Rumah Batu Olak Kemang, Situs Bersejarah Peninggalan Kesultanan Jambi

Rumah Batu Olak Kemang, Situs Bersejarah Peninggalan Kesultanan Jambi
info gambar utama

Sebagian besar daerah di Indonesia memiliki situs bersejarah, baik itu dari peninggalan kolonial Belanda, masa pendudukan Jepang, hingga zaman kerajaan dan kesultanan. Sebelum masa penjajahan, di Indonesia telah berdiri kerajaan dan kesultanan seperti Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Samudera Pasai, Kesultanan Mataram, dan Kesultanan Yogyakarta.

Meski namanya tak seterkenal kesultanan yang lain, Kesultanan Jambi juga pernah eksis di Sumatra pada abad ke-19. Kini, salah satu jejak Kesultanan Jambi bisa dilihat di Desa Olak Kemang, Kecamatan Danau Teluk. Di desa tersebut, Anda bisa menemukan situs bersejarah dan cagar budaya yaitu Rumah Batu Olak Kemang.

Bangunan rumah batu di Desa Olak memiliki beberapa keunikan dan tentunya menyimpan berbagai jejak sejarah masuknya agama Islam ke Sumatra dan perkembangan Kesultanan Jambi.

Mempelajari Budaya Sunda di Kampung Budaya Sindang Barang

Keunikan Rumah Batu Olak Kemang

Rumah Batu Olak Kemang © Dokumentasi Direktorat Jenderal Kebudayaan
info gambar

Rumah Batu Olak Kemang dibangun pada abad ke-18 dan merupakan kediaman Sayyid Idrus Hassan Al-Jufri. Bangunan rumah ini tampak mencolok di tengah pemukiman warga dan lokasinya pun berada di dekat pesantren.

Pada abad ke-18, Jambi menjadi jalur perdagangan yang sangat strategis dan sering dikunjungi oleh orang-orang Arab, Eropa, dan China untuk melakukan kontak perdagangan dengan Kesultanan Jambi. Hal ini membawa pengaruh pada rumah batu yang memiliki keunikan berupa perpaduan tiga gaya arsitektur dalam satu bangunan, yaitu Indonesia, China, dan Eropa.

Unsur kebudayaan lokal di rumah batu bisa dilihat dari bentuknya yang merupakan rumah panggung. Rumah panggung sendiri menjadi ciri khas bangunan rumah yang ada di Jambi yang bertujuan untuk mengantisipasi luapan air Sungai Batanghari. Pengaruh budaya China tampak dari bentuk atap, gapura, dan ornamen-ornamen rumah batu yang berupa naga, awan, bunga, dan arca singa.

Sementara itu, unsur Eropa di rumah batu terlihat dari tiang-tiang panggung yang terbuat dari bahan bata dan semen berbentuk pilar untuk menyangga bangunan di atasnya. Pada lantai bawah rumah dilapisi ubin terakota dan lantai duanya dari papan kayu. Kedua lantai ini dihubungkan dengan tangga yang biasa digunakan pada rumah bertingkat bergaya arsitektur indis.

Seiring berjalannya waktu, kondisi bangunan Rumah Batu Olak Kemang semakin memprihatinkan karena tidak mendapatkan perawatan dengan baik. Meski telah ditetapkan sebagai cagar budaya, pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya tidak memiliki kewenangan untuk memugar bangunan karena masih menjadi aset dari ahli waris dan bukan merupakan aset pemerintah.

Meski banyak dikunjungi wisatawan, bangunan ini memang belum dikelola sebagai aset wisata. Saat ini, perawatan rumah batu dilakukan seadanya oleh pihak keluarga dari keturunan Sayyid Idrus Hassan Al-Jufri.

Menikmati Mahakarya Seniman Nyoman Nuarta di NuArt Sculpture Park

Mengenal sosok Sayyid Idrus Hassan Al-Jufri

Sayyid Idrus bin Hasan Al Jufri atau juga dikenal dengan nama Pangeran Wiro Kusumo adalah seorang penyebar agama Islam di Jambi pada abad ke-18. Ia merupakan sosok yang memiliki kedudukan penting di Kesultanan Jambi dan termasuk orang berpengaruh besar.

Gelar Pangeran Wiro Kusumo ia dapatkan setelah menikah dengan sepupu dari Raja Jambi Sultan Thaha Syaifuddin. Selain menjadi ulama, Sayyid merupakan seorang saudagar dan pedagang yang ulung. Ia pun ikut berjuang dalam melawan penjajah Belanda di Provinsi Jambi bersama Sultan Thaha.

Ia mendirikan rumah batu sebagai tempat belajar dan syiar agama Islam. Pada tahun 1880, Sayyid bersama Datuk Shin Thai, seorang ulama keturunan China yang juga menyebarkan agama Islam di Jambi, mendirikan Masjid Al-Ihsaniyah.

Rumah ibadah ini juga dikenal dengan sebutan Masjid Batu karena pada masa itu menjadi masjid pertama yang dibangun dengan susunan batu atau beton. Pada abad ke-19, bangunan rata-rata masih dibuat dari kayu dan pasak. Bangunan-bangunan batu mulai bermunculan pada zaman Belanda.

Masjid tertua di Jambi ini menyimpan benda-benda bersejarah, seperti bedug yang usianya diperkirakan sudah seabad dan ada kaligrafi yang menjadi papan nama masjid dibuat oleh Bilal Muchtar bin Abdul Hamid yang dikenal sebagai pembuat kaligrafi.

Mengamati Proses Pembuatan Pinisi di Desa Ara Bulukumba

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dian Afrillia lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dian Afrillia.

Terima kasih telah membaca sampai di sini