Jejak Kampung Islam Kepaon, Bukti Kerukunan Umat Beragama di Bali

Jejak Kampung Islam Kepaon, Bukti Kerukunan Umat Beragama di Bali
info gambar utama

Kampung Islam Kepaon merupakan salah satu kampung muslim yang eksis di tengah-tengah kota Denpasar. Ada beberapa komunitas muslim yang hidup dan tinggal di Denpasar, sebut saja Kampung Bugis yang ada di Serangan atau Kampung Jawa di Jalan Ahmad Yani.

Namun Kampung Islam Kepaon adalah Kampung Muslim yang agaknya istimewa karena dihuni oleh masyarakat Bali yang akar sejarahnya berasal dari Puri Pemecutan. Kampung Islam Kepaon beralamat di Jalan Raya Pemogan No.74, Kampung Islam, Kec. Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali.

Membahas sejarah Kampung Islam Kepaon sangat terkait dengan sejarah masuknya Islam di Bali. Sentuhan pertama Islam di Bali berkisar pada saat keruntuhan kerajaan Majapahit.

Islam masuk pertama kali di Bali yaitu di desa Gelgel wilayah kerajaan Klungkung pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong, sekitar tahun 1460 Masehi. Ditandai dengan datangnya utusan dari Kesultanan Demak.

Sumber yang dipergunakan diantaranya Babad Dalem dan Kidung Pemancangah, cerita lisan dan beberapa informan masyarakat di kawasan kampung-kampung Islam. Setelah daerah Gelgel menyusul masuknya Islam di beberapa daerah di Bali.

Di Jembrana dibawa oleh Syarif Abdullah bin Yahya Al-Qadry pada tahun 1800 Masehi, dan bermukim di desa Loloan, yang sekarang menjadi kampung muslim Loloan. Di Buleleng di Pegayaman dan kampung Bugis Singaraja, sedangkan di Badung di Pulau Serangan.

Keluar dari Red List Inggris, Sektor Pariwisata Mancanegara Indonesia Siap Bangkit

Tentang munculnya kampung Islam Kepaon banyak sumber yang menuliskan bahwa masuknya Islam di Kepaon melalui jalur pemerintahan atau kekuasaan. Pada waktu Cokorda Pemecutan III berkuasa terdamparlah sebuah kapal di tepi pantai dekat kawasan Kuta.

Mereka mengalami kerusakan perahu, mereka kemudian dimanfaatkan oleh penguasa Badung Cokorda Pemecutan III. Orang-orang pendatang ini dipimpin oleh Raden Sastroningrat, seorang bangsawan Madura.

"Oleh Raja Badung mereka dijanjikan suatu kebebasan dan akan dikawinkan dengan putrinya apabila bersedia membantu raja dalam pertempuran melawan kerajaan Mengwi sekaligus mengalahkannya," ucap Riza Wulandari dalam artikel bertajuk Aktualisasi Masyarakat Kampung Islam Kepoan.

Raden Sastroningrat menyanggupinya, kemudian bersama dengan pasukan Badung yang didukung oleh laskar Bugis dari pulau Serangan menyerbu kerajaan Mengwi. Dalam pertempuran tersebut kerajaan Mengwi berhasil dikalahkan oleh gabungan pasukan tersebut.

"Dalam pertempuran tersebut kerajaan Mengwi berhasil dikalahkan oleh gabungan pasukan tersebut. Pasukan gabungan tersebut digambarkan sangat garang dan beringas," bebernya.

Atas jasanya, Raden Sastroningrat dikawinkan dengan putri raja Cokorda Pemecutan III yang bernama Anak Agung Ayu Rai sebagaimana janjinya. Dirinya kemudian memboyong Anak Agung Rai ke Mataram kemudian diajak ke Bangkalan Madura.

Setelah masuk Islam Anak Agung Ayu Rai diberi nama Siti Khotijah. Sekembalinya dari Jawa, pasangan suami istri segera kembali ke kerajaan Badung dan diterima dengan baik.

Namun setelah raja mengetahui bahwa putrinya telah memeluk agama Islam, segera memerintahkan untuk mengasingkan sang putri di Kebon yang sekarang ini dikenal dengan Kepaon. Sang putri tinggal di Kepaon beserta para pengikutnya yang sudah beragama Islam dan bermukim turun-temurun sampai sekarang.

Hubungan yang tetap terjaga baik

Hubungan masyarakat Islam Kepaon dengan Puri Pemecutan tetap terjalin dengan baik. Bahkan pada setiap upacara kerajaan, masyarakat Islam Kepaon mendapatkan undangan dan tempat khusus.

Sedangkan pada setiap upacara hari besar Islam di Kepaon selalu dihadiri dari pihak Puri Pemecutan sekalipun agama mereka berbeda yaitu Hindu. Para pengikut pasangan Raden Sastroningrat dan Anak Agung Ayu Rai juga diberikan lahan perkebunan milik kerajaan dan lahan itu sekarang juga telah menjadi bagian kampung Islam Kepaon.

Secara etimologis nama Kepaon berasal dari kata ke-paon (bahasa Bali), pawon (bahasa Jawa) yang berarti dapur. Sedangkan secara Toponimi yaitu tentang asal-usul penamaan tempat.

Sebagaimana fungsinya toponimi suatu daerah adalah sarana untuk menggali dan mengungkapkan perjalanan sejarah dan budaya suatu wilayah atau kawasan yang dikandung oleh toponimi.

"Secara toponimi disebut Kepaon karena masyarakat di kampung Kepaon membangun paon (dapur) di pinggiran desa, sehingga seluruh desa dikelilingi oleh dapur," ucapnya.

Keindahan Kain Tenun Gringsing yang Dipercaya Sebagai Penolak Bala

"Setiap orang yang mau ke kampung ini selalu menyebut ke paon, lama kelamaan menjadi Ke-paon sampai sekarang," tambahnya.

Secara administratif terletak di Desa Pemogan Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar. Hingga kini kampung Islam Kepaon terus berkembang baik secara fisik maupun jumlah penduduknya.

Meskipun telah mengalami perkembangan yang pesat, namun masyarakat kampung Islam Kepaon tetap menjaga nilai-nilai tradisi dan budaya Bali yang melekat pada diri mereka, karena mereka merasa telah menjadi orang Bali.

Lihat saja interaksi masyarakat Kepaon yang menggunakan bahasa Bali dalam kesehariannya. Nama masyarakat Bali seperti Putu, Kadek, Komang, dan Ketut, juga dipakai masyarakat Kepaon sebagai julukan.

Bedanya, nama-nama khas Bali yang menunjukkan urutan kelahiran dalam keluarga itu tidak diformalkan secara administratif, melainkan hanya sebuah nama panggilan sehari-hari.

“Kami tetap menjaga nilai-nilai Bali karena memang kami orang Bali. Kami bersyukur hingga kini bisa tetap hidup berdampingan dengan masyarakat Bali yang sebagian besar beragama Hindu,” tegas Abdul Gani pengurus Masjid Al Muhajirin di Kampung Islam Kepaon.

Kini Kampung Islam Kepaon dihuni oleh sekitar 300 KK atau sekitar 2.500 jiwa. Mereka menggeluti usaha di bidang pertanian, sopir, pedagang dan PNS. Sementara kaum wanita lebih banyak menekuni usaha garmen dan berdagang.

Tradisi Islam dan kerukunan di Kampung Kepaon

Perbedaan etnis dan agama tidak menyurutkan hubungan pluralitas di kampung Kepaon menjadi surut. Banyak produksi kultural berbasis Islam hadir di Kampung Islam Kepaon diantaranya adalah Tari Rodat, Hadrah dan Rebana.

Kegiatan kesenian tersebut dilakukan pada saat Maulid Nabi Muhammad SAW dan pada saat menjelang lebaran. Tari Rodat memiliki tradisi unik dengan menaburkan bunga mawar, melati dan cempaka.

"Adapun cendana, gergaji kayu, minyak wangi, sampalan, diletakkan di sudut-sudut rumah warga kampung Islam kepaon," ucap Riza.

Kerukunan antarumat beragama di Kampung Islam Kepaon dan kehidupan lingkungan mayoritas agama Hindu diwujudkan melalui tradisi Ngejot. Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat Kampung Islam Kepaon dengan cara memberikan makanan kepada antarumat beragama.

Hal tersebut dilakukan pada saat sebelum menjelang hari raya Idul Fitri. Makanan yang diberikan oleh masyarakat Kampung Islam Kepaon biasanya masakan olahan ayam, buah maupun snack-snack ringan.

Gang Poppies Bali, Romantisme Lagu Slank hingga Tersohor ke Seluruh Dunia

Hal tersebut juga dilakukan sebaliknya oleh umat Hindu pada saat hari upacara Galungan, Kuningan, maupun upacara upacara lainnya. Umat Hindu biasanya memberikan buah-buahan, jajan uli dan jajan bagina.

"Proses solidaritas yang terjadi makin erat tanpa ada kesenjangan satu sama lain hingga menciptakan kerukunan beragama," tegasnya.

Mengibung juga merupakan salah satu tradisi yang ada di Kampung Islam Kepaon dalam mewujudkan aktualisasi masyarakat di sana.

Mengibung merupakan makan bersama dalam satu wadah yang berisi lauk pauk, di mana sebelumnya para masyarakat Kampung Islam Kepaon mengadakan doa bersama.

"Menu dari tradisi mengibung juga menggunakan bumbu bali seperti ayam bumbu bali, sambal mentah, sambal matah, plecing kangkung, dan lain-lain," tuturnya.

Tentunya riuh ramai gembira warga Kampung Islam Kepaon, akan terjadi saat merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW. Setiap tahun, masyarakat Kampung Islam Kepaon memperingati Maulid Nabi dengan menggelar pawai bale suji.

Bale suji, yang terdiri atas batang pohon pisang, telur, dan berbagai hiasan berupa bunga kertas, oleh warga Kampung Islam Kepaon pada pagi hari diarak keliling Kampung yang sudah berusia ratusan tahun itu.

“Keliling kampung sebagai ungkapan kegembiraan warga Kampung Islam Kepaon merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW. Tradisi ini rutin setiap tahun dilaksanakan sejak zaman nenek moyang kami dulu. Bale suji artinya bale suci,” kata Padani, tokoh masyarakat Kampung Islam Kepaon yang dikutip dari Tempo, Selasa (19/10/2021).

Padani menjelaskan, susunan inti bale suji adalah batang pisang dan telur. Batang pisang, kata dia, merupakan simbol tunas generasi-generasi muda di Kampung Islam Kepaon untuk terus melestarikan tradisi para pendahulu mereka.

“Filosofi kelopak batang pisang lapisan-lapisan yang tua di luar, paling muda di dalam. Ini merupakan simbol para orang tua mengayomi yang muda di Kampung Islam Kepaon untuk kelanjutan tradisi ini,” tuturnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini