Husein Mutahar, Negarawan yang Berjasa di Balik Perayaan Kemerdekaan Indonesia

Husein Mutahar, Negarawan yang Berjasa di Balik Perayaan Kemerdekaan Indonesia
info gambar utama

Lagu 17 Agustus dan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka), jadi dua hal penting yang tak bisa dilepaskan dari perayakaan Kemerdekaan Indonesia. Siapa sangka kalau sosok di balik penciptaan keduanya merupakan orang yang sama, yakni Husein Mutahar.

Bernama lengkap Sayyid Muhammad Husein bin Salim bin Ahmad bin Salim bin Ahmad al-Muthahar, negarawan satu ini lebih dikenal juga dengan nama H. Mutahar. Peran pertama yang ia miliki dalam perjalanan kemerdekaan Indonesia adalah komposer berbagai lagu kebangsaan dan lagu kepanduan.

Selain 17 Agustus, lagu karyanya yang tak kalah sakral dan terus dinyanyikan hingga saat ini adalah hymne Syukur. Sementara untuk lagu kepanduan karya Mutahar yang tak kalah populer adalah Gembira, Tepuk Tangan Silang-silang, Mari Tepuk, dan Hymne Pramuka.

Bukan hanya komposer, peran besar Mutahar dalam masa-masa awal perjuangan kemerdekaan juga tercermin lewat berbagai peran lainnya. Mulai dari sosok di balik pembentukan Paskibraka, hingga Duta Besar RI dengan kemampuan poliglot, lantaran dirinya yang menguasai paling tidak enam bahasa sekaligus.

Siapa sebenarnya sosok Husein Mutahar?

Sekelumit Departemen Penerangan: Suar Kemerdekaan yang Mengancam Kebebasan

Pendiri Paskibraka yang menyelamatkan bendera pusaka

Husein Mutahar | REPRO Buku Husein Mutahar Pengabdian dan Kary via republika.id
info gambar

Husein Mutahar lahir pada tahun 1916 dan berasal dari Semarang, Jawa Tengah. Kariernya dalam menjadi bagian dari pekerja negara berawal di tahun 1945, saat ia bekerja sebagai Sekretaris Panglima Angkatan Laut RI di Yogyakarta.

Proses pembentukan Paskibraka sendiri berkaitan dengan upaya penyelamatan bendera pusaka, yang berlangsung di tahun 1946. Seperti yang diketahui, sejak peristiwa proklamasi di tahun 1945, Indonesia masih harus berjuang keras mempertahankan kemerdekaan dari penjajah yang masih berupaya menguasai tanah air, salah satu lewat peristiwa Agresi Militer Belanda II.

Karena itu tak heran, jika pada rentang waktu 1945-1950, pemerintah dan masyarakat Indonesia tidak sempat merayakan kemerdekaan dengan meriah dan suka cita. Perayaan kemerdekaan di tahun-tahun tersebut sebatas diperingati dengan upacara dan pengibaran bendera.

Pada perayaan pertama kemerdekaan Indonesia di tahun 1946 lah, Mutahar memainkan peran penting, yakni dengan membentuk Paskibraka dan tindakan yang disebut penyelamatan bendera pusaka.

Kala itu, Mutahar diperintahkan oleh Soekarno untuk membentuk pasukan pengibar bendera. Ia akhirnya mengusulkan agar pengibaran dilakukan oleh kalangan pemuda yang mewakili berbagai wilayah Indonesia.

Akhirnya, terpilih lima pemuda yang terdiri dari tiga laki-laki dan dua perempuan. Belum selesai dengan terpilihnya lima orang paskibraka, Yogyakarta yang saat itu berstatus sebagai Ibu Kota Indonesia berada di posisi terancam karena sasaran penyerangan Belanda.

Akhirnya, Soekarno dan Muhammad Hatta diasingkan ke Pulau Bangka, dan di saat bersamaan Mutahar juga ditugaskan untuk mengamankan bendera pusaka dari sasaran Belanda.

Karena kesigapannya dalam melakukan tugas tersebut, bendera pusaka akhirnya berhasil kembali dikibarkan pada perayaan pertama Kemerdekaan RI. Hingga untuk terakhir kalinya, bendera pusaka hasil jahitan Fatmawati terakhir membentang pada perayaan kemerdekaan tahun 1968 di Istana Merdeka.

Berkat aksi heroiknya menyelamatkan salah satu benda pusaka tersebut, Mutahar dianugerahi penghargaan Bintang Mahaputra pada tahun 1961.

Pada peringatan kemerdekaan Indonesia ke-50 di tahun 1995, Mutahar juga masih memberikan persembahan karya lagu berjudul Dirgahayu Indonesia. 9 tahun setelahnya, Mutahar meninggal dunia di usia 88 tahun dan dimakamkan di Pemakaman Jeruk Purut, Jakarta Selatan.

Alex dan Franz Mendur: Mencari Foto Proklamasi yang Masih Tercecer

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Siti Nur Arifa lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Siti Nur Arifa.

Terima kasih telah membaca sampai di sini