Kisah Suku Marind dari Merauke, Ketika Bertani Menjadi Denyut Kehidupan

Kisah Suku Marind dari Merauke, Ketika Bertani Menjadi Denyut Kehidupan
info gambar utama

Suku Marind yang mendiami wilayah Merauke, pesisir selatan Papua tengah bergelut dengan modernisasi. Tombak, busur, pasak, dan kahanggat (batang bambu yang diruncingkan) perlahan diganti dengan pacul, sekop dan traktor.

Dimuat dari Kompas, Kepala Pusat Kajian Pengembangan Masyarakat Marind Frederikus Gebze menjelaskan bahwa transformasi bermula pada awal 1990-an, ketika gelombang pendatang masuk ke Merauke.

“Kebanyakan pendatang adalah orang Jawa yang dibawa Belanda. Di Merauke mereka dikenal dengan Jamer (Jawa-Merauke),” ucap Gebze pada 2011 silam.

Masyarakat Biak dalam Upaya Memberikan Rehat bagi Laut Agar Lestari

Hal ini membuat orang Marind yang umumnya berpostur tegap, tinggi besar, dan berhidung mancung mulai mengenal pertanian padi dan palawija. Lahan persawahan kemudian mulai dibuka di sekitar pantai Merauke dan Distrik Kurik.

Dicatat oleh Gebze, sekitar 1910, sejumlah warga Marind membuka sawah dan menanam padi. Selanjutnya pada gelombang transmigrasi pada tahun 1965-1995, masyarakat Marind mulai mengenal sistem pertanian modern.

“Pada 1985, pemerintah merelokasi keluarga Marind ke daerah transmigrasi dan membekali mereka dengan pertanian modern,” tulisnya.

Petani dari timur

Cornelia Mahuze masih beristirahat di pematang sawahnya di Kampung Urumb, Merauke, Papua. Dirinya melepas penat sehabis panen padi. Sementara itu di belakangnya tertumpuk karung berisi gabah yang siap diangkut ke rumah.

“Saya senang bertani. Anak-anak di sini su pandai bertani,” ujar ibu tujuh anak ini.

Dirinya mengaku telah melakoni kegiatan bercocok tanam sejak usia 10 tahun. Dirinya bersama 200-an keluarga di Kampung Urum adalah sebagian warga Marind yang cakap bersawah dan menghasilkan sekitar 1,5 ton beras tiap kali panen.

Mereka bertani sejak 1962 setelah beberapa warga Marind di pesisir pantai hijriah ke daratan. Orang tua mereka belajar bersawah dari transmigran asal Jawa. Sementara itu kegiatan berburu hanya dilakukan pada waktu tertentu.

Merawat Nasionalisme di Papua Lewat Olahraga

Walau lebih banyak bertani, namun budaya meramu, memangkur sagu, menjaring ikan, berburu, dan berkebun dengan metode sederhana tetap mereka lakukan. Biasanya bagi suku Marind yang bermukim di pedalamanan hutan dan rawa.

Aktivitas bertani melengkapi keseharian suku Marind asli, yakni masuk-keluar hutan berburu rusa, babi, buaya, dan kanguru. Hasil buruan kemudian dijual ke Merauke tanpa diolah terlebih dahulu.

“Oleh warga perkotaan, daging rusa itu diolah sebagai bahan bakso dan dendeng. Merauke adalah penghasil dendeng rusa yang populer,” tulis Erwin Edhi Prasetya dan Timbuktu Harthana dalam Tanah Air: Suku Marind Hidup di Antara Besar.

Bertani jadi keunggulan

Kepala Badan Pengembangan Sosial Ekonomi Yayasan Santo Antonius, Jago Bukit menyatakan warga suku Marind tak bisa bertahan dengan meramu dan berburu. Hal ini karena hutan dan sabana terus terdesak dan menciut.

Sementara itu sektor pertanian menjadi fokus dan keunggulan Merauke. Wilayah ini memiliki lahan pertanian potensia 2,5 juta hektare dengan lahan basah 1,9 hektare. Namun masih banyak warga yang tak memiliki ketekunan dan keuletan bertani.

Bagi Wakil Ketua Lembaga Masyarakat Adat Marind-anim , Alberth Gebze Moyuend hal ini wajar karena selama ini mereka telah diberkahi kemurahan alam. Bahkan banyak dari warga yang meninggalkan sawah karena tak sesuai dengan kultur dan adat.

5 Wilayah Adat yang Jadi Dasar Pemekaran Provinsi Papua

“Tercatat lahan sawah yang terbengkalai mencapai 34 persen dari 38.402 hektare lahan pertanian di Merauke.

Pastor Andreas Fanumbi Pr melihat masyarakat Marind mengalami benturan budaya. Karena itu, jelasnya butuh pendekatan budaya, dan religi yang melibatkan pemerintah, masyarakat, dan pihak ketiga.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini