Hari Puisi Nasional, Menilik Kembali Sejarah Puisi di Indonesia dan Sosok di Baliknya

Hari Puisi Nasional, Menilik Kembali Sejarah Puisi di Indonesia dan Sosok di Baliknya
info gambar utama

Jika Hari Puisi Sedunia dirayakan pada 21 Maret, lain halnya dengan Hari Puisi Nasional yang diperingati setiap tanggal 28 April. Puisi merupakan karya sastra yang tak lekang oleh waktu, sebab keindahan di setiap katanya yang selalu memiliki makna tersirat dalam diksi-diksi yang dipilih oleh sang pencipta.

Namun, tahukah kamu mengenai sejarah puisi di Indonesia, serta orang-orang yang berpengaruh dalam perkembangan puisi di tanah air?

Sejarah Puisi di Indonesia

Sebenarnya, hingga kini tak ada yang tahu pasti kapan puisi mulai ditemukan di Indonesia, bahkan dunia. Namun, banyak ahli yang menganggap bahwa kesusastraan modern di Indonesia dimulai pada tahun 1920 sejak M. Yamin menulis puisi berjudul “Tanah Air”. Kemudian disusul oleh penyair-penyair lainnya yang juga berjaya di tahun yang sama, seperti Sanusi Pane dan Rustam Effendi.

M. Yamin, Sang Perintis Puisi Modern Indonesia

Para sejarawan pun kemudian membuat pembabakan bagi perkembangan puisi di Indonesia yang masing-masing periodenya memiliki ciri khas tersendiri.

1. Periode Pujangga Baru (1920—1942)

Masa Kebangkitan kesusastraan modern ditandai dengan munculnya sajak-sajak pada Periode Pujangga Baru yang memiliki aliran romantik, dengan tema tulisannya meliputi ide nasionalisme dan cita-cita kebangsaan. Gaya bahasa dari puisi yang ditulis di periode ini tidak menggunakan kata-kata kiasan yang bermakna ganda serta memiliki hubungan kalimat yang jelas.

2. Periode Angkatan 45 (1942—1955)

Periode Angkatan 45 beraliran realisme atau karya yang mengutarakan penggambaran kehidupan secara nyata, bukan hanya cita-cita idealis seperti pada Periode Pujangga Baru. Puisi pada periode ini tidak terikat pada jumlah baris, bersifat pernyataan pemikiran dengan gaya ironi, tetapi menggunakan banyak kata kiasan yang menyebabkan banyaknya penafsiran yang berbeda. Umumnya, tema tulisan pada periode ini adalah mengenai masalah perang dan keinginan untuk merdeka.

3. Periode 50—60an (1955—1970)

Dalam periode ini, puisi yang ditulis masih mengikuti ide-ide dari Angkatan 45, tapi disampaikan dengan gaya bercerita, bukan pernyataan. Pada tahun ini, Indonesia sudah merdeka sehingga puisi yang dibuat banyak bercerita mengenai kemasyarakatan, kebudayaan bangsa, serta permasalahan sosial yang muncul setelah kemerdekaan.

Dalam periode ini, gaya dan corak berpuisi yang dipakai para penyair pun mulai beragam jenisnya. Di tahun ini pula lah banyak muncul-muncul penyair baru sehingga jumlahnya meningkat pesat dibanding periode sebelumnya.

5 Metode Menulis Puisi bagi Sastrawan Pemula

4. Periode Sastra (1970—1990)

Di periode ini, mulai terbit buku kumpulan-kumpulan puisi dari penyair yang memulai karier mereka pada akhir tahun 60an. Dengan terbitnya sajak-sajak dari penyair lama, ditambah dengan penyair baru yang memperkenalkan gaya yang berbeda, membuat Periode Sastra ini memiliki puisi yang lebih beraneka ragam dari sebelumnya. Namun umumnya, makna puisi mereka mengenai HAM, kebebasan berbicara, serta mengemukakan kritik sosial atas ketidakadilan terhadap kaum yang lemah dan pemimpin yang menyelewengkan jabatan.

Chairil Anwar, Sosok di Balik Pemilihan Hari Puisi Nasional

Jika umumnya sebuah hari peringatan diambil dari tanggal lahir orang yang berpengaruh dalam bidang tersebut, lain halnya dengan dipilihnya Hari Puisi Nasional. 28 April 1949 merupakan tanggal meninggalnya Chairil Anwar, salah satu penyair paling terkenal di nusantara yang wafat di usia 27 tahun.

Tanggal ini dipilih untuk mengapresiasi penyair muda dan berbakat ini, yang karya-karyanya selalu berbicara tentang perjuangan dan semangat untuk kemerdekaan Indonesia. Dengan dipilihnya tanggal tersebut, diharapkan bahwa masyarakat dapat terus mengenang Chairil Anwar yang telah berjasa pada dunia puisi di tanah air.

Pesona Chairil Anwar, Si Binatang Jalang yang Ingin Abadi hingga 1.000 Tahun

Chairil Anwar memiliki puluhan karya terkenal, salah satu yang paling ikonik adalah “Aku”, sebuah puisi yang pasti pernah Kawan GNFI baca atau dengar. Puisi ini ditulis tahun 1943, tetapi baru diterbitkan pada tahun 1945 di Majalah Timur yang juga memiliki pengaruh sangat besar terhadap Periode Angkatan 45, karena dianggap sebagai perintis jalan dan membentuk aliran baru dalam dunia sastra Indonesia.

Sejak periode tersebut hingga akhir hayatnya, Chairil berhasil menghasilkan 94 karya yang meliputi 70 puisi asli, 4 saduran, 10 sajak terjemahan, 6 prosa asli, serta 4 prosa terjemahan.

Sumber :

  • Pradopo, Rachmat D. "Sejarah Puisi Indonesia Modern: sebuah Ikhtisar." Humaniora, no. 2, 1991, doi:10.22146/jh.v0i2.2158.
  • https://tirto.id/sejarah-hari-puisi-nasional-28-april-untuk-peringati-chairil-anwar-fdGG

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AL
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini