Begini Alasan Sebenarnya Orang Mudik, Rela Tempuh Jarak Jauh

Begini Alasan Sebenarnya Orang Mudik, Rela Tempuh Jarak Jauh
info gambar utama

Setiap orang pasti sudah tidak awam terhadap istilah mudik. Tentunya mudik sendiri merupakan tradisi yang sudah turun-temurun. Selama lebaran Idul Fitri, banyak warga yang berbondong-bondong untuk mudik dan bertemu dengan keluarganya. Lalu, apa sih sebenarnya mudik?

Asal-usul Mudik

Perlu diketahui, mudik di Indonesia memang sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit. Banyak warga desa dan pejabat daerah melakukan perjalanan untuk bertemu dengan kerabat terdekat.

Diperkirakan bahwa mudik memang telah menjadi tradisi saat zaman Majapahit dan Mataram Islam. Dilansir dari yatimmandiri.org, Majapahit kala itu memiliki wilayab kerajaan yang sangat luas, bahkan wilayahnya ke Sri Lanka dan Semenanjung Malaya.

Dari banyaknya wilayah, tentu pusat kerajaan akan sulit untuk mempertahankan wilayah besarnya. Untuk itu, mereka mengirimkan beberapa pejabat daerah untuk mejaga wilayah kerajaan dengan batas-batas tertentu.

Baca juga: Mudik ke Lamongan, Berwisata ke Kompleks Sendang Duwur

Pastinya pejabat-pejabat daerah tersebut meninggalkan keluarga dan kenangan di kampung halamannya untuk memenuhi tugas kerajaan. Nah, ada hari-hari tertentu yang mana pejabat daerah dapat mengunjungi ke kampung halamannya untuk bertemu keluarga sekaligus menghadap raja untuk melapor tentang kondisi wilayahnya.

Lalu, pada zaman Mataram Islam, pejabat daerah yang bertugas di daerah kekuasaannya juga melakukan hal yang sama dengan zaman Majapahit. Bedanya, mereka akan mengunjungi kampung halaman saat lebaran atau hari raya Idul Fitri.

Sejarah Istilah Mudik

Mudik
info gambar

Lalu, apa asal-usul dari kata "mudik"? Diketahui, mudik dari bahasa Betawi, yakni milir yang berarti perjalanan menuju ke hilir. Milir juga terdefinisi sebagai berangkat menuju ke kota untuk mencari nafkah atau makan.

Ada juga yang menyebutkan bahwa mudik berasal dari bahasa Jawa. Dalam bahasa ini, mudik merupakan singkatan dari mulih dilik yang berarti pulang sebentar setelah merantau. Dalam bahasa Melayu, mudik berarti udik yang bermakna menuju atau pulang kampung.

Lalu, pada 1970-an, mudik merupakan istilah yang populer saat lebaran Idul Fitri. Sebab, mudik menjadi fenomena sosial yang pelaku mudik disebut aktor sosial secara sosiologis.

Baca juga: Berpotensi macet, Jangan Pulang Mudik Tanggal Segini!

Pada saat itu, Jakarta menjadi kota berkembang dengan modernitasnya. Tentunya banyak warga pendatang yang datang ke Jakarta untuk mencari nafkah atau pendidikan. Ditambah, pemerintahan masih berpusat di Jakarta yang merupakan daerah paling maju di Indonesia.

Hal ini membuat pekerja dari kaum pendatang harus merantau dan tinggal sementara di kota Jakarta. Mereka hanya menikmati liburan panjang saat Idul Fitri. Untuk itu, liburan panjang tersebut dimanfaatkan untuk mereka mudik ke kampung halaman.

Seiring perkembangan mudik, pemerintah terus meningkatkan sarana prasarana dan fasilitas perjalanan. Hal ini untuk mendukung pemudik agar selamat hingga kampung halamannya. Tidak hanya itu, pemerintah juga mendukung dengan pemberitahuan informasi arus balik dan transportasi.

Alasan Orang Mudik

Mengapa harus mudik? Mudik memang menyenangkan karena bisa bertemu dengan keluarga. Namun, apakah hanya itu alasannya? Belum tentu. Ada beberapa alasan orang melakukan mudik, yakni:

1. Kangen dengan Keluarga

Bayangkan, ketika Kawan merantau di Jakarta, tentunya Kawan tidak bisa menemui keluarga Kawan dalam waktu dekat di kampung halaman. Pastinya Kawan akan merindukan sosok keluarga yang selalu menemani susah-senang selama bertahun-tahun. Dengan alasan ini, Kawan kemungkinan besar memanfaatkan liburan lebaran untuk mudik.

2. Sudah Berkeluarga

Apakah Kawan merupakan pekerja rantau yang meninggalkan keluarga kecilmu, seperti istri dan anak? Tentunya Kawan akan merindukan mereka. Ditambah, Kawan bekerja di kampung orang untuk memenuhi nafkah. Maka dari itu, Kawan harus membawa nafkah tersebut untuk keluargamu. Tidak heran kalau selama liburan pasangan akan sangat merindukan Kawan.

3. Memanfaatkan Momen Lebaran dengan Maksimal

Momen lebaran adalah momen yang ditunggu oleh penganut agama Islam. Tentunya momen ini akan lebih sempurna jika dirayakan bersama keluarga, kerabat terdekat, atau orang yang kita sayang. Ditambah, mereka berada di kampung halaman, maka Kawan harus mudik.

Baca juga: Masa Mudik Lebaran Telah Usai, Bagaimana Dampaknya bagi Perekonomian?

4. Menikmati Wisata Kampung Halaman

Apa sih yang kamu rindukan di kampung halaman selain keluarga? Tentunya kenangan indah saat kamu tinggal di kampung halaman, kan? Setiap kampung halaman memiliki wisata terbaiknya masing-masing.

Dengan menikmati wisata di kampung halaman, kamu akan diundang dengan kenangan-kenangan tertentu. Ditambah, kamu mengajak keluargamu di wisata tersebut. Hal ini bisa meningkatkan chemistry bersama keluarga.

Itulah beberapa alasan banyak orang melakukan mudik. Mungkin, Kawan sudah kembali ke perantauan dan merindukan kembali sosok keluarga. Maka dari itu, tetaplah jaga kesehatan baik fisik maupun mental agar bisa menjalani puasa serta hari raya dengan baik.

Referensi: pronusantara.com | yatimmandiri.org | voi.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AR
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini