Pendopo Simbol Guyub Rukun

Pendopo Simbol Guyub Rukun
info gambar utama

Sudah tak asing lagi nama Pendopo Arya Wiraraja bagi masyarakat Lumajang. Pasalnya, bangunan yang menjadi salah satu ciri khas kabupaten Lumajang ini kerap dijadikan tempat untuk menyelenggarakan berbagai macam
kegiatan. Dari mulai menerima tamu kehormatan, pelantikan pejabat daerah, pengukuhan anggota paskibraka, pengukuhan duta wisata, kegiatan keagamaan, kegiatan sosial, hingga kegiatan pendidikan dan kebudayaan.

Dalam filosofi jawa, pendopo adalah bagian bangunan yang terletak di muka bangunan utama. Pendopo berbentuk bangunan tanpa dinding (bangunan terbuka) dengan tiang atau pilar yang banyak. Bentuk bangunannya yang terbuka sebenarnya memiliki makna yang dalam yakni, mengaktualisasi satu bentuk kerukunan antara si penghuni dengan masyarakat atau kerabat di sekitarnya.

Umumnya pendopo terpisah dari rumah induk. Ada juga pendopo yang menjadi satu dengan rumah induk meskipun tetap di bagian paling depan. Biasanya, pendopo berupa ruang berbentuk segi empat bersifat terbuka tanpa dinding penyekat dan dinding penutup dengan atap berbentuk limas atau joglo.

Ruang tunggal ini bisa dijumpai pada bagian depan kantor kabupaten kota-kota di pulau Jawa. Pendopo merupakan bagian dari sebuah rumah tradisional Jawa yang mempunyai arti penting. Selain karena letaknya yang terdapat pada bagian paling depan dari sebuah rumah tinggal, fungsi sebuah pendopo adalah tempat untuk
bersosialisasi dengan keluarga, kerabat maupun tetangga. Demikian juga sebuah pendopo tidak hanya sekadar sebuah tempat. Namun, memiliki makna yang lebih dalam yakni mengaktualisasi satu bentuk kerukunan antara si penghuni dengan masyarakat di sekitarnya atau kerabatnya.

Kerukunan merupakan satu hal yang penting, sehingga dituangkan dalam sebuah falsafah jawa yang berbunyi “Rukun agawe santosa, crah agawe bubrah.”

Falsafah tersebut di atas terdiri dari dua kalimat. Kalimat pertama, rukun agawe santosa. Secara semantik kata rukun menunjukkan kondisi damai dan bermakna pula sikap guyub, sehingga muncul pula istilah guyub rukun. Kata guyub rukun merupakan tautologi, atau pengulangan yang memiliki arti yang sama atau hampir sama sehingga bermakna melebihkan atau menekankan arti tersebut.

Kata guyub sendiri berarti rukun, kebersamaan, bersama-sama, sedangkan rukun adalah kondisi damai tanpa konflik. Dengan demikian, guyub rukun adalah kondisi rukun tanpa konflik dalam kehidupan bersama dan
berusaha dalam kebersamaan. Sementara santosa berarti kuat atau kokoh.

Asal Usul Sungai Brantas yang Terbentang di Jawa Timur

Dalam konteks sosial, rukun agawe santosa berarti bahwa kondisi yang rukun dan damai akan memberi kesempatan pada masyarakat untuk menguatkan diri, misalnya kuat secara ekonomi yang berarti meningkatnya kesejahteraan.

Kalimat ini—rukun agawe santosa—merupakan salah satu sikap hidup orang Jawa yang mendambakan kerukunan dan kedamaian dalam masyarakat. Rukun berarti setiap warga masyarakat memiliki kesamaan sikap dan pendapat. Dengan kesamaan sikap dan pendapat, akan tercipta situasi dan kondisi yang tenteram, kehidupan warga damai sejahtera.

Sebaliknya, crah agawe bubrah artinya konflik akan membuahkan kerusakan. Crah artinya perpecahan, pertikaian, dan konflik; sedangkan bubrah artinya bubar, rusak, bercerai berai. Kondisi yang diwarnai perpecahan atau konflik tidak saja menjadikan situasi tidak rukun, tetapi juga menyebabkan kerusakan.

Dengan demikian, melalui falsafah ini, masyarakat merangkai hidup bersama orang lain dalam suatu lingkungan masyarakat harus bersikap rukun dan berusaha menjaga kerukunan sehingga dapat menguatkan masyarakat. Sebaliknya, menjaga sikap dan lingkungannya agar tidak crah atau berkonflik dengan orang lain karena akan mengakibatan sesuatu yang buruk bagi diri maupun masyarakat.

Sebenarnya, falsafah tersebut di atas sangat mudah dipahami, karena setiap keseharian kita sudah menyaksikan kenyataannya. Sapu lidi contohnya, bukankah sapu lidi berasal dari bersatunya sekian banyak lidi? Meskipun
namanya sapu, tetapi dia lebih dari sekedar alat pembersih.

Dengan sapu lidi kita juga bisa menangkap lalat, memukul orang atau binatang, bahkan sampai menyakitkan. Dengan sapu lidi kita bisa menjadikannya sebagai galah. Masih banyak lagi manfaat yang bisa kita sebutkan, dan itu tidak akan terjadi dengan hanya sebuah lidi.

Begitu juga dengan kelima jari kita. Betapa banyak yang bisa kita lakukan dengan bersatunya kelima jari kita, yang itu takkan terjadi bila dengan hanya sebuah jari.

Menapaki Pendopo Kabupaten Jepara yang Jadi Saksi Kehidupan Kartini

Jika setiap unsur masyarakat atau bangsa mau mengutamakan kerukunan dan kebersamaan, maka masyarakat atau negara menjadi kuat.

Sebaliknya kalau masing-masing unsur masyarakat atau bangsa hanya mementingkan kepentingan diri, maka besar sekali kemungkinannya akan terjadi pertikaian, bahkan perpecahan.

Setelah mengetahui falsafah tersebut, diharapkan kita semua dapat hidup sesuai dengan nilai yang sudah dijunjung tinggi oleh leluhur Bangsa Indonesia. Dengan demikian, mari utamakan kerukunan dan hindari perpecahan agar kedamaian senantiasa terjaga. Apabila kedamaian terjaga, masyarakat dapat hidup dengan tentram. #WritingCamp

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SU
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini