Kapolri Kunarto, Jejak Kesederhanaan dalam Membentuk Polri yang Berintegritas

Kapolri Kunarto, Jejak Kesederhanaan dalam Membentuk Polri yang Berintegritas
info gambar utama

Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menetapkan Eks Kadiv Propam Mabes Polri Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J, Selasa (9/8/2022).

Penetapan ini menjadi salah satu puncak dari rentetan polemik yang muncul usai kematian Brigadir J yang diduga ditembak rekannya sendiri. Kasus ini bahkan menyeret beberapa personil kepolisian yang dianggap melanggar kode etik.

Kapolri menyebutkan hingga kini sudah ada 31 anggota Polri yang diduga melakukan pelanggaran kode etik. Beberapa personil ini bahkan diduga telah menghilangkan barang bukti yang bisa terancam pidana.

Melihat kasus Brigadir J ini dan nama-nama besar yang terseret ke dalamnya menjadikan citra Kepolisian terancam. Publik kemudian mempertanyakan keberadaan sosok polisi yang memiliki integritas.

Namun korps Bhayangkara sejatinya tidak kekurangan sosok yang memiliki integritas dan memberikan keteladanan. Bukan hanya sosok Kapolri Hoegeng Iman Santoso (1944-1971) yang telah terkenal dengan kejujurannya.

Soekanto Tjokrodiatmodjo, Kapolri Pertama Peletak Dasar Struktur Kepolisian

Tetapi ada juga sosok Kapolri Jenderal Kunarto (1991-1993). Dirinya dikenal sebagai Kapolri yang sederhana dan lurus. Bahkan Kunarto mengidamkan anggota polisi memiliki integritas dan dapat melayani masyarakat dengan baik.

Dimuat dari Historia, Kunarto lahir di Yogyakarta, 8 Juni 1940. Sebelum menjabat sebagai Kapolri, dirinya pernah menjadi Kapolsek Cipinang, Kepala Sekretariat kemudian Wakil Kapolda Metro Jaya, dan Kapolda Sumatra Utara.

Dirinya merupakan lulusan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) angkatan IX tahun 1962. Pernah juga menjadi Staf Ahli Panglima ABRI. Kunarto sempat menjadi ajudan Presiden Soeharto pada 1982.

Setelah itu karier pria kelahiran Yogyakarta ini cukup cemerlang, dirinya menjadi Wakapolda Metro Jaya dengan pangkat Brigjen (1986), Kapolda Sumatra Utara (1987-1989), dan menjabat Kapolda Nusa Tenggara berpangkat Mayjen (1989-1990).

Kunarto pun menjadi semakin matang dalam memimpin para anggotanya. Setelah 11 bulan menjadi Kapolda Nusra, pada 1990 dia diangkat menjadi Askamtibmas Kasum ABRI. Pada 20 Februari 1991, Kunarto dilantik oleh Presiden Soeharto menjadi Kapolri.

Jejak sederhana Kunarto

Kunarto memang telah terkenal sederhana bahkan sejak bertugas sebagai Kapolsek Cipinang, Jakarta. Dirinya kemudian dipindah tugaskan ke Polda Metro Jaya sebagai Kepala Sekretariat.

Letkol Polisi Trisno Ilham yang ketika itu menjabat Komandan Wilayah Jakarta Timur pun memerintahkan Aipda Suroyo Bimantoro membeli sebuah mobil kecil untuk hadiah kenang-kenangan.

Mobil Honda Life itu rencananya diserahkan kepada Kunarto setelah acara perpisahan. Esok harinya, Kunarto menghadap Trisno Ilham untuk mengembalikan mobil tersebut. Dirinya beralasan Komwil Jaktim lebih banyak kebutuhan lain.

“Luar biasa orang ini pikir saya, coba kasih saya pasti saya terima hahaha…” kata Bimantoro mengenang peristiwa tersebut.

Pada 1991 karier Kunarto mencapai puncaknya saat diangkat menjadi Kapolri. Tetapi sebagai orang nomor satu di Kepolisian, tak mengubah kebiasaan maupun gaya hidupnya yang sederhana.

Sekretaris Pribadi Kapolri Suroyo Bimantoro sering melihat atasannya itu memakai baju dinas pembagian. Karena ukuran baju dinas pembagian itu umum (S, M, L, XL) sehingga tidak rapi, Bimantoro pun menyarankan Kapolri membuat seragam dinas ke tukang jahit.

Kunarto setuju dan memerintahkan Bimantoro memanggil tukang jahit. Bimantoro pun memanggil Wong Hang, penjahit langganannya di Polres Metro Jakarta Barat. Tetapi setelah selesai diukur, Kunarto pun protes karena biaya jahit Wong Hang yang mahal.

Kasus Sum Kuning dan Bukti Integritas Jenderal Hoegeng

Kunarto lebih memilih menjahit kepada langganannya di Depok. Akhirnya, Wong Hang yang tak jadi membuat seragam Kapolri kemudian membuat seragam untuk Bimantoro, wakilnya Didik Widayadi, dan stafnya Ariyanto Sutadi.

“Sementara itu, sesuai dengan kemauan beliau, Kapolri cukup penjahit dari Depok yang sekarang menjadi langganan saya untuk membuatkan baju penjagaan dan pengawalan,” kata Bomantoro.

Bimantoro pun masih mengingat ketika dirinya menegur Didik yang menyuguhkan snack yang berisi dua potong singkong dan satu pisang rebus. Didik pun menjelaskan bahwa isi snack tersebut adalah permintaan Kunarto.

Bahkan Kunarto pun pernah membagi-bagikan kado yang diterima putranya ketika menjadi pengantin kepada para panitia. Bimantoro kemudian menghadap Kapolri untuk bertanya mengenai kebenaran informasi itu.

“Benar, karena saya yang menyelenggarakan resepsi,” kata Kunarto.

Harapan Kunarto

Segala prestasi yang didapatnya itu membawanya kepada jabatan sebagai Kapolri. Masa kepemimpinan Kunarto diwarnai dengan dinamika masyarakat Indonesia yang ditandai berbagai kemajuan dan permasalahan sosial, ekonomi serta hukum.

Kunarto pun berkeinginan untuk meningkatkan pelayanan Polri kepada masyarakat dengan berbagai permasalahannya. Sebagai Kapolri dirinya memahami betul bahwa institusi yang dipimpinnya memiliki tugas berat untuk menciptakan rasa aman.

Selama menjalankan tugasnya, Kunarto lebih mementingkan pendekatan humanisme, dan tidak harus patuh pada aturan standar dan prosedural. Selain itu, dia juga menekankan pada perubahan citra polisi sebagai pengayom masyarakat.

“Pria yang dikenal sederhana, pendiam, bersahaja, dan murah senyum ini menganggap bahwa masyarakat sebenarnya sayang kepada polisi, maka sudah menjadi kewajiban jika polisi juga sayang kepada masyarakat,” tulis dalam laman Museum Polri.

Kunarto yang memiliki suara jernih ini memang berbeda dengan Kapolri-Kapolri lainnya. Penampilan mantan ajudan Presiden Soeharto ini sangat sederhana dan lugu. Hal inilah yang direkam oleh Kompas dalam wawancaranya dengan Kunarto pada 1992 silam.

Ketika dilantik sebagai Kapolri, Kunarto melihat problem-problem yang berkembang di Kepolisian. Dirinya pun menyampaikan pada segenap anggota Polri untuk menginternalisasikan ke dalam diri tentang tekad pengabdian terbaik.

Soekanto dan Kisah di Balik Pataka Polri sebagai Falsafah Bhayangkara

Menurutnya bila semua polisi mampu mengatakan itu dan melaksanakannya dengan baik, hal ini sudah langkah maju. Selain itu dirinya menekankan tiga poin, yaitu integrasi, profesionalisasi dan modernisasi.

Kunarto pun tidak ingin seperti pendahulunya yang memiliki kebijakan baru setelah menjabat sebagai Kapolri. Baginya kepemimpinan ini harus jelas, diatur. Karena perbaikan personel tidak hanya masalah kemampuan, namun juga pembinaan.

“Seorang Kapolsek yang berada di ujung jauh sana pun, saya ajari, bangun tidur sudah langsung memikirkan, kemarin ada apa, sekarang harus berbuat apa. Mereka harus memahami situasi yang dihadapi. Kemarin kayak apa, hari ini harus bagaimana. Dan mengetahui petunjuk pimpinan,” paparnya.

Dirinya juga menanggapi mengenai polisi nakal. Kunarto sadar ada beberapa polisi di lapangan yang memungut uang, agar hanya bisa makan. Namun dirinya begitu kesal bila ada aparat yang pendekatannya ingin memperkaya diri.

Bagi Kunarto, menukil pernyataan mantan Kapolri Hoegeng, orang yang memperkaya diri tersebut seperti gatal di badan. Begitu mereka menerima uang, akan gatal, lalu digaruk-garuk, kemudian jadi koreng yang bekas lukanya tidak akan hilang.

“Nah ini, cacat-cacat ini terbawa-bawa kemana-mana. Dari sepuluh orang, 9 orang baik, 1 orang ini tetap kelihatan,” pilu Kunarto.

Padahal Kunarto sangat terenyuh dengan pengorbanan anak buahnya di lapangan. Bahkan saat itu banyak juga penghargaan yang diterima oleh anggota kepolisian. Namun dirinya menganggap hal ini bisa, baginya ketika polisi disebut baik, itu sudah suatu kemajuan.

“Karena selama ini kesannya, kalau polisi berbuat baik saja, tetap dianggap jelek, apalagi kalau berbuat jelek.”

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini