Cerita Warisan Peradaban Masyarakat Bali di Sudut Kota Batavia

Cerita Warisan Peradaban Masyarakat Bali di Sudut Kota Batavia
info gambar utama

Keberadaan Masjid Jami Al Anwar, di bilangan Angke, Jakarta Barat menyuguhkan fakta bahwa daerah ibu kota Indonesia ini merupakan tempat berbaurnya segala unsur pengaruh dan kebudayaan.

Zaman Jakarta masih disebut Batavia, daerah Masjid Jami Al Anwar ini disebut sebagai Kampung Bali. Hal ini karena daerah ini menjadi tempat pemukiman orang-orang Bali yang datang ke Betawi.

“Mereka datang sebagai perantau maupun budak belian,” tulis Diah Marsidi dalam Menengok Kekayaan Betawi: Masjid Kuno, Perpaduan Beragam Kebudayaan yang dinukil dari Kompas.

3 Kampung Islam di Pulau Dewata Tampilkan Kerukunan Umat Beragama

Disebutkan oleh Diah, orang-orang Bali yang bermukim di Jakarta sudah beberapa abad lampau. Sekitar tahun 1667, mereka membangun Meester Cornelis atau sekarang disebut sebagai Jatinegara.

Dua puluh tahun kemudian sejak tahun 1667, pusat permukiman orang Bali meluas ke tempat-tempat lain di Jakarta. Di Krukut, sebelah barat Jalan Hayam Wuruk sekarang, Kampung Pisang Batu di Jakarta Utara, Kampung Pekojan, dan Angke.

“Di Angke inilah mereka mendirikan masjid pada tahun 1761,” paparnya.

Orang Bali di Batavia

Di daerah Angke, masih ada lagi perkampungan orang Bali yang sekarang dinamakan Kampung Gusti. Perlampungan ini dibangun pada tahun 1709 oleh sekelompok orang Bali yang dipimpin Gusti Ktut Badudu.

“Mereka pindahan dari Sidoarjo,” ucapnya,

Para perantau Bali yang singgah kemudian bermukim di Batavia umumnya anggota tentara saat itu. Prajurit Bali ini sangat terkenal dengan permainan tombaknya yang konon ditakuti sampai di India dan Persia.

Makan Enak dan Berswafoto Ria Sambil Beramal di Bali Utara

Dinukil dari Historia, pada 1683 jumlah orang Bali yang tinggal di Batavia sebanyak 14.259 orang, ketika itu penduduk Batavia berjumlah 47.217 jiwa. Dari jumlah itu hanya 981 orang yang merdeka selebihnya adalah budak.

Menurut Ratnawati Anhar salah satu alasan mengapa jumlah orang Bali sangat banyak karena mereka ditawan bajak laut atau dijual oleh rajanya. Pasalnya saat itu raja-raja Bali sering berperang dengan kerajaan lainnya.

“Karena orang Bali yang menetap di Batavia banyak jumlahnya, maka mereka tinggal berkelompok di beberapa tempat sehingga nama Kampung Bali pun terdapat di berbagai tempat,” tulisnya.

Pengaruhi bahasa

C Lekkerkerker dalam De Baliers van Batavia menjelaskan bahwa masyarakat Bali mempengaruhi perkembangan bahasa. Banyak kata-kata yang menjadi dialek Betawi saat ini seperti jidat (dahi), bianglala (pelangi), lantas (lalu), ngebet (sangat ingin), dan lain-lain.

“Bahkan kata-kata tolongin, ngapain, besarin, dan pulangin, merupakan bukti kuat pengaruh bahasa Bali,” kata Alwi Shahab.

Menyebarkanya bahasa Bali ke dialek orang Betawi tidak aneh, pasalnya penyebarannya ke berbagai daerah. Alwi menyebut awalnya VOC menempatkan masyarakat Bali di daerah Angke tetapi 90 tahun kemudian mereka telah menyebar ke berbagai tempat.

RI Promosikan Wisata Bali hingga Sarden Kaleng di Namibia, Afrika Selatan

Hingga kini Kampung Bali tak hanya di Tanah Abang, tapi ada juga Kampung Rawa Bali, Bali Mester, Bali Matraman, dan masih banyak lagi. Bahkan nama Manggarai ada yang menyebut berasal dari seorang tokoh Bali.

“Namun kampung itu dihuni oleh berbagai suku dan daerah. Bahkan mungkin identitas Bali sudah tidak ada lagi,” ucapnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini