Canggih dan Modern! BPS akan Pakai Teknologi Blockchain untuk Olah Data Penduduk

Canggih dan Modern! BPS akan Pakai Teknologi Blockchain untuk Olah Data Penduduk
info gambar utama

Pada 30 Januari 2023, Badan Pusat Statistik menyatakan akan memakai teknologi blockchain dalam mengolah data penduduk. Data kependudukan itu akan masuk dalam platform digitail, yakni Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek).

"Kami akan menggunakan blockchain supaya akurasi data akuntabilitas data, sejarah data, bisa dicatat dengan baik, jadi ini adalah sekaligus merupakan tugas BPS dalam perpres 132 2022 tentang Arsitektur SPBE Nasional," ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono, dalam Peluncuran Reformasi Birokrasi BPS Tahun 2023 dan Hasil Long Form Sensus Penduduk 2020 yang dilansir dari finance.detik.com.

Diketahui, Regsosek adalah platform digital yang menjadi reformasi birokrasi terkait data statistik yang dihasilkan oleh Badan Pusat Statistik. Nantinya, platform tersebut akan berguna sebagai langkah penentuan kebijakan pemerintah.

BPS Pakai Teknologi Blockchain
info gambar

Dengan hal itu, BPS ingin mewujudkan pembaharuan sistem dan manajemen internal yang dinamis. Pastinya BPS mendukung penyelesaian isu-isu prioritas dari pemerintah.

"Penguatan di hulu berupa perbaikan sistem dan manajemen internal. Selain itu, BPS juga mendukung penyelesaian isu-isu prioritas pemerintah sebagai bentuk dukungan di hilir," jelas Margo.

Baca juga: Blockchain, Solusi Pembangunan Perkotaan Masa Kini

Rencananya, BPS akan mengintegrasikan hasil data dari Regsosek ke sistem reformasi perlindungan sosial. Setiap kategori data tersebut dapat dibagikan sekaligus digunakan oleh kementerian atau lembaga hingga pemerintah.

Selain itu, Regosesk juga akan terhubung dengan seluruh sistem pemerintah termasuk Dukcapil (Kependudukan Pencatatan Sipil). Dengan begitu, tidak adanya gugus data baru.

"Untuk terkoneksi, data ini harus terkomunikasi dengan Dukcapil dan gugus lain," jelasnya yang dilansir dari republika.co.id.

Sebelumnya, pada tahun lalu, BPS telah melaksanakan pendataan dengan mengumpulkan berbagai kategori kalangan, seperti kalangan menengah-atas, rentang miskin, miskin, dan miskin ekstrem. Rencananya, hasil data tersebut akan diberi pemeringkatan agar pemerintah bisa fokus mengatasi persoalan yang hendak diselesaikan.

Dengan Regsosek tahun 2023, BPS akan menyediakan data kondisi dari kapabilitas individu dan keluarga sebagaimana mimpi Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Mimpi tersebut adalah data kondisi ekonomi warga maupun individu secara menyeluruh di Indonesia.

Baca juga: Ternyata Indonesia Sudah Punya Publik Blockchain Sendiri

Selanjutnya, data Regsosek akan menyediakan kondisi yang berhubungan dengan infrastruktur dasar kebutuhan masyarakat dan kondisi geografis.

"Jadi melihat si miskin ini spektrumnya 360 derajat, bisa dari kapabilitas individu dan keluarga, kondisi infrastruktur dasar yang menjadi kebutuhan penyangga masyarakat, dan bisa menggambarkan kantong-kantong kemiskinan dari kondisi geografis dan kemudahan akses wilayah. Dengan melihat data statistik 360 derajat, maka kita bisa melihat program yang cocok di setiap wilayah itu apa setiap daerah punya karakteristik (mengingat antardaerah punya karakteristik berbeda," jelas Margo.

Apa itu Teknologi Blockchain?

Dilansir dari aws.amazon.com, teknologi blockchain adalah mekanisme database lanjutan yang memungkinkan berbagai informasi secara transparan dalam jaringan bisnis. Secara sederhana, database blockchain menyimpan data dalam blok yang dihubungkan bersama sehingga membentuk sebuah rantai.

Data tersebut bersifat konsisten secara kronologis karena pengguna tidak bisa menghapus atau mengubah rantai tanpa konsensus dari jaringan. Alhasil, data tersebut bersifat transparan dan objektif. Pada umumnya, teknologi blockchain digunakan untuk melacak pesanan, pembayaran, akun, dan transaksi lainnya.

Kehadiran teknologi ini sangat penting bagi BPS (Badan Pusat Statistik). Jika Kawan menggunakan teknologi basis data tradisional, maka ada tantangan yang sering dihadapi dalam melacak data. Contohnya, Kawan bisa melihat kasus penjualan properti.

Baca juga: Blockchain Hub Pertama di Indonesia Resmi Dibuka

Setelah uang dibayarkan, kepemilikan properti secara langsung menjadi milik pembeli. Tentunya, baik pembeli maupun penjual dapat mencatat transaksi keuangan. Namun, masalahnya adalah catatan transaksi tersebut masih bersifat bias. Penjual dengan mudah mengklaim bahwa mereka belum menerima uang meskipun sudah menerimanya. Pembeli juga dengan mudah mengaku bahwa mereka telah membayar uang meskipun belum membayarkannya.

Dengan hal itu, kehadiran pihak ketiga yang terpercaya dapat memvalidasi transaksi. Jika Kawan memercayai otoritas pusat sebagai pihak ketiga, maka ada kelemahan. Kelemahan tersebut adalah basis data dapat disusupi sehingga kedua belah pihak dapat dirugikan.

Alhasil, blockchain dapat mengurangi masalah itu dengan menciptakan sistem yang bersifat desentralisasi dan anti-karat untuk mencatat transaksi. Dalam skenario properti, blockchain dapat membuat buku besar yang masing-masing dimiliki oleh pembeli dan penjual. Setiap transaksi harus disetujui oleh kedua belah pihak dan akan diperbarui secara real-time di bukubesar.

Jika ada perubahan transaksi, maka akan merusak seluruh buku besar. Maka dari itu, BPS menggunakan teknologi blockchain untuk menghasilkan data kependudukan yang objektif dan faktual.

Referensi: republika.co.id| balipost.com| finance.detik.com|aws.amazon.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AR
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini