Sosok Jaka Tingkir, Ulama Alim yang Jadi Raja Pertama Kerajaan Pajang

Sosok Jaka Tingkir, Ulama Alim yang Jadi Raja Pertama Kerajaan Pajang
info gambar utama

Kontroversi lagu Joko Tingkir Ngombe Dawet santer berhembus kencang hingga sang pencipta lagu, Ronald Dwi Febriansyah, turun gunung. Ronald menyampaikan permintaan maaf karena dituding melecehkan tokoh besar, ulama dan pendiri Kerajaan Pajang.

Dirinya mengakui tidak mengetahui bahwa sosok Jaka Tingkir adalah tokoh penting dalam sejarah. Tidak ingin berpolemik, dirinya memilih untuk mengganti lirik lagunya dari Joko Tingkir Ngombe Dawet menjadi Mbah Amer Ngaret Suke.

“Saya mohon maaf sebesar-besarnya karena kekurangtahuan saya di balik nama Joko Tingkir ini adalah sosok ulama besar dan dihormati di Jawa, saya mohon maaf. Saya akui karena saya tidak tahu dan saya kurang paham,” sahutnya yang dimuat Insert Live.

Ronald mungkin salah satu anak muda yang tidak mengenal sosok Joko Tingkir. Sosok ini lahir dengan nama Mas Karebet. Dia dikenang sebagai Raja Pajang pertama dan ulama dari Tanah Jawa.

Buya Hamka dan Perannya Ketika Memilih Bersahabat dengan Jepang

Mas Karebet lahir pada 18 Jumadil Akhir tahun Dal Mangsa VIII. Ketika dirinya lahir, sang ayah, Kebo Kenanga sedang menggelar pertunjukan wayang beber. Dalangnya adalah Ki Ageng Tingkir.

Pada pertunjukan tersebut, muncul suara ‘kemebret’ karena tiupan angin. Suara ini menginspirasi Kebo Kenanga untuk memberi nama pada anaknya yang baru lahir, yakni Mas Karebet.

Ketika Mas Karebet berusia 10 tahun, sang ayah dihukum mati karena dituduh memberontak terhadap Kerajaan Demak. Sang ibu yakni Nyai Ageng Pengging kemudian jatuh sakit dan meninggal juga.

“Maka dari itu, Mas Karebet diambil sebagai anak angkat oleh Nyai Ageng Tingkir. Sehingga sejak beranjak remaja, Mas Karebet lebih dikenal dengan nama Jaka Tingkir,” tulis dalam laman Detik.

Perjalanan jadi raja

Meski ayahnya dibunuh atas perintah sultan, Jaka Tingkir tetap belajar dan mengabdikan dirinya ke Kerajaan Demak. Dirinya bahkan berhasil menjadi abdi dalem Sultan Trenggana, sultan ketiga Kerajaan Demak.

“Kemampuannya di pertempuran sempurna, ia naik dengan cepat melalui pangkat. Tak lama, pemuda ini telah mencapai pangkat komandan yang sangat tinggi serta pengawal elite Sultan Trenggana,” tulis Nancy Florida dalam Writing The Past, Inscribing The Future yang dimuat Historia.

Tetapi jelas Nancy, Jaka Tingkir harus menelan nasib pahit dipecat saat menyeleksi prajurit Demak. Hal ini karena ulahnya sendiri menikam Dhadhungawuk dengan sadak (penjepit rambut) hingga membuat orang tersebut mati.

Jalan Terjal Dakwah KH Ahmad Dahlan hingga Dituduh Kiai Kafir

Ketika itu Jaka Tingkir yang mengetahui Dhadhungawuk mati, memerintahkan penjaga untuk memotong-motong tubuh itu. Sultan yang mendengar berita tersebut menjadi takut dan mencopot Jaka Tingkir dari jabatan dan mengasingkannya.

Selama masa pengasingan, Jaka Tingkir mengasah kemampuan. Kemampuan bela dirinya meningkat hingga dapat mengahalu hewan buas seperti buaya dan ular. Kemampuan inilah yang digunakan Jaka Tingkir untuk kembali merebut hati Sultan Trenggana.

“Jaka Tingkir mengatur kerbau untuk mengamuk. Seluruh prajurit tidak bisa mengatasi hanya Jaka Tingkir yang bisa. Sultan kemudian mengizinkan Jaka Tingkir kembali sekaligus menjadi Adipati Pajang dan menikah dengan Ratu Mas Cempaka."

Pindah ke Pajang

Setelah Sultan Trenggana wafat, takhta Demak diteruskan kepada Susuhunan Prawata. Namun dirinya dibunuh Arya Penangsang, raja bawahan di Jipang, karena motif dendam. Karena ini status Kerajaan Demak dianggap runtuh.

Arya Penangsang kemudian juga berencana membunuh Jaka Tingkir. Tetapi rencana ini gagal. Bahkan Jaka Tingkir memberikan surat provokatif kepada Arya Penangsang hingga akhirnya menuju Bengawan Solo.

Namun, di sana Arya Penangsang tidak berhasil menemukan Jaka Tingkir. Di sana hanya ada pasukan Pajang di bawah komando Sutawijaya, yang dijanjikan oleh Jaka Tingkir hadiah berupa tanah bila berhasil membunuh Arya Penangsang.

Nasehat KH Hasyim Muzadi tentang Islam, Kebangsaan dan Keikhlasan

Setelah Arya Penangsang tewas, pusat pemerintahan Demak dipindahkan ke Pajang. Jaka Tingkir selaku penguasa di Pajang, diangkat menjadi Sultan Pajang dengan nama baru Sultan Hadiwijaya.

Faktor lain yang memperkuat alasan Jaka Tingkir cocok memimpin Kerajaan Pajang adalah karena dirinya masih keturunan keluarga Kerajaan Majapahit. Sejak itulah, pemerintahan Islam di Tanah Jawa memulai babak baru.

“Demikianlah berakhir keluarga raja Demak cabang Jipang, dan mulailah Pajang memegang kekuasaan tunggal,” ungkap De Graaf dan Pigeud dalam buku Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa Peralihan dari Majapahit ke Mataram.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini