Mengembalikan Minat Bersastra

Mengembalikan Minat Bersastra
info gambar utama

Salah satu cara yang bisa melanggengkan warisan berharga bangsa berupa karya sastra, adalah dengan memanfaatkan juga apa yang dianggap keren oleh generasi muda.

"Teknologi digital seperti media sosial, dapat menjadi cara yang cukup efektif untuk memperluas jangkauan dan menghasilkan minat yang lebih luas terhadap puisi dan pantun," ungkap Staf Pengajar SDIT Al Muchtar, Bekasi Utara, Nurfadilah Dahlia Febriana, S.P. S.Pd atau yang akrab disapa Febri.

Mengutip Lentera App yang dilansir pada pertengahan Mei 2023, Febri mengungkapkan, medsos (media sosial) bisa saja memancing para generasi muda membuat komunitas atau platform karya sastra. Dimana pelajar atau masyarakat di luar sana dapat berbagi karya mereka, dan yang menarik, mereka bisa mendapatkan umpan balik atas karyanya. "Ini yang penting, umpan balik dari orang lain yang dapat meningkatkan motivasi atas sastra tersebut."

Founder Lentera App, Annastasia Puspaningtyas, mengungkapkan bahwa karya sastra Indonesia kini telah nyaris terlupakan oleh asimilasi budaya global di Indonesia. "Dulu kita punya pejuang sastra yang hebat dan legendaris. Ada Amir Hamzah, Chairil Anwar, W.S. Rendra, Putu Wijaya, hingga Sapardi Djoko Damono. Ke mana generasi penerusnya? Ini yang harus secara serius kita bangkitkan," ungkap Annastasia.

 Baca juga: Mengenang Eeng Saptahadi, Aktor Kawakan Penghias Layar Kaca

Karena itu, Lentera mengadakan kegiatan Deklamasi Lentera, yaitu lomba membacakan puisi para penyair baru yang diharapkan bisa menjadi penerus pujangga terdahulu. Tidak hanya mengadakan lomba deklamasi, Lentera pun mengadakan lokakarya dan diskusi bersama tujuh penyair Indonesia, yang diikuti dengan antusias oleh para pecinta literasi, pada Sabtu, 20 Mei lalu di Blok M.

Salah satu penyair muda di Blok M sedang mencari inspirasi. Foto: Angiola Harry
info gambar

Kegiatan seperti itulah yang menurut Direktur Utama Balai Pustaka, Ahcmad Fahrodji, patut diapresiasi setinggi-tingginya. mengingatkan kepada seluruh masyarakat Indonesia, baik generasi muda maupun yang di atasnya, bahwa adalah sebuah kebanggaan bila Indonesia memiliki ahli pantun. "Indonesia patut bangga dengan telah ditetapkannya pantun sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia oleh Unesco pada tanggal 17 Desember 2020. Nominasi pantun menjadi warisan dunia diajukan secara bersama oleh Indonesia dan Malaysia," ungkap Fahrodji.

Sehingga sangat disayangkan bila bahkan ada yang mengatakan berpuisi dan berpantun adalah kuno. Karena hal itu bukanlah hanya isu belaka. Lunturnya minat terhadap puisi dan sastra khas Indonesia lainnya pun dirasakan oleh salah satu guru Bahasa Indonesia SMP Islam Al-Azhar 31, Bekasi, Muhammad Jalaludin, M.Pd. Dia juga mengakui bila siswa-siswi diajak berpuisi atau berpantun, animo mereka rendah. Tidak lagi seperti dua atau tiga puluh tahun silam.

"Maka langkah yang harus kita lakukan, tentunya terus mempromosikan budaya Indonesia, salah satunya pantun yang merupakan aset bangsa," papar Jalaludin. Menurutnya, perlu diberi pemahaman bahwa membuat pantun dan puisi merupakan kesenian yang populer, sehingga generasi penerus tidak gengsi menggunakannya. Tapi hal itu juga tentu harus sejalan dengan penerapannya.

Baca juga: Ramah Lingkungan, Peti Mati Buatan Perajin Indonesia Laris di Pasar Internasional

"Setiap acara, sebelum memulai dan menutup gunakanlah pantun. Gunakan pantun bijak yang sarat dengan nilai-nilai moral, sehingga kita benar-benar membumikan pantun dan puisi dalam kehidupan kita," ungkapnya. Pada intinya, Jalaludin meminta agar sastra asli bangsa tersebut lebih dimasyarakatkan.

Mengenai upaya memasyarakatkan puisi, pantun, dan karya sastra khas Indonesia lainnya, Achmad Fahrodji juga mengungkapkan bahwa beberapa daerah di Indonesia bahkan telah membuat peraturan daerah (Perda) yang berisi kewajiban bagi setiap pejabat di wilayahnya, agar dalam setiap memberikan sambutan harus diawali dan ditutup dengan pantun.

Balai Pustaka sendiri, selama dua tahun berturut-turut yakni pada 2021 dan 2022, menggelar lomba berbalas pantun. "Hebatnya, yang mengikuti jumlahnya lebih dari 1.000 peserta dari seluruh Indonesia," ungkapnya. Kini, pantun menjadi semacam pemanis bagi para kontestan di pesta demokrasi, baik yang ikut pemilihan legislatif maupun bagi seorang calon presiden.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AH
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini