Sejarah Panjang Ruang Udara Natuna

Sejarah Panjang Ruang Udara Natuna
info gambar utama

Pemerintah Indonesia dan Singapura, pada hari Selasa (25/1/2022) menyepakati penyesuaian pelayanan ruang udara atau Flight Information Region (FIR) di atas wilayah Kepulauan Riau dan Natuna. Selama 76 tahun, pelayanan FIR di atas Kepulauan Riau dan Natuna ditangani oleh Otoritas Navigasi Penerbangan Singapura.

Mengutip Kompas, Rabu (26/1), meski terlambat selama dua tahun dari target, pemerintah Indonesia berhasil mengambil FIR sektor A, B, dan C, dari otoritas Singapura. Hal ini terjadi setelah adanya kesepakatan antara Indonesia dan Singapura yang dibuat untuk penyesuaian pelayanan batas ruang udara.

Hal ini dikukuhkan melalui penandatanganan kesepakatan FIR oleh Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi dengan Menteri Transportasi Singapura S. Iswaran, yang disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong, di Pulau Bintan, Kepulauan Riau (Kepri).

“Selama penandatanganan FIR (ruang kendali udara) maka ruang iingkup FIR Jakarta akan melingkupi seluruh teritorial Indonesia terutama Natuna dan Riau,” terang Jokowi dalam konferensi pers daring di akun Youtube Sekretariat Presiden.

Sebagai informasi, pelayanan navigasi penerbangan di wilayah Kepulauan Riau (Kepri) dan Natuna menjadi tanggung jawab Otoritas Navigasi Penerbangan Singapura sejak 1946. Sesuai ketentuan, pesawat Indonesia yang terbang di area tersebut pun harus meminta izin kepada otoritas Singapura walaupun terbang di atas wilayah Indonesia.

Potensi Besar Kekayaan Laut Natuna

Dengan penyesuaian FIR, Indonesia kini akan melayani navigasi penerbangan di Kepri dan Natuna melalui Lembaga Penyelenggaraan Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (Airnav Indonesia). Kesepakatan ini disebut sebagai buah dari berbagai upaya yang telah dilakukan selama bertahun-tahun oleh pemerintah untuk melakukan negosiasi penyesuaian FIR dengan pemerintah Singapura.

“Alhamdulilah, hari ini merupakan hari yang bersejarah bagi bangsa Indonesia. Kita berhasil melaksanakan amanat Undang-Undang No. 1/2009 Tentang Penerbangan ini bukti keseriusan Pemerintah Indonesia,” kata Menhub dalam siaran pers resmi.

Sementara itu, Singapura mengatakan perjanjian FIR ini akan memastikan bahwa layanan kontrol lalu lintas udara disediakan dengan aman, sekaligus memungkinkan Bandara Changi tumbuh dalam jangka panjang sebagai hubungan udara international.

PM Lee saat berbicara kepada wartawan setelah penutupan 5th Singapore-Indonesia Leaders’ Retreat di Bintan, mencatat bahwa perjanjian FIR secara umum sesuai dengan batas-batas wilayah Indonesia.

“Tetapi, kedua (perjanjian FIR) akan memastikan bahwa (bandara) Changi mampu beroperasi secara efisien, aman, dan lengkap, serta menyediakan layanan kontrol lalu lintas udara agar berfungsi sebagai bandara international yang penting, dan dapat tumbuh dalam jangka panjang sebagai bandara international yang penting,” ujarnya.

Bedasarkan Perjanjian FIR, Singapura dan Indonesia telah sepakat untuk menyelaraskan kembali batas antara FIR Jakarta dan Singapura. Indonesia akan mendelegasikan kepada Singapura penyediaan layanan navigasi udara di sebagian wilayah udara FIR Jakarta yang telah disesuaikan.

Perjanjian ini akan tetap berlaku selama 25 tahun dan akan diperpanjang dengan persetujuan bersama bila kedua belah pihak merasa menguntungkan untuk melakukannya. Perjanjian FIR juga memperhitungkan aturan dan peraturan Organisasi Penerbangan Sipil International (ICAO) dan akan diajukan untuk disetujui kepada ICAO sesuai dengan prosedur yang disepakati.

76 tahun berjuang meraih keadaulatan dalam udara

Indonesia memang telah berulang kali menyatakan keinginannya untuk mengambil alih kendali atas FIR di atas Kepri yang telah dikelola oleh Singapura sejak tahun 1946 sebagaimana diamanatkan oleh ICAO. Negara-kota itu menguasai sekitar 100 mil atau sekitar 160 kilometer laut wilayah udara Indonesia.

Di sisi lain, Singapura telah berulang kali menyebut bahwa FIR bukanlah masalah kedaulatan, tetapi keselamatan dan efisiensi lalu lintas udara komersial. Hal ini diutarakan oleh Iswaran yang menyatakan bahwa perjanjian ini akan memastikan pertumbuhan penerbangan sipil yang aman dan efisien di Kawasan ini.

Dipaparkan CNN Indonesia, FIR Natuna telah diambil alih Singapura sejak 1946. Salah satu alasannya karena Indonesia saat itu belum memilki kompetensi dari berbagai aspek mengenai kontrol udara. Keputusan ini diambil oleh ICAO, saat Indonesia baru menginjak satu tahun merdeka.

Selain itu, penetapan ‘kavling-kavling' pelayanan navigasi udara sudah terbentuk pada 1945 saat Indonesia baru merdeka. Sedangkan pengelolaan ruang udara di Blok ABC oleh Malaysia dan Singapura sudah dilakukan sejak 1944 saat kedua negara itu masih menjadi bagian dari kekuasaan Inggris.

Salah satu implementasi penguasaan FIR oleh Singapura adalah saat penerbangan TNI Angkatan Udara (AU) harus mengantongi izin dari menara kendali penerbangan Bandara Internasional Changi untuk bisa lepas landas atau mendarat hingga menentukan rute, bahkan ketinggian dan kecepatan.

Ruang udara di Batam dan Natuna adalah bagian dari FIR Blok A. Selain itu, terdapat pula Blok B dan C yang berada di atas perairan Natuna. Sektor A meliputi wilayah udara di atas 8 kilometer sepanjang Batam dan Singapura.

Sektor B mencangkup kawasan udara di atas Tanjung Pinang dan Karimun. Sedangkan sektor C yang berada di wilayah udara Natuna dibagi menjadi dua. Singapura mengendalikan di atas 24.500 kaki, sedangkan Malaysia mengendalikan di bawah 24.500 kaki.

Kontributor Dunia Penerbangan Asal Blitar

Meski sejak 1990 Indonesia telah berupaya melakukan negosiasi dengan Singapura untuk mengambil alih ruang kendali FIR di Perairan Natuna, namun baru pada Januari 2012 terjadi kesepakatan antara Indonesia dan Singapura, bahwa FIR wilayah Kepulauan Natuna yang dikuasai Singapura akan dikembalikan ke Indonesia.

Hal ini sesuai dengan dasar hukum pengambilalihan FIR yaitu UU RI No.1 Tahun 2009 soal Penerbangan. UU ini kemudian ditandatangani presiden ketika itu--Susilo Bambang Yudhoyono--pada Januari 2009. Pasal 5 Bab IV soal Kedaulatan Atas Wilayah Udara dalam UU tersebut.

“Negara Kesatuan Republik Indonesia berdaulat penuh dan eksklusif atas wilayah udara Republik Indonesia,” bunyi pasal tersebut.

Sementara itu acuan hukum berikutnya tercantum pada Pasal 458 Bab XXIV Ketentuan tertutup.

“Wilayah udara Republik Indonesia yang pelayaran navigasi penerbangannya didelegasikan kepada negara lain bedasarkan perjanjian, sudah harus dievaluasi dan dilayani oleh Lembaga penyelenggara pelaynanan navigasi penerbangan paling lambat 15 tahun sejak Undang-Undang ini berlaku,” tulisnya.

Karena itulah pada 2015 atau tiga tahun kemudian, Presiden Jokowi memerintahkan Menhub dan Panglima TNI untuk mempersiapkan keperluan agar Indonesia mampu mengelola sendiri ruang udara.

Pada November 2015, pemerintah telah mempersiapkan semua persiapan teknis untuk mengambil FIR yang saat ini dipegang Singapura, termasuk menyerahkan roadmap atau peta jalan ke negara itu dan Malaysia.

Tetapi pada 2018, Menteri Pertahanan (Menhan) saat itu Ryamizard Ryacudu mengatakan upaya pemerintah atas FIR belum bisa dilakukan secepatnya, dan baru selesai pada 2021 mendatang.

Lalu pada 2020, Kepala Badan Nasional Pengelola perbatasan (BNPB) ketika itu, Tito Karnavian mengatakan FIR masih menjadi persoalan antara Indonesia dan negeri tetangga.

“Kami harapkan (2021) tetapi kan susah. Harus kita belajar dahulu. Tidak gampang lho. Kalau kita pegang, terus tubruk-tubrukan pesawat, diketawain orang nanti,” ucapnya pada Mei 2018 lalu.

Jalur favorit penerbangan pesawat asing

Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menyatakan Indonesia akan sangat diuntungkan bila FIR di atas wilayah Kepulauan Riau (Kepri) bisa diambil alih. Salah satunya adalah mencegah pesawat yang terbang sembarang melintasi wilayah Indonesia.

“Selain kedaulatan, memastikan keamanan kita terjaga artinya karena kita mengelola sendiri. Misalnya, pesawat yang melintas ilegal, pesawat asing, dalam kendali otoritas kita,” ujar Khairul.

Menurut Khairul, dengan pengelolaan wilayah udara di tangan Malaysia dan Singapura, beberapa kali Indonesia tidak maksimal dalam mengantisipasi risiko ancaman yang sewaktu-waktu bisa datang. Hal ini juga mengganggu pesawat TNI yang memerlukan wilayah udara tersebut untuk patroli atau berlatih.

Dari sisi ekonomi, selama FIR dikelola oleh negeri jiran, Indonesia ternyata merugi karena ongkos yang wajib disetor maskapai penerbangan saat melintasi wilayah udara suatu negara tidak penuh. Karena selama ini Indonesia hanya mendapat semacam sharing.

Wilayah udara Kepri memang menjadi lintasan favorit pesawat asing, termasuk jet tempur Singapura. Komandan Pangkalan TNI AU Tangjungpinang, Letnan Kolonel Penerbang I Ketut Wahyu Wijaya, mengatakan bahwa pesawat tempur Singapura sering tampak berlatih di utara Pulau Bintan yang berdekatan dengan Singapura.

Kekah, Monyet Endemik yang Jadi Ikon Kepulauan Natuna

Singapura mengklaim berlatih di wilayah militer atau miliary training area (MTA) yakni zona udara RI yang bisa digunakan Singapura untuk latihan militer. Hal ini karena, mereka tak punya ruang lapang untuk berlatih. Masalahnya, perjanjian MTA antara Indonesia dan Singapura habis pada 2001. Jakarta ketika itu tak memperpanjang kesepakatan sebab merasa dirugikan.

Namun, Singapura tetap ngotot MTA merupakan wilayah berbahaya sehingga harus dioperasikan Angkatan Bersenjata mereka. Menurut Ketut, Singapura mencoba mencari celah agar bisa menerbangkan pesawat tempur mereka ke wilayah udara RI, salah satunya dengan mengatur FIR Indonesia di sekitar Kepri.

Selama ini, pemerintah--melalui Menko Kemaritiman--sudah membentuk tiga tim untuk mengambil alih ruang kendali udara dari Singapura. Mereka terdiri dari tim teknis mencangkup Air Navigation (Airnav), Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) serta tim regulasi dari Kementerian Perhubungan, dan tim diplomasi dari Kementerian Luar Negeri buat berunding dengan Singapura.

Hal ini tidak lepas dari mandeknya proses pengambilalihan FIR oleh pemerintah Indonesia dari negara-negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia. Setelah upaya negosiasi, akhirnya FIR Natuna resmi menjadi kendali Indonesia pada 25 Januari 2022 melalui perjanjian nota kesepahaman antara Presiden Jokowi dan PM Singapura, Lee Hsein Loong.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini