"Kopi Terbaik di Dunia adalah Kopi Jawa"

"Kopi Terbaik di Dunia adalah Kopi Jawa"
info gambar utama

Siapa tak kenal kopi? Minuman berwarna hitam pekat ini sudah menjadi favorit berbagai kalangan, dari yang muda hingga tua, dari orang Indonesia sampai Eropa. Di Indonesia sendiri kopi sudah mulai menjadi bagian dari gaya hidup, terutama beberapa tahun terakhir ini. Banyak kabar baik bertebaran, mulai dari tingginya peminat terhadap kopi Indonesia, hingga prestasi barista Indonesia di berbagai kompetisi kopi internasional.

Namun tahukah Kawan bahwa prestasi kopi Indonesia sebenarnya sudah di mulai sejak tahun 1700-an? Dari data yang berhasil dihimpun, diketahui bahwa ternyata benih kopi dunia berasal dari Pulau Jawa. Hal tersebut diungkapkan oleh Prawoto dalam bukunya The Road to Java Coffee.

ilustrasi monopoli perdagangan kopi di jazirah Arab (dok/cdn.history.com)
info gambar

Pada awalnya, sistem perdagangan kopi dimonopoli oleh pedagang Arab yang berpusat di Mocha, sebuah kota pelabuhan di Yaman. Dalam kurun abad 15-16, kopi hanya berkembang di wilayah jazirah arab. Maka ntuk mematahkan monopoli tersebut, Walikota Amsterdam Nicholas Witsen memerintahkan pasukan VOC mengambil benih Coffeea Arabica dari Pantai Malabar India, untuk kemudian ditanam di Jawa. Dilansir dari sumber yang sama, benih kopi tersebut ditanam di wilayah Kampung Melayu, Bidaracina, Maester Cornelis (Jatinegara), Palmerah, Sukabumi, hingga Priangan (daerah Bandung dan Cianjur Jawa Barat).

perkampungan kuli di perkebunan kopi Jawa (dok/kopijawa.net)
info gambar

Kemudian pada 1706, ahli botani di Amsterdam mengeluarkan pernyataan bahwa kopi yang ditanam di tanah Jawa memiliki kualitas tinggi. Hal tersebut yang akhirnya membawa kopi Jawa menjadi induk dari sebagian besar benih kopi dunia. Ia kemudian diperbanyak dan disebarkan ke kebun-kebun botani di Eropa, termasuk kepada Raja Perancis Louis XIV. Lalu melalui Kebun Raya Royal Jardine de Plantes di Paris, benih kopi Jawa dibawa ke Martinique, koloni Perancis di Kepulauan Karibia.

“Dari Martinique, benih kopi Jawa menyebar lagi menjadi benih awal Coffea Arabica yang ditanam di sebagian perkebunan kopi di negara-negara produsen kopi dunia,” ujar Prawoto seperti yang dilansir dari tempo.co.

“Let’s have a cup of Java..”

Ungkapan tersebut menjadi ajakan populer di kalangan Eropa untuk menikmati secangkir kopi Jawa, terutama di penghujung petang. Dalam laporan jurnalistik Kompas yang bertajuk ‘Ekspedisi Anjer-Panaroekan’ disebutkan bahwa kopi Jawa adalah salah satu primadona seperti kina, tebu, teh, dan karet pada masa kolonial.

ilustrasi kopi Jawa (dok/arsipindonesia.com)
info gambar

Sejarawan Jan Breman dalam bukunya Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa: Sistem Priangan dari Tanam Paksa Kopi di Jawa 1720-1870 mengatakan bahwa Jawa, khususnya Priangan menjadi pemasok kopi terbesar untuk VOC. Dikatakan pula, setengah hingga tiga perempat perdagangan kopi dunia berasal dari VOC--dan setengahnya dihasilkan dari Priangan.

Selain itu menurut Widya Pratama, pemilik Aroma Kopi juga menyatakan bahwa kopi terbaik di dunia adalah kopi Jawa. Hal tersebut bukan dikatakan tanpa alasan.

“Curah hujan dan tingkat keasaman di tanah Jawa sangat pas untuk budidaya kopi. Jauh lebih baik dari kopi Amerika Latin ataupun Afrika,” ungkapnya pada kompas.com.

ilustrasi budaya orang Eropa minum kopi (dok/timetoast.com)
info gambar

Tahun 1730an, tercatat empat sampai enam juta pon kopi diangkut dari priangan diangkut menuju Belanda. C.R Boxer, sejarawan penulis Jan Kompeni: Sejarah VOC dalam Perang dan Damai menyebut dalam bukunya bahwa begitu populernya kopi Jawa di Eropa, hingga seorang pendeta bernama Francois Valentijn mengeluhkan fenomena kecanduan orang-orang Eropa terhadap ‘bijih hitam’ dari Hindia tersebut.

“Kopi Jawa sudah menjadi begitu umum disukai hingga pelayan-pelayan serta penjahit tidak mau bekerja sebelum menikmati cairan hitam tersebut..” tulis Boxer dalam bukunya.


Sumber: diolah dari berbagai sumber

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini