Songket Palembang: Warisan Keluhuran Sriwijaya yang Puluhan Abad Mempesona

Songket Palembang: Warisan Keluhuran Sriwijaya yang Puluhan Abad Mempesona
info gambar utama

Songket lahir dari beragam peradaban yang pernah datang ke Palembang, Sumatra Selatan. Budaya India, China, Sriwijaya, dan nilai-nilai Islam memperkaya kebudayaan songket Palembang.

Yudhy Syarofie, penulis kajian Songket Palembang, Nilai Filosofis, Jejak Sejarah, dan Tradisi mengatakan songket Palembang mencapai bentuk seperti yang dikenal sekarang baru pada Kerajaan Palembang tahun 1.500-an.

Tetapi disebutkannya proses songket terlacak hingga zaman sebelum Kerajaan Sriwijaya. Hal ini terlihat dari sebuah arca sosok perempuan yang diduga dari abad 3 atau 4 yang ditemukan di Sumsel terlihat mengenakan kain motif puncak rebung.

Bekasam, Fermentasi Ikan Khas Sumatra Selatan

“Motif banyak digunakan dalam songket sekarang,” paparnya.

Hal senada dituangkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan judul Kain Songket Palexjkhjhjmbang (1995), disebutkan kain songket mulai dikenal di Palembang sekitar abad ke 7, masa Kerajaan Sriwijaya.

Benang emas dari China

Pengaruh paling kuat dalam songket Palembang ternyata berasal dari budaya Tiongkok yang berdagang dengan Kerajaan Sriwijaya pada 7. Hal ini terlihat pada dominasi warna merah dan emas.

“Pengaruh motif terlihat pada nago besaung (naga bertarung) yang menggambarkan dua naga dengan bola emas di tengah.” tulis Irene Sarwindaningrum dalam Songket Palembang Melintasi Zaman yang dimuat Kompas.

Sementara itu benang emas yang terdapat dalam Songket Palembang memiliki dua versi. Pendapat pertama mengatakan pada masa itu Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan yang kaya raya dan memiliki emas yang melimpah ruah.

Celimpungan, Olahan Ikan Berkuah Santan yang Menjadi Simbol Semangat Masyarakat Palembang

“Sebagian emas itu kemudian dikirimkan ke Siam untuk diolah menjadi benang emas dan kemudian dikirim kembali ke Kerajaan Sriwijaya,” ucap Rakaryan Sukarjaputra dalam Songket Palembang Bertahan dalam Kemahalan yang dimuat Kompas.

Ada juga pendapat kedua yang menyatakan, benang emas untuk kain songket itu didatangkan dari negeri China yang bersamaan waktunya dengan didatangkannya benang sutra ke Kerajaan Sriwijaya pada masa itu.

Peran Orde Baru

Peristiwa pada awal era Orde Baru secara disengaja atau tidak malah mengukuhkan songket sebagai busana adat Sumsel. Pada tahun 1968, Presiden Soeharto datang ke Palembang untuk sebuah acara.

“Pemerintah daerah berpikir harus ada busana adat yang agung untuk penyambutan. Dipilihlah songket,” tutur Yudhy.

Karena itulah terciptalah busana adat Palembang yang dikenal sekarang, yaitu setelan jas tutup dipadu songket untuk tanjak (tutup kepala) dan tumpak (kain selutut). Sejak itu makin banyak orang mengenakan kain songket sebagai pakaian adat Sumsel.

Terobosan Ciamik, Palembang Akan Ubah Sampah Jadi Listrik

Padahal sebelumnya kain songket belum benar-benar dianggap pakaian adat. Bahkan sangat jarang kaum lelaki yang mengenakan. Kain yang lazim dikenakan adalah tajung dan brongsong yang lebih sederhana.

“Demikianlah. Zaman berganti. Ada yang hilang, ada yang berganti. Namun, songket Palembang tetap bertahan. Kain nan cantik itu terus melambai melintasi zaman,” pungkasnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini