Tari Ratoh Jaroe pada Opening Ceremony Asian Games 2018 yang berdurasi lima menit itu berhasil membuat mereka terkesan.

Salah seorang mahasiswaku bertanya, “Can we watch it one more?” Aku pun mengiyakan dan untuk kali kedua mereka menonton pertunjukkan Tari Ratoh Jaroe. Sejujurnya aku tidak begitu memperhatikan bagaimana ekspresi mereka untuk kali kedua saat itu. Sebab yang terlintas dalam pikiranku saat itu adalah rencana untuk membuat Indomie Limau Kuit Khas Kalimantan Selatan begitu tiba di asrama.

Begitu videonya selesai, mahasiswa yang memintaku untuk mengulang video tadi bersuara, “I’ll show it to my brother!

Tidak berapa lama setelahnya, lonceng gereja bergema di penjuru Kota Baguio, menjadi pertanda bahwa kami harus segera pulang ke asrama. Aku pun menutup pembelajaran kami saat itu dan mengucapkan salam. “It was very cool, Zia,” ucap salah seorang mahasiswaku sebelum kami berpisah di koridor kelas. Aku hanya tersenyum dan mengangguk setuju.

Begitu tiba di asrama, aku langsung bergegas untuk ke dapur. Kurasa, makan mie kuah di saat hujan adalah keputusan paling tepat yang pernah kubuat. Sambil menunggu mie-nya matang, aku teringat ekspresi mahasiswaku di kelas tadi.

Kominfo Buka Program Beasiswa S2 ke Luar Negeri, Apa Persyaratannya?

Aku memang pernah menonton videonya, hanya satu kali saja sebenarnya. Pada saat itu aku memang sempat terkagum-kagum, tapi aku tidak pernah melihat ekspresi sepeti yang ditunjukkan mahasiswaku tadi. Karena hal itulah, aku memutuskan untuk makan indomie kuah sambil menonton sendiri video Tari Ratoh Jaroe pada Opening Ceremony Asian Games 2018. Saat itu, entah apa yang membuat mataku tiba-tiba terasa panas dan rasanya mulai berkaca-kaca.

Terlempar jauh di negara tetangga ternyata bisa memberiku kacamata baru untuk melihat betapa menakjubkannya Indonesia. Bahkan mie instan yang tengah kumakan ini saja rasanya benar-benar membuatku merindukannya, merindukan basrengnya, cimolnya, gorengan tempe dan tahu, serta bakwan yang dimakan dengan cabe hijau.

Aku merindukan Bubur Ayam Bandung yang biasanya kusantap setiap pagi sebelum berangkat kuliah, merindukan ayam geprek dan kremesnya yang dimakan bersama sambal orek saat siang hari, serta merindukan nasi goreng abang-abang yang kerap lewat di depan kostan.

Seraya menghela napas, aku melihat angin kencang disertai hujan deras yang seakan tidak ada niatan untuk berhenti. Hujan sepanjang minggu di Baguio membuatku merindukan terik matahari, merindukan cucianku yang kering keriting begitu dijemur di bawah langit Jakarta, merindukan momen saat harus berebut giliran untuk antre membeli Es Teh Poci, merindukan gerutu teman-temanku yang selalu merasa gerah setiap kami berjalan kaki pulang ke kostan.

Mungkin benar kata orang-orang, kita akan tahu betapa indahnya Indonesia saat kita melihatnya dari jauh. Pun halnya dengan diriku saat itu yang mencoba menemukan kembali Indonesia sebagai pelajar di negara orang. Karena rindu itu pula, aku mencari resep membuat ayam bacem dan sambal orek sendiri dan memutuskan untuk membuatnya besok hari.

Sejak saat itu, aku semakin tahu Indonesia dan aku semakin tahu pula bahwa the place where I belong is Indonesia, only.

Mendengar Cerita Pelajar Muslim Indonesia Saat Puasa di Luar Negeri

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

FS
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini