Menengok Kain Kapal, Bentuk Keterikatan Masyarakat Lampung dengan Laut

Menengok Kain Kapal, Bentuk Keterikatan Masyarakat Lampung dengan Laut
info gambar utama

Kain kapal atau tappan merupakan kain tenun tradisional milik orang Lampung Saibatin. Kain ini menggambarkan suasana kehidupan dunia kemaritiman dan alam lingkungan daerah pesisir pantai Lampung.

Kain ini merupakan aset budaya Lampung yang sudah digunakan sekitar abad ke 16-17 Masehi. Kain kapal ini pada awalnya dibuat sebagai penghormatan pada leluhur atau nenek moyang masyarakat Saibatin.

Namun di sisi lain kain ini juga memiliki berbagai fungsi, antara lain yaitu sebagai penutup wadah dan pembungkus makanan maupun mas kawin pada upacara perkawinan, sebagai bantal kepala, alas tempat duduk dalam berbagai upacara adat, dan lain-lain.

Geguduh, Pisang Goreng Khas Lampung

Istilah tappan sering dikaitkan dengan nampan atau sampan, yaitu kapal kecil yang biasanya digunakan nelayan sebagai alat transportasi laut. Jalur perairan Lampung bagian selatan dan barat dipakai sebagai pilihan jalan lintas laut menuju Selat Malaka.

Hal ini tidak dipungkiri karena daerah pesisir tersebut cukup ramai dilalui dan disinggahi berbagai kapal-kapal dagang dari luar negeri seperti India, China, Arab, Portugis, dan Belanda. Jalur ini merupakan perlintasan kapal dan perahu.

“Keadaan seperti ini kemudian mengilhami para seniman dalam penciptaan desain kain kapal,” tulis Katalog Kain Kapal Museum Negeri Provinsi Lampung.

Penanda status

Kain kapal pada zaman dahulu sering digunakan untuk tradisi atau ritual di wilayah Lampung. Bahkan bagi masyarakat suku Saibatin, kain ini hanya boleh digunakan oleh orang-orang tertentu, seperti tokoh adat.

“Hal ini dikarenakan kain kapal tidak boleh digunakan pada sembarangan orang, sebab kain kapal merupakan penanda status sosial pada masyarakat suku Saibatin,” tulis Anita Dewi dan kawan-kawan dalam Motif Kain Tampan Lampung sebagai Dasar Penciptaan Busana Kasual Batik.

Namun saat ini kain kapal hanya dapat ditemukan dan menjadi koleksi di Museum Negeri Provinsi Lampung “Ruwa Jurai” dan Museum Kekhatuan Semaka Kabupaten Tanggamus. Memang setelah agama Islam masuk tradisi memakai kain kapal mulai hilang.

Intip 5 Air Terjun Keren di Lampung yang Memesona

Selain itu berkurangnya perajin yang bisa menenun kain kapal memberikan dampak lain. Dahulu pembuat kain kapal terdapat di daerah pesisir pantai selatan dan barat yang meliputi pesisir Teluk Semaka, pesisir Teluk Lampung dan pesisir pantai Krui.

“Dikarenakan proses pembuatannya yang sangat rumit dan memakan waktu yang sangat lama, oleh sebabnya saat ini sudah tidak ada lagi penenun yang bisa memproduksi kain tersebut,” ucapnya.

Hal ini ditambah meletusnya Gunung Krakatau pada tahun 1883 yang menghancurkan kawasan pesisir di sekitar Lampung Selatan. Hal ini meluluhkan dua pertiga pulau-pulau yang terletak di Selat Sunda.

“Akibatnya banyak kain kapal yang tak terselamatkan,” bebernya.

Upaya pelestarian

Hingga kini sangat sulit menemukan para penenun kain kapal di wilayah Lampung. Dikatakan oleh Anitia para penenun sejenis bisa ditemukan di Museum Kekahtuan Semaka Kabupaten Tanggamus.

Tetapi teknik yang dibuat bukan seperti pada zaman dahulu namun teknik sulam strimin menggunakan benang katun sintesis yang berwarna-warni. Karya kain kapal ini masih ada karena pemuda-pemudi di daerah tersebut yang mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi.

“Meskipun tidak dengan cara menenun seperti halnya membuat kain kapal sesungguhnya,” paparnya.

Ekspor Awal 2023: 100 Ton Lada Hitam Masuk Tiongkok, Nilainya Tembus Rp7 Miliar

Selain itu ada juga organisasi, Miyara Sumatera Foundation yang turut terlibat dalam pelestarian kain-kain kuno di Sumatra. Didirikan oleh aktivis Irma Hutabarat mereka juga memperhatikan keberadaan kain kapal.

Salah satunya melalui program Konservasi Kain Sumatra, Miyara Sumatra juga melakukan konservasi terhadap sekitar lebih dari 10 koleksi kain asal Lampung, yaitu Kain Kapal, Palepai, dan Kain Tapis.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini